Lukisan Mural di SMA St. Thomas III Medan
Pada suatu perjalanan yang tak disengaja, saya mendapati aneka gambar tertuang di atas permukaan dinding. Sederetan gambar tersebut menarasikan perjuangan para tokoh (pejuang) Nasional. Seluruh gambar terangkum dalam sebuah ungkapan, “Jas Merah” (Jangan sampai melupakan sejarah). Ungkapan ini lahir dari kedalaman refleksi salah satu founding fathers (para bapak pendiri) negara kita, Ir. Soekarno (Presiden I Negara Kesatuan Republik Indonesia). Lukisan dinding itu dikenal dengan lukisan mural (Mural berasal kata dari bahasa Latin, murus: dinding).
Menurut catatan sejarah, seni mural ini telah ada sejak zaman prasejarah (kurang lebih 31.500 tahun yang silam). Pertama sekali ditemukan di daerah Selatan Prancis, pada sebuah gua di Lascaux. Gambar yang ada di dinding gua ini menggunakan cat air (berasal dari sari buah. Hal ini bisa diterima akal karena pada zaman prasejarah, cat air belum ditemukan. Selain di Gua Lascaux, lukisan mural yang terkenal adalah karya Pablo Picasso. Salah satu karyanya yang terkenal dinamai Guernica (Guernica y Luno), yang dikerjakan pada saat terjadinya perang sipil di Spanyol pada tahun 1937. Tujuan pembuatan mural ini adalah untuk mengenangkan peristiwa pengeboman tentara Jerman yang melululantahkan sebuah desa kecil, dan korbannya mayoritas berdarah Spanyol.
Dengan perkembangan zaman, tradisi melukis dinding, bukan semata-mata hanya berupa gambar, namun juga berupa kata-kata hiasan (ungkapan-ungkapan bernas). Secara gamblang, graffiti diartikan sebagai coretan-coretan pada dinding yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat tertentu. Alat yang digunakan pada masa kini biasanya cat semprot kaleng. Sebelum cat semprot tersedia, grafiti umumnya dibuat dengan sapuan cat menggunakan kuas atau kapur. Maka, perbedaan mural dengan graffiti sudah bisa tentukan. Tentu hal ini menolong kita untuk menyimpulkan apakah lukisan dinding itu atau mural atau graffiti.
Secara umum, mural disajikan sebagai bentuk ungkapan, mengkritisi masalah sosial lewat gambar di dinding jalanan, trotoar, kini mural menjadi “bisnis manis seni lukis“. Namun, saat ini, mural menjadi salah satu pilihan untuk mempercantik interior. Bahkan mural juga menjadi daya tarik tersendiri sebagai spot foto yang menarik. Maka, tidak mengherankan bahwa kini banyak sekali cafe, restoran, hotel, apartemen hingga rumah menggunakan lukisan dinding atau mural sebagai Point of View dari sebuah ruangan. Mural memiliki daya tarik tersendiri bagi pengunjung cafe atau resto. Mural yang dibuat disesuaikan dengan selera, konsep cafe/restonya sendiri hingga menjadi media branding secara tidak langsung.
Nah, kita akan mengurai perihal kegiatan Sekolah SMA St. Thomas III seputar seni mural. Seorang gurum muda, Yon Riko Setiawan Pandiangan, alumni seni rupa Unimed tahun 2018 ini mengawali idenya menuangkan ceritanya di dinding sekolah. Sejauh pengamatannya sebagai guru, dinding hanya digunakan sebagai pembatas areal sekolah. Ekspresi anak-anak yang tertuan di permukaan dinding hanya sebatas kejahilan saja, maklumlah namanya juga masih muda (lingkungna putih abu-abu).
Yon Riko, pemuda kelahiran Hutaraja, 19 Oktober 1995 ini mengkolaborasi antara minat siswa mencoret dinding dengan lukisan mural. Sebagai guru Seni-Budaya, dia mengajak beberapa siswa yang berminat melukis dan mengajari mereka secara teratur. Selain melampiaskan idenya pada permukaan dinding sekolah melalui lukisan, dia juga harus memilih tema yang bersangkutan dengan sekolah (ranah pendidikan). Inilah yang menjadi pertimbangan baginya merangkul siswa yang ingin mengembangkan bakatnya sebagai pelukis mural.
Ternyata benar, siswa menyambutnya dengan gembira. Dinding sekolah kini memiliki nilai estetis. Beberapa gambar yang disajikan di dinding sekolah mengantar setiap orang yang melihatnya pada sebuah pelajaran sekolah; Ir. Soekarno (mengingatkan kita lagi pada “Jas Merah: Jangan sampai melupakan sejarah”), B.J. Habibie, R. A. Kartini, dan Albert Einsten (penemu hukum kekekalan massa: E= mc2). Betapa menariknya bila dinding juga mampu menarasikan bagi kita akan nilai-nilai pendidikan. Artinya, dinding bukan hanya sebatas saksi kejahilan para kaum muda, namun sebagai saksi kreativitas yang takkan pernah mati.
Proses pengerjaan tidak harus menelan banyak waktu, yang penting segala sesuatu dilakukan dengan tulus dan hati yang jujur. Inilah semangat awal pengerjaan segala karya mural yang ada di dinding sekolah St. Thomas III. Drs. Jadores Simbolon, sebagai Kepala Sekolah St. Thomas III memberikan apresiasi yang tinggi terhadap kinerja Pak Yon Riko dan para siswa. Bahkan, dia sangat bangga pada kinerja guru dan anak didiknya karena salah satu tujuan sekolah guna mengembangkan kreativitas anak-anak dapat ditampung oleh guru-guru yang kreatif.
Persahabatan dan Harapan
Kinerja Drs. Jadores Simbolon memperlihatkan bagaimana persahabatan (keakraban) antara pendidik dan terdidik terbina dengan baik. Saat guru memberikan pandangan guna mencerdaskan anak, baik kinerja otak maupun seni, Kepala Sekolah dengan tangan terbuka menerima aspirasi tersebut. Inilah yang dinamakan sebagai proses pendidikan yang up to date. Pihak sekolah mampu menjawab tantangan dunia pendidikan zaman now untuk semakin mampu bersaing dengan sekolah-sekolah yang lain.
Dengan adanya apresiasi seni (dan apresiasi di bidang lain) di sekolah, guru dan murid menjadi sahabat. Hal ini membuat para siswa menjadi kerasan dan termotivasi mencari dan akhirnya menemukan bakat dan talentanya (soft-soft skill) yang kemudian menjadi modal di masa depan. Pengenalan seni lukisan mural ini memperlihatkan reaksi positif akan kebiasaan siswa mencoret dinding. Coretan dinding yang biasanya liar kini bisa terkontrol dengan hasil seni yang mendidik.
Di balik persahabatan yang sudah terajut hingga kini dengan baik (Pendidik dan terdidik) di SMA St. Thomas III, ada harapan yang terus akan terjamin, yakni pengembangan bakat-bakat anak, secara khusus bagian seni tanpa harus meninggalkan bakat-bakat yang lain. Dalam sejarah pendidikan dunia, kita bisa mendapatkan pencerahan bahwa sekolah-sekolah yang unggul adalah sekolah-sekolah yang menghargai seni dan budaya. Seluruh manusia yang berada di kawasan pendidikan bukanlah semata-mata pecinta sains, namun sebagaian dari mereka adalah pecinta seni – di kemudian hari, mereka yang akan menjadi seniman-seniman.
Dalam persahabatan yang akrab, keterjalinan komunikasi amatlah penting. Hal ini telah dipahami Kepala Sekolah SMA St. Thomas III, Medan, Drs. Jadores Simbolon melalui berbagai langkah strategis untuk mengembangkan minat siswa/i. Perkembangan seni mural di sekolah ini adalah bentuk kerja sama yang sungguh dan tulus antara pendidik dan terdidik. Sebuah bangunan menara di Babel tidak pernah selesai karena tidak ada komunikasi yang baik. Seni mural di St. Thomas menjadi inspirasi bagi kita untuk mengembangkan seni yang dibalut dengan komunikasi yang baik antara pendidik dan terdidik.
Maka, pendidik dan terdidik adalah sahabat – sehingga filosofi persahabatan akan terwujud, “aku dan sahabat sama-sama menyanyikan lagu cinta. Dan, di saat aku lupa lagu tersebut, sahabat akan menyanyikannya bagiku agar aku tak sempat melupakan lagu itu, lagu cinta.” Semoga!
(Maurits Pardosi)