KISAH IMANNEWS

Pejuang Kanker Hodgkin Stadiun 4A yang Disembuhkan oleh Kuasa Tuhan

Loading

Komsoskam.com. Dalam hidup, tidak ada yang dapat memprediksi kapan badai akan datang. Bagi drg. Michelle Natascha Wahab, badai itu hadir dalam bentuk vonis kanker yang mengancam nyawanya. Namun, di tengah kegelapan, ia menemukan terang yang membawanya pada kesembuhan melalui iman dan doa yang tak hentihentinya dipanjatkan.

Drg. Michelle, yang merupakan umat Paroki Hayam Wuruk, telah aktif dalam kegiatan gereja sejak masih muda. Ia mengawali pelayanannya sebagai misdinar di Gereja Hayam Wuruk hingga SMA, dan kemudian melanjutkan dedikasinya sebagai pembina Sekolah Minggu di Gereja Katedral Medan. Michelle lahir dari keluarga yang harmonis, Ayahnya DR Andy Wahab dan ibunya drg. Shirley Adriana dengan satu orang adik laki-lakinya selalu rajin mengikuti peribadatan di gereja. Teladan Iman dalam keluarga memberikan fundasi kuat yang menuntunnya kelak melewati masa-masa tersulit dalam hidupnya yakni perjuangan melawan kanker stadium 4.

Vonis Kanker yang Mengguncang

Di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa kedokteran gigi, Michelle didiagnosis mengidap Kanker Limfoma Non-Hodgkin Stadium 4A yang menyerang rongga dada di antara jantung dan paruparunya. Penyakit ini menyebabkan sesak napas, batuk tak kunjung sembuh, dan tubuhnya miring ke kiri. Kakinya pun sulit digerakkan. Kanker tersebut membuatnya terseok-seok di kampus hingga terpaksa cuti untuk menjalani kemoterapi.

Michelle menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari RP Yosep Yuki Hartandi, CDD sebelum menjalani Kemoterapi.

Yang lebih menyakitkan, dokter memperkirakan usianya hanya tinggal beberapa bulan. Orang tuanya berusaha menyembunyikan kenyataan pahit ini, takut bahwa Michelle akan semakin drop. Mereka terus berupaya mencari informasi dari dokter-dokter lainnya, namun semua diagnosanya sama. “Dunia terasa gelap dan pijakan kaki pun terasa goyang, begitulah siksaan yang dirasakan orangtua saya saat mendengar penyampaian dokter” kenang Michelle. Tiada hari tanpa air mata, orangtua berusaha tegar dan meneguhkannya. Tindakan medis harus segera dilakukan, kemoterapi menjadi usulan dan itu harus dimulai dengan biopsi.

Kuasa Doa dan Kemurahan Tuhan Di tengah keraguan untuk menjalani biopsi, orangtuanya membawa Michelle berdoa ke Goa Maria Namo Pencawir Tuntungan. Sungguh suatu perjuangan untuk sampai ke lokasi tersebut. Ia dibawa dengan tabung oksigen karena kondisi memang sangat sesak. Di sini, Pastor Simon Kemit OFMConv. merayakan Misa untuk kesembuhannya. Dari Goa Maria Namo Pencawir itu, seorang pendoa menyampaikan pesan Bunda untuk membawa satu kuntum bunga mawar dan air suci dari kolam. Pendoa itu juga meyakinkan bahwa Michelle pasti bisa sembuh. “Belum terlalu parah penyakitnya” kata pendoa tersebut menirukan. Mendengar itu, merekapun terdiam dan tertegun, antara percaya dan tidak namun berharap benar adanya.

Peneguhan dan pertolongan Tuhan itu sungguh ia rasakan sepanjang proses penyembuhannya. Ia juga mengingat, suatu kali ia dibawa orangtuanya ke gereja Katedral, rupanya saat itu bertepatan dengan HUT Katedral Medan, tepatnya 8 Desember 2021. Di tengah acara Pesta meriah itu pastor Benno Ola Tage keluar dan mendoakannya di mobil. Saat itu ia tak sanggup turun dan berjalan. Mendengar doa dan peneguhan pastor itu, ia pun semakin berpengharapan. Ia mengingat, Pastor Benno akan berdoa dan berpuasa untuk kesembuhannya. Dari situ, rantai doa terus berlanjut, Doa Love Praying Family, Pendoa dari Goa Maria Namo Pecawir, Apostolat Kerahiman Ilahi Paroki Kristus Raja, doa Pastor dari berbagai tempat terus mengalir mendukungnya.

Michelle berfoto di Gua Maria Namo Pecawir, setelah 8 x menjalani kemoterapi.

Dalam penderitaan ini iIa mengikuti rangkaian doa yang bertautan. Melalui meditasi Rosario, Michelle merasakan kehadiran Bunda Maria Lourdes, dan dalam Doa Koronka, ia melihat Tuhan Yesus mengenakan mahkota di atas kepalanya. Pengalaman ini begitu menyentuh hati dan imannya. “Tuhan itu hadir dalam penderitaan dan memberikan mukjizat bagi mereka yang percaya”ungkapnya.

Namun ada juga saat ia mengalami pasang surut emosi. Ia sempat marah dan kecewa pada Tuhan. Ia mempertanyakan mengapa ia yang divonis kanker? Ia merasa seolah-olah segala usahanya sia-sia. Dalam hatinya, timbul pembelaan diri: “Aku sudah hidup sehat, Tuhan. Aku tidak pernah merokok, tidak pernah mengonsumsi makanan sembarangan. Kenapa justru aku yang terkena kanker?” Rasa penolakan terhadap kehendak Tuhan pun muncul, seolah ia merasa Tuhan itu tidak adil.

Namun, perlahan Tuhan menguatkannya. Pesanpesan penguatan dari media sosial dan doa orang-orang sekitarnya mulai mengubah hatinya. Salah satu momen paling menggetarkan baginya adalah ketika seorang suster Putri Karmel meneleponnya dan menyarankan agar ia meminta kebahagiaan dari Tuhan. Dalam hatinya berontak “bagaimana saya mau bahagia degan kondisi seperti ini?”. Ia marah dan mematikan telepon penuh kesal. Perlahan ia bermenung dan berdoa dalam hati “Tuhan tolong berikan saya sukacita”. Dalam seketika ia seperti dipenuhi sukacita. Tidak marah lagi. Mengingat itu ia begitu takjub, Tuhan mengabulkan doanya. Tuhan memberikan sukacita dalam hatinya meski disaat ia sedang menderita kesakitan. Sungguh ia mengalami dan merasakan bahwa Tuhan itu hadir dan memberikan cintaNya.

Kesembuhan Dari Tuhan

Pada Mei 2022, setelah menjalani delapan kali kemoterapi, Michelle menjalani pemeriksaan CT scan. Hasilnya menunjukkan masih ada sedikit sisa sel kanker. Kekecewaan kembali datang, tetapi Tuhan kembali berbicara melalui pesan yang ia temukan di layar ponselnya. “Masih ada pelangi sehabis hujan.” Harapannya pun kembali menyala.

Melalui pemeriksaan lebih lanjut, dokter menyatakan bahwa sisa sel kanker dalam tubuhnya sudah tidak aktif. Ia tidak perlu menjalani radiasi atau kemoterapi lanjutan, hanya kontrol rutin setiap bulan. Michelle percaya, mukjizat Tuhan nyata dalam hidupnya. Kesembuhan yang dialaminya adalah bukti kasih Tuhan yang tak terbatas.

Drg. michelle saat bertugas di Aceh , Puskesmas Idi Rayeuk

Ia akhirnya bisa menyelesaikan kuliah dokter gigi, meraih gelar dokter seperti yang ia dambakan selama ini. Lewat penderitaannya Tuhan memakai hidupnya menjadi saksiNya. Kini dalam keseharian dan pekerjaannya ia senantiasa menceritakan mukjizat dan kebaikan Tuhan. Michelle juga membagikan cerita menarik, semasa internship di Aceh Timur, tepatnya di Idi Rayeuk. Di sana sama sekali tidak ada gereja Katolik, maupun Protestan. Semuanya beragama Islam. Untuk menjaga imannya, ia membawa sejumlah perlengkapan rohani seperti Alkitab, Salib, Bunda Maria, lilin dan tentunya dengan Rosario yang selalu ia kenakan di leher demikian juga dengan gelang rosario yang dibuat oleh kakak sepupunya sejak pertama kali menjalani kemoterapi. Selain itu, Michelle juga membawa Air Suci dan Bunga Mawar dari Goa Maria Namo Pencawir.  

Ia merupakan dokter gigi non muslim dan suku Tionghoa yang pertama diutus ke tempat itu. Di sana ia banyak belajar untuk saling menghargai dan menjalin persaudaraan. Ia memilih untuk mengenakan hijab dengan model seadanya. Hingga akhirnya banyak pasien dan masyarakat yang terkejut ketika tahu ia bukan muslim. Soalnya ia selalu menunjukkan identitas kekatolikannya dengan tanda salib ketika berdoa. Ia kemudian belajar dari internet hingga akhirnya bisa mengenakan hijab dengan berbagai model dan nyaman baginya sampai ia mendapat pujian dari masyarakat dan pasien-pasien yang dilayaninya.

Ia tertarik dengan budaya Aceh, sehingga pada waktu luang ia berupaya untuk belajar bahasa Aceh dan budayanya. Dengan bahasa itu ia menjadi dekat dengan masyarakat setempat, ia bisa belanja keperluan seharihari dan berinteraksi dengan bahasa Aceh pula. Singkat cerita ia diangkat menjadi “aneuk kumun” yang artinya keponakan. Lewat kebersamaan dan kekeluargaan itu, ia juga mengaku sering diminta untuk berbagi ceirta tentang Agama Katolik, termasuk bagaimana Tuhan dengan perantaraan Bunda Maria menolongnya sembuh dari Kanker Limfoma Non-Hodgkin Stadium 4A. Ternyata Tuhan punya rencana indah dalam hidup Michelle, lewat derita dan kesembuhannya ia telah dipakai Tuhan mewartakan kebaikan Kristus kepada orang-orang yang belum mengenal-Nya.

Sebagaimana dikisahkan drg. Michelle kepada Menjemaat.

Facebook Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *