KATEKESE

Menyingkap Kisah Natal Secara Teologis dari Kitab Suci

Loading

Penginjil Matius pun berulang kali mengutip kitab para nabi untuk mengaitkan kisah Natal dan kanak-kanak Yesus dengan Perjanjian Lama. Misalnya, setelah malaikat menampakkan diri kepada Yusuf dan memberitahukan kalau Maria mengandung dari Roh Kudus, Penginjil Matius menulis bahwa hal itu untuk menggenapi nubuat Nabi Yesaya: “Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamai Dia Imanuel” (Yes 7:14).

Penginjil Lukas menyusun kisah Natal dan kanak-kanak Yesus untuk menjembatani Kitab Suci orang-orang Yahudi dengan Injil Yesus dan di jembatan itu bertemu tokoh-tokoh Perjanjian Lama dengan tokoh-tokoh Injil. Pasangan Zakharia dan Elisabet yang melahirkan Yohanes Pembaptis di hari tuanya meski Elisabet mandul mirip dengan pasangan Abraham dan Sara yang melahirkan Ishak di hari tuanya meski Sara mandul. Kesejajaran nampak dalam jawaban Zakharia kepada malaikat yang mengutip secara harfiah jawaban Abraham (Luk 1:18; Kej 15:8), pun reaksi gembira Elisabet bersama tetangganya yang sama dengan kegembiraan Sara bersama orang-orangnya (Luk 1:58; Kej 21:6). Kemiripan juga tertemukan dengan pasangan Elkana dan Hana yang melahirkan Samuel di hari tuanya meski Hana mandul (1Sam 1:1-20). Sedangkan pemberitahuan kelahiran Yohanes Pembaptis kepada Zakharia di tempat kudus Bait Allah Yerusalem sama dengan pemberitahuan kelahiran Samuel dari imam Eli di tempat kudus peribadatan Silo (Luk 1:9,13; 1Sam 1:3,17). Kedua anak yang akan dilahirkan itu pun tidak akan minum anggur atau minuman keras (Luk 1:15; 1Sam 1:9-15) dan kidung Maria (Luk 1:46-55) mengingatkan akan madah Hana (1Sam 2:1-10).

Gema Perjanjian Lama (Kej 16:7-12; Hak 13:3-20) terus berlanjut dalam pemberitahuan kelahiran Yesus kepada Maria oleh Malaikat Gabriel yang intinya menyangkut identitas Yesus. Identitas Yesus sebagai Anak Allah yang menjadi keturunan Daud (Luk 1:32-33) merupakan kutipan dari 2Sam 7:9,13-14,16. Sedangkan reaksi Maria dalam Luk 1:34 (“Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”) memungkinkan Malaikat Gabriel menjelaskan peranan Allah, sekaligus mengungkapkan identitas Yesus sebagai Anak Allah: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Luk 1:35). Juga sebagaimana Hana membawa Samuel ke tempat kudus untuk dipersembahkan kepada Imam Eli yang sudah lanjut usia (1Sam 1:25; 2:11), demikian halnya Maria mempersembahkan Yesus ke Kenisah dan diterima oleh Simeon yang sudah tua. Tentang Yesus dan Samuel itu dikatakan bahwa mereka semakin bertambah kuat dan berkenan “di hadapan Allah dan manusia” (1Sam 2:21,26; Luk 2:40,52).

Penginjil Lukas mengetengahkan perintah Kaisar Agustus untuk mengadakan sensus penduduk. Agustus adalah kaisar Romawi yang pada thn.29 SM berhasil mengakhiri perang sipil yang telah berlangsung hampir satu abad. Masa pemerintahannya dipropagandakan sebagai masa kejayaan berkat kuasa dan kebajikannya. Karena itu antara thn.13-9 SM didirikan sebuah altar besar perdamaian Ara Pacis Augustae. Lalu orang-orang Yunani di Asia Kecil menjadikan tanggal kelahiran Agustus, 23 September, sebagai hari pertama dari Tahun Baru. Alhasil, di Halikarnasus, Agustus dielu-elukan sebagai “penyelamat seluruh dunia” dan dalam prasasti Priene ditetapkan: “Hari lahir dewa yang menandai permulaan kabar baik bagi dunia.”

Penginjil Lukas mengangkat sensus penduduk tersebut sebagai latar belakang kisah Natal dengan maksud untuk mempertentangkan antara Agustus dan Yesus. Saat manusia mendirikan sebuah altar Pax Augustae, para malaikat surgawi menyanyikan Pax Christi: “Damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk 2:14). Dengan demikian hari kelahiran yang menandai permulaan zaman baru tidak terjadi di Roma, tetapi di Betlehem. Prasasti Priene buatan manusia digantikan dengan paduan suara para malaikat: “Aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (Luk 2:10-11).

Penggenapan janji-janji Perjanjian Lama pun semakin jelas ketika penginjil Lukas beralih dari sensus penduduk ke kisah Natal: “Ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan” (Luk 2:7 bdk. 2:12,16). Penginjil Lukas bermaksud memaparkan sebuah palungan sebagai simbol untuk menyegarkan ingatan orang akan keluhan Allah terhadap keangkuhan bangsa Israel: “Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya” (Yes 1:3). Dengan demikian melalui kisah Natal dalam palungan Penginjil Lukas mau mengatakan bahwa ucapan Nabi Yesaya itu kini sudah dibatalkan. Sebab saat kabar gembira tentang kelahiran Yesus diwartakan kepada para gembala, mereka lalu pergi cepat-cepat mencari bayi di palungan itu dan mulai memuji-muji Allah. Kini umat Allah telah mengenal kembali palungan yang disediakan oleh Tuhan-Nya.

* Artikel ini sebelumnya dimuat di majalah Menjemaat edisi Januari 2020, dengan judul NATAL: LAPORAN TEOLOGIS

 

Facebook Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *