KATEKESE

Menyingkap Kisah Natal Secara Teologis dari Kitab Suci

Loading

Penulis: RP. Surip Stanislaus OFM Cap|

(Dosen Kitab Suci di STFT Pematangsiantar)

 

Laporan historis tentang Natal di Betlehem menyuguhkan data-data yang argumentatif dan terpercaya, tetapi para penginjil menuliskan Injilnya bukan dengan maksud untuk terutama melaporkan historisitasnya melainkan lebih sebagai laporan teologis. Karena itu kita tidak perlu mencari-cari dan memperdebatkan historisitasnya, tetapi yang harus lebih kita cermati adalah muatan teologinya.

Melalui kisah Natal, para penginjil mau mewartakan identitas ganda Yesus dan penerimaan/penolakan terhadap-Nya. Kisah Natal juga dimaksudkan sebagai laporan tentang perwujudan sejarah keselamatan umat manusia yang telah dimulai dalam sejarah bangsa Israel. Perjanjian Lama adalah Kitab Suci orang-orang Kristen Yahudi di zaman Penginjil Matius dan Lukas. Kenyataan itu mendorong keduanya untuk mengambil inti sari dan merangkum kisah-kisahnya, lalu menyusun kisah Natal dan kanak-kanak Yesus sebagai peralihan atau jembatan penghubung antara Perjanjian Lama dan karya pelayanan Yesus.

Penginjil Matius memulai kisahnya dengan silsilah Yesus yang merujuk pada Abraham. Daftar nama-nama dalam silsilah itu merangkum kisah para bapa bangsa (Abraham, Ishak, Yakub), lahirnya kerajaan hingga pembuangan ke Babel, dan masa sesudah pembuangan sampai tampilnya Yusuf yang bertunangan dengan Maria yang memperanakkan Yesus. Silsilah itu mau menunjukkan bahwa tindakan Allah terhadap bangsa Israel merupakan bagian dari karya penyelamatan-Nya dalam diri Yesus. Keputusan Allah memakai orang-orang yang bukan terbaik, seperti Yakub (perebut hak anak sulung) dan Yehuda (mertua yang berzinah dengan menantunya) dan bukan memakai orang-orang jujur dan saleh, seperti Esau dan Yusuf, bertautan dengan keputusan Yesus yang lebih memilih bergaul dengan orang-orang berdosa daripada orang-orang saleh. Pemaparan masa kerajaan dari Raja Daud yang membawa kejayaan bangsa Israel hingga penghancuran Bait Allah dan pembuangan ke Babel merujuk pada perjuangan Yesus agar para murid-Nya tidak mencari kekuasaan dunia tetapi menggantungkan diri sepenuhnya pada kuasa Allah. Penampilan daftar orang-orang tidak penting yang tak dikenal sesudah Zerubabel sampai Yakub pun mengacu pada para nelayan Galilea dan pemungut cukai yang akan menjadi ahli waris kerajaan Yesus.

Baca juga  Peran Orangtua dalam Keluarga?

Penginjil Matius juga menampilkan yang tidak biasa dalam silsilah masyarakat patriarkhal dengan mengangkat nama-nama perempuan, yang nota bene bukan orang-orang saleh, seperti Sara, Ribka dan Rahel, tetapi justru yang berpredikat buruk: Tamar, seorang menantu yang berzinah dengan mertuanya (Kej 38), Rahab, seorang pelacur profesional di Yerikho (Yos 2), Rut, seorang kafir dari Moab (Rut 1-4), dan Betsyeba, isteri Uria yang selingkuh dengan Daud (1Sam 11). Orang-orang yang masuk dalam kategori pendosa itu dipakai Allah sebagai penyalur rahmat penyelamatan-Nya dan mempertahankan warisan Israel sebagai bangsa terpilih. Semua itu mengantisipasi campur tangan Allah dalam tampilnya Maria, seorang gadis yang masih bertunangan tetapi telah mengandung karena kuasa Roh Kudus. Seorang gadis yang mengandung saat masih bertunangan, bagi orang Yahudi melanggar hukum kemurnian perkawinan (Ul 22:23-27) dan digolongkan dalam kategori berzinah yang harus dihukum rajam. Namun Maria itu justru dipilih Allah untuk melahirkan Yesus ke dunia.

Pemberitahuan kelahiran Yesus kepada Yusuf pun mengikuti pola pemberitahuan kelahiran yang khas dalam Perjanjian Lama, seperti kelahiran Ishak (Kej 17:15-21). Pemberitahuan itu menghubungkan gema kisah Bapa-bapa Bangsa dengan kabar gembira bahwa Yesus bukan saja keturunan Daud, tetapi juga merupakan kehadiran Allah di tengah-tengah kita. Sedangkan mimpi Yusuf dan keberangkatannya ke Mesir demi keselamatan Yesus dari kekejaman Herodes Agung mengingatkan akan nama Yusuf dalam Perjanjian Lama, si tukang mimpi yang dibawa ke Mesir dan terbebas dari upaya pembunuhan terhadap dirinya (Kej 37:1-36). Terluputnya Yesus dari kekejaman Raja Herodes Agung yang memerintahkan pembunuhan anak-anak umur dua tahun ke bawah juga merupakan duplikat terbebaskannya Musa dari kejahatan firaun Mesir yang menitahkan pembunuhan semua anak-anak laki Ibrani yang baru lahir (Kel 1:15-2:10). Kembalinya Yusuf bersama Maria dan Yesus dari Mesir ke tanah Israel karena orang yang hendak membunuh Yesus telah mati pun senada dengan kisah kembalinya Musa dari tanah Midian ke Mesir karena perintah Tuhan: “Kembalilah ke Mesir, sebab semua orang yang ingin mencabut nyawamu telah mati” (Kel 4:19).

Baca juga  Goresan Kecil Tentang Warna-Warni Hidupku

Kisah ketiga orang Majus dari Timur dan bintang juga menggemakan kisah Perjanjian Lama tentang Musa dan Bileam (Bil 22-24). Waktu itu Musa sedang membimbing bangsa Israel menuju Tanah Terjanji lewat daerah seberang Yordan dan bertemu dengan Balak, raja Moab yang jahat. Raja itu mengundang Bileam, seorang peramal terkenal dari Timur, untuk menggunakan ilmu sihirnya melawan Musa dan bangsa Israel. Namun Bileam bukannya mengutuk Musa, melainkan malah bersaksi tentang penglihatannya: “Aku melihat dia, tetapi bukan sekarang; aku memandang dia, tetapi bukan dari dekat; bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel…” (Bil 24:17). Daudlah yang dimaksudkan dengan bintang, yakni orang yang akan diberi tongkat kekuasaan atas kerajaan Israel. Sebagaimana Bileam telah melihat terbitnya bintang Daud, orang-orang Majus pun telah melihat munculnya bintang Mesias, raja yang diurapi dari keturunan Daud. Sebagaimana Bileam tidak memenuhi permintaan Raja Balak karena melihat bintang terbit atas Israel, demikianlah orang-orang Majus lebih memilih taat kepada Allah daripada Raja Herodes karena telah melihat Yesus, bintangnya orang-orang Yahudi.

Facebook Comments

Ananta Bangun

Pegawai Komisi Komsos KAM | Sering menulis di blog pribadi anantabangun.wordpress.com

Leave a Reply