Kenapa Ada Dupa dalam Perayaan Ekaristi ? Ini Penjelasannya
Umat bertanya : Pastor… Apa latar belakang dan makna penggunaan dupa dalam perayaan Ekaristi? Mohon Penjelasannya.
Katolik kadang-kadang disebut agama “lonceng dan aroma” (bells and smells). Tradisi kekatolikan kita melibatkan seluruh pribadi. Tuhan menciptakan kita sebagai satu kesatuan tubuh dan jiwa, dan kita mengembalikan diri kita sepenuhnya kepadaNya dalam penyembahan. Kita menyembahNya dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24); dan dalam “penyembahan rohani” kita, kita “mempersembahkan tubuh kita” juga “sebagai persembahan yang hidup” (Rm 12:1). Dengan demikian, ibadat Gereja melibatkan semua diri kita, termasuk indera jasmani dan rohani kita. Dalam liturgi, kita merenungkan Injil, tetapi itu belum semuanya. Kita mendengarnya, melihatnya, merasakannya, mengecapnya, dan mencium aromanya juga. Kita membunyikan lonceng untuk menandai kehadiran Tuhan. Kita membakar dupa harum di depan altarNya.
Usai perayaan Misa malam Natal, saya mendekati seorang gadis simpatisan Katolik (dia sedang menjalani persiapan untuk menerima sakramen inisiasi) dan bertanya kepadanya, “Apa tanggapanmu atas perayaan tadi, di mana dupa (ukupan) dan ikon, sujud dan bungkuk, nyanyian dan lonceng?” Ia menjawab dengan meyakinkan, “Semua inderaku terlibat. Sekarang saya tahu mengapa Tuhan memberi saya tubuh: untuk menyembahNya dengan seluruh diriku bersama umat-Nya dalam liturgi. Liturgi itu mesti indah.” Ya, Ibadah kita tidak hanya baik dan benar, tapi juga indah, estetis. Kita membuat liturgi kita indah karena liturgi itu untuk Tuhan.
Ada alasan bagus mengapa orang non-Katolik mengaitkan kita dengan lonceng dan aroma. Lonceng dan aroma ini memberi kesan sedemikian kuat sehingga beberapa khawatir dupa menjadi penyimpangan dari ibadat sejati. Mereka khawatir bahwa itu mungkin menggeser liturgi ke pengalaman estetika belaka, sebuah agama yang bersifat eksternal dan bukan kehidupan batin yang sejati. Tuhan telah memperingatkan orang Israel terhadap kemegahan itu; dan, melalui nabi Yesaya, Dia bahkan melangkah lebih jauh dengan mengatakan kepada mereka: “Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku” (Yes 1:13:). Namun Tuhan tidak menghapuskan bentuk ibadah eksternal. Dia ingin orang-orangnya berhenti mengabaikan disposisi batin mereka. Bahkan, melalui nabi Maleakhi, Allah menubuatkan bahwa suatu hari dari terbitnya matahari sampai terbenamnya, di setiap tempat dupa dipersembahkan untuk nama-Ku (bdk. Mal 1:11).
Memang, dupa adalah bagian penting dari agama alkitabiah – dan itu tetap demikian – karena Allah sendiri yang berupaya membuatnya demikian. Persembahan dupa adalah tugas penting dari para imam Perjanjian Lama, dan hukum kuno mengambil perhatian khusus untuk meresepkan wewangian, bejana, dan ritus-ritusnya (lihat Kel 30). Tentang imam besar Harun, Allah berfirman, “Aku telah memilihnya dari segala suku Israelmenjadi imam bagi-Ku, supaya ia mempersembahkan korban di atas mezbah-Ku, membakar ukupan” (1Sam 2:28).