Memaknai Hari Raya Yesus Kristus Raja Semesta Alam
Gereja Katolik merayakan Hari Raya Tuhan Kita Yesus Krisus Raja Semesta Alam berdasarkan Ensiklik Quas Primas (Yang Pertama) dari Paus Pius XI yang ditetapkan pada tgl. 11 Desember 1925. Ensiklik ini melawan arus sekularisme yang telah mempengaruhi dan mulai berdampak buruk bagi Gereja. Sadar bahwa sebuah Ensiklik saja tidak akan cukup untuk melawan arus liberalisme dan sekularisme, Paus Pius XI menghendaki adanya perayaan liturgis yang pelan-perlahan tetapi pasti dan efektif akan mengubah mentalitas umat Katolik. Maka, menjelang akhir perayaan Yubileum thn. 1925 diselenggarakan triduum (tiga hari khusus untuk berdoa dan bermeditasi) memohon agar kasih Kristus meraja dan umat Katolik dijauhkan dari godaan segala bentuk berhala modern.
Kerajaan Spiritual
Umat Katolik harus memusatkan dan mengandalkan kuasa Kristus Raja Semesta Alam yang menegaskan kuasa-Nya saat ditanya Pilatus, “Jadi Engkau adalah raja?” dan jawab-Nya, “Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran…” (Yoh 18: 37). Kuasa Kristus Raja Semesta Alam, yang sungguh Ilahi dan insani inilah yang pada tgl. 11 Oktober 1954 ditegaskan kembali oleh Paus Pius XII dengan Ensiklik Ad Caeli Reginam (Ratu Surga). Kerajaan-Nya bermakna spiritual, karena senjatanya kasih dan kebenaran serta lawannya kuasa Iblis/kejahatan.
Paus Pius XII pun terus mengecam beragam bentuk modern penyembahan berhala di Eropa dan Amerika Latin (Meksiko) yang berupa berhala ekonomi, intrik politik, rasisme dan perang. Gereja Katolik telah dan terus merayakan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam sejak thn. 1925 setiap tgl. 20 November. Mulai thn. 1970 perayaan liturgis ini dipindahkan dan dirayakan setiap Minggu terakhir dalam Masa Biasa (sebelum Masa Adven) sebagai penegasan iman akan Kristus, Sang Alfa dan Omega, penguasa waktu dari awal hingga akhir (Why 21:16).
Orang-orang Yahudi masih terus menantikan datangnya Mesias, yang dalam bahasa Ibrani Messiah dan artinya “yang terurapi”. Ia adalah Raja dari garis keturunan Daud yang kedatangannya diharapkan akan membebaskan bangsa Yahudi dari penjajahan Romawi dan mengembalikan kejayaan Israel. Ketika ditanya Pilatus, “Engkau inikah Raja Orang Yahudi?” (Yoh 18:33), Yesus mengyakan tetapi dengan tegas berkata, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; Jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini” (Yoh 18:36). Kerajaan Yesus memang bukan dari dunia ini, karena Kerajaan-Nya adalah Kerajaan Allah dan kehadiran-Nya di dunia menjadi wujud nyata hadirnya Kerajaan Allah di bumi.
Pengakuan Raja dalam Alkitab
Teks biblis berikut pun mendasari pengakuan bahwa Yesus adalah Raja. Orang-orang Majus dari Timur yang telah melihat bintang sebagai tanda kelahiran Yesus, pergi mengikutinya dan bertanya kepada Herodes, “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu?” (Mat 2:2); Kata Natanael kepada Yesus, “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!” (Yoh 1:49). Bacaan Injil pada Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam diambil dari Mat 25:31-46.
31Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas tahta kemuliaan-Nya. 32Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, 33dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. 34Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. 35Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; 36ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku […] Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. 41Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. 42Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; 43ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku […] Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.46Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.
Mat 25:31-46 mengisahkan nubuat tentang pengadilan terakhir dengan datangnya Anak Manusia dalam kemuliaan-Nya sebagai Raja yang mengumpulkan dan mengadili semua bangsa: “Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing…” Di daerah Palestina, orang-orang suku Badui dikenal sebagai para gembala di padang gurun. Pada waktu siang kawanan domba bercampur dengan kambing dan sama-sama merumput. Pada waktu menjelang malam kawanan kambing dipisahkan ke tempat yang lebih terlindung dan hangat karena tipis bulunya, sedangkan domba-domba dibiarkan tidur di tempat terbuka. Nah, bagaikan gembala yang memisahkan kawanan domba dari kawanan kambing, demikian halnya Anak Manusia akan mengadili semua bangsa pada akhir zaman: “Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas tahta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang…”
Raja yang Akan Mengadili Seluruh Umat Manusia
Penginjil Matius merujuk pada tradisi Yahudi (bdk. Henokh 45:3; 51:3) yang mendudukkan Anak Manusia pada tahta Allah. Anak Manusia menjadi wakil Allah dalam kemuliaan sebagai Raja. Kemuliaan adalah keagungan dan kuasa yang tak dapat dipisahkan dari Allah atau Raja. Gambaran kemuliaan-Nya sebagai Raja itu semakin semarak dengan hadirnya malaikat-malaikat yang mendampingi-Nya. Jadi, yang menjadi Raja dan Hakim adalah Kristus.
Para malaikat itu mengumpulkan bukan hanya bangsa pilihan, umat Israel, tetapi semua bangsa atau semua manusia dari setiap periode sejarah. Sebab sampai pada saat pengadilan terakhir, semua bangsa sudah mendapat penginjilan dari para murid Yesus (Mat 28:19; 24:14), sehingga semuanya harus berhadapan dengan Kristus, Raja dan Hakim. Jadi, Anak Manusia menjadi Hakimnya sendiri. Ia mengadili semua bangsa dengan pemisahan seperti seorang gembala memisahkan kawanan domba dari kambing. Kawanan domba adalah orang-orang benar dan sebaliknya kawanan kambing gambaran untuk orang-orang jahat.
Pemisahan orang-orang benar dari orang-orang jahat dalam proses pengadilan oleh Anak Manusia itu ibarat gembala yang memisahkan dan menempatkan kawanannya: “Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya.” Menurut pemikiran dunia kuno dan adat istiadat orang Yahudi, posisi di sebelah kanan atau pun kiri menggambarkan tempat kekuasaan atau wewenang. Tetapi sebelah kanan dipandang sebagai bagian yang lebih terhormat dan menguntungkan/mujur, sedangkan sebelah kiri sebagai bagian yang kurang terhormat dan merugikan/sial.
Pemisahan kemudian dilanjutkan dengan dialog pengadilan yang dikemas secara sejajar baik antara Raja dengan kawanan di sebelah kanan (Mat 25:34-40) maupun antara Raja dengan kawanan di sebelah kiri (Mat 25:41-45). Terhadap kawanan di sebelah kanan, Raja berkata: “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.” Orang-orang benar atau orang yang melakukan kehendak Allah akan menerima anugerah Kerajaan yang sejak awal sudah disiapkan oleh Allah bagi mereka. Sedangkan orang-orang jahat akan mendapat siksaan yang juga sudah disiapkan oleh Allah bagi Iblis dan abdi-abdinya: “Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.”
Anugerah dan siksaan itu disertai dengan alasan berupa enam tindakan belaskasih yang dilakukan atau tidak dilakukan untuk Raja dan Hakim yang mengalami berbagai kesusahan. Kepada orang-orang benar dikatakan: “Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” Kepada orang-orang jahat dikatakan: “Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku.”
Pengadilan itu untuk bangsa-bangsa, namun setiap orang diadili menurut perbuatannya masing-masing. Ukuran yang dipakai untuk pengadilan adalah perbuatan belaskasih yang berupa pelayanan kepada Raja dan Hakim lewat pelayanan kebutuhan pokok orang-orang yang berkesusahan. Oleh karena itu, reaksi ketidaktahuan orang-orang benar dan orang-orang jahat dijawab dengan: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.”
Bagi orang Yahudi, menghina manusia sama halnya menghina Allah, karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Sedangkan salah seorang dari saudara yang paling hina dimaksudkan dengan setiap orang kecil yang berkesusahan. Perbuatan belaskasih kepada mereka ini dipandang sebagai perbuatan belaskasih kepada Kristus, Raja dan Hakim. Sebab Kristus sendiri telah menyamakan diri dengan orang-orang kecil menderita itu. Selama berkarya pun Ia telah menolong mereka dan di akhir pelayanan-Nya Ia telah menjadi serupa dengan mereka dalam penderitaan. Mereka adalah gambar dan rupa Kristus yang paling nyata di dunia ini.
Pengadilan pun berakhir dengan pemberian kekekalan anugerah bagi orang benar dan siksaan bagi orang jahat: “Mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.”
( RP Ivo Simanullang OFMCap. Dosen STFT Filsafat Unika St. Thomas di Pematang Siantar)
Refleksi Sebagai pengikut Kristus, kita harus peka dan peduli kepada sesama, khususnya yang menderita dan membutuhkan uluran tangan kita. Tidak jarang kita bersikap acuh tak acuh, tak peduli, bahkan bertindak kasar terhadap orang-orang yang butuh bantuan, padahal Allah akan menghakimi menurut perbuatan kasih yang telah kita lakukan. Apa mau kita sekarang?
|