KATEKESENEWS

Semangat “Menjemaat” Keuskupan Agung Medan

Gencarnya pemberitaan dan informasi melalui media online dan elektronik memicu persaingan sengit media massa saat ini. Media cetak, elektronik, dan online saling berlomba menampilkan informasi teraktual dan mendalam untuk menarik perhatian publik. Muncul tantangan, terutama bagi media cetak. Apakah media cetak masih diminati dan dibutuhkan, sementara pemberitaan dan informasi online begitu cepat dan sangat mudah diperoleh? Persaingan antar media dianggap akan mematikan media cetak. Bagaimana dengan Majalah Menjemaat, sebagai media cetak Keuskupan Agung Medan yang telah berusia 41 tahun? Apa keistimewaan media ini, dan apakah masih dibutuhkan umat? Team Menjemaat menjajaki sejarah awal penerbitan majalah ini melalui wawancara dengan Mgr.A.G.Pius Datubara.

Menjemaat artinya meng-umat, untuk umat. Meng-umat berarti sama dengan gereja. Pada dasarnya gereja seluruhnya bermakna perutusan. Jadi, gereja esensinya adalah perutusan kabar gembira dan keselamatan Allah untuk umat manusia melalui Yesus. Melalui media ini semua umat diberi kesempatan untuk mengarang, berkatekese. Maka awalnya kita mau turun ke bawah, dari akar sampai ke atas dalam segala jenjang kehidupan umat. Semua jenjang harus disentuh. Juga supaya berita-berita di KAM dapat disebarkan ke umat lainnya di luar KAM, seperti ke umat di pulau Jawa,” “Dengan misinya, Menjalin Persaudaraan Umat, Menjemaat diharapkan dapat membantu umat untuk saling terhubung melalui pemberitaan, kabar yang dibagi satu sama lain antar paroki dan stasi di keuskupan ini. Supaya umat tahu kejadian yang berlangsung di paroki atau daerah lain melalui berita kegiatan yang dimuat di Menjemaat. Maka itu, Menjemaat ini dikenal sebagai komunikasi antar umat.

Namun kenyataan saat ini, kegiatan-kegiatan di paroki atau stasi hanya menjadi kegembiraan yang berkepentingan, bukan lagi seluruh umat KAM, maka publikasi sebatas mereka saja.”“Dari segi isi dan tampilan, menurut saya masih menarik. Masih layak dan baik untuk dibaca. Setiap bulan saya menerima Menjemaat ini. Saya selalu membaca, sekurang-kurangnya bagian depan saya lihat, membaca sepintas kejadian atau berita di Menjemaat. Sering ada keluarga yang meminta Menjemaat ini dari saya. Kadang-kadang menjadi tidak saya baca karena sudah diminta orang. Berita-beritanya variatif, para penulisnya juga sangat berkompeten. Hanya orang-orang tidak suka lagi membaca yang berat-berat sekarang, yang ringan-ringan saja. Padahal Menjemaat inilah sebenarnya yang kokoh menggereja. Minat baca menjadi kurang juga karena televisi media-media elektronik, orang-orang muda juga lebih suka yang instan-instan. Makanan, tontonan, begitu instan, sehingga yang berat ditinggalkan. Dampak lebih parah, ke gereja pun akan menjadi malas.

Media massa elektronik dan online memang unggul dalam kecepatan dan kebaruan informasi, namun kurang mendalam dan investigasi. Berita dan informasi di media cetak, majalah dan Menjemaat ini lebih lengkap, lebih mendalam dan serius. Maka Menjemaat lebih unggul dalam hal muatan isinya.”“Menjemaat awalnya terbentuk dari tim katekese, karena pada waktu itu berkembang aktivitas dan kesaksian para katekis yang mewarta melalui sermon-sermon dan kursus-kursus. Karna luasnya wilayah penggembalaan keuskupan, untuk memperluas hal-hal yang dikursuskan, maka amanat Rapat Diosesan I pada 1980 merekomendasikan penerbitan Menjemaat.

Dulu media massa juga belum seramai dan secepat di zaman ini. Sejak awal diterbitkan, sasaran Menjemaat adalah seluruh umat KAM, maka dijual dengan harga terjangkau dan tim yang mengerjakan pun tak dibayar atau digaji. Bahkan pastor pun rela mebagi-bagikan dan membayar di depan. Lalu bergabung tim kitab suci dan liturgi. Karena itulah yang utama dalam hidup menggereja. Saya terbitkan Surat Gembala I. Inilah dasarnya dan dari situlah digerakkan. Karena saya katakan agar dalam segala aspek kehidupan harus hidup. Tim saling berkomunikasi dan membangun jejaring yang jenjangnya ke atas harus komunikatif. Tim bekerja setiap hari, maka dulu umat begitu rajin dan tanpa pamrih.”“Refleksinya, di usianya yang sudah 41 tahun, sudah berapa oplah Menjemaat?

Bagaimana perkembangan oplah dari tahun ke tahun? Berapa persen dari keseluruhan umat KAM?”“Jika tidak ada perkembangan, mungkin Menjemaat tidak lagi mengena di hati umat. Atau tim redaksi kurang gencar propagandanya. Barangkali baik juga kalau Uskup membuat surat edaran. Supaya dibaca. Memang sekarang diterpa oleh kecanggihan alat-alat komunikasi. Anak-anak menjadi asyik dengan handphone, lalu pelajaran sekolah pun tidak dihiraukan lagi.”“Saya berharap agar umat tetap meminati kehidupan rohani yang lebih mendalam dan informasi-informasi yang lebih penting, serius dan bukan yang ringan-ringan saja. Itu semua termuat di Menjemaat.   (AGM & Rosalina)

*Tulisan ini juga dimuat dalam Majalah Menjemaat No. 1 | TAHUN KE-42 | JANUARI 2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *