PAKAIAN PESTA || Hari Minggu Biasa XXVIII
Yes 25:6-10a; Flp 4:12-14.19-20; Mat 22:1-14/ Hari Minggu Biasa XXVIII
Pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah semua orang yang kamu jumpai
Yesaya menggambarkan zaman keselamatan ibarat pesta. Tuhan sendiri yang menyiapkan perjamuan dengan anggur tua, masakan yang bergemuk dan bersumsum bagi semua bangsa. Pada saat itu, kain perkabungan akan dikoyakkan, maut dimusnahkan, air mata dan aib dijauhkan dan nyanyian sorak-sorai terdengar memuliakan Yahwe.
Yesus menerangkan Kerajaan Surga dengan perumpamaan perihal raja yang mengadakan perjamuan kawin, pesta istimewa dengan hidangan lezat yang sayang bila dilewatkan. Tapi, pada hari pesta para undangan tidak mau datang dengan aneka dalih. Bahkan ada yang menangkap, menyiksa dan membunuh utusan raja itu. Raja murka. Para pembunuh itu dibinasakan dan kota mereka dibakar. Pesta tidak mungkin dibatalkan. Utusan mengundang siapa saja yang mereka jumpai. Dalam ruangan, raja melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Tangan dan kaki orang itu diikat lalu dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Orang yang menolak undangan atau yang datang tanpa pakaian pesta mengalami nasib yang sama.
Basilika Santo Petrus di Roma termasuk tempat yang ramai dikunjungi turis. Waktu musim panas, karena cuaca begitu gerah, para turis tak selalu berpakaian lengkap. Pada pintu masuk ada petugas yang mengawasi para pengunjung. Ketika sepasang muda-mudi mau masuk, seorang penjaga melarang mereka. “Mengapa kami tak boleh masuk? Kami Katolik juga!” kata mereka. Dengan singkat petugas itu menjawab, “Hanya yang berpakaian lengkap boleh masuk.”
Allah mengundang manusia masuk ke dalam Kerajaan-Nya berpakaian pesta. Menurut Kitab Wahyu, pakaian pesta terbuat dari kain lenan halus, berkilau, putih dan bersih. Pakaian pesta adalah gambaran perbuatan benar orang-orang kudus. Manusia sering anggap enteng undangan Tuhan dengan dalih mengurus hal-hal duniawi, mengejar ambisi dan mengumpulkan harta. Lukas menyebut dalih lain, yakni baru kawin. Kenikmatan biologis, hiburan tak sehat dan hura-hura menghalangi manusia untuk bertemu dengan Tuhan. Tuhan bersikap secara tepat, baik kepada mereka yang menolak undangan-Nya maupun yang menerima undangan tetapi tidak berpakaian pesta. Orang seperti itu tak boleh menikmati sajian. Ia dibuang dalam kegelapan dan siksaan yang paling berat.
Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang terpilih. Bukan jumlahnya yang sedikit yang mau ditekankan. Semua orang dipanggil untuk menikmati Kerajaan Allah, tapi tidak semua bisa menikmatinya. Ungkapan ini menjadi pendorong agar kita tidak melewatkan kesempatan dan tidak sibuk dengan kesenangan pribadi agar terhindar kehancuran.
Tuhan mengundang kita ke perjamuan Anak Domba, bukan karena kita pantas, tetapi karena Tuhan mau agar kita bahagia dan selamat. Kita datang dengan rendah hati seraya mengakui ketidakpantasan kita dan mohon agar Tuhan sudi menyembuhkan kita dari dosa kita serta memberi kita pakaian ketulusan, kejujuran, keadilan dan kebenaran. Itulah pakaian orang-orang kudus Allah. Ikut ke meja perjamuan Tuhan mendorong kita mendandani hidup dengan kasih dan kebaikan seturut kehendak Allah. Amin.