MEMBACA ITU MUDAH
Demo menolak “Omnibus Law”, beberapa hari terakhir ini meninggalkan pesan yakni: PENTINGNYA MEMBACA. Halaman media sosial bumi +62, dipenuhi tulisan orang saling menasehati, menuduh dan mengejek bahwa, demo itu terjadi karena tidak membaca naskah undang-undangnya. Sisi lain ada juga yang mengatakan bahwa demo terjadi justru karena membaca undang-undang tersebut dan menemukan poin-poin yang mencipta ketidakadilan kelak. Mana yang benar? Bukan domein kita untuk menilai. Perlu kita akui bersama bahwa setiap pembaca mempunyai TUJUAN. Saat membaca dia menggunakan “Kaca mata” tertentu agar tujuannya itu mempunyai dasar referensi. Jangankan Undang-Undang atau peraturan-peraturan lainnya. Teks Kitab Suci juga demikian, dibaca dengan tujuan menghujat, meneguhkan, membebaskan atau memenjarakan orang lain. Agar aspek kepentingan ini tidak bertumbuh liar maka selalu ada lembaga, orang, atau kelompok tertentu karena keahlian, tahbisan dll. Maka diberi kuasa dan wewenang untuk menentukan kata akhir. Dalam gereja Katolik ada pada Magisterium, kaitan dengan undang-undang di Indonesia ada pada MK (Mahkamah Konstitusi).
Beberapa tahun yang lalu saya mengikuti Kursus, “BAGAIMANA MEMBACA KONSTITUSI RELIGIUS. ”Menjadi jelas bahwa saat membaca teks yang tertulis, perhatian kita tidak hanya terarah pada teks itu saja, tetapi juga pada konteksnya. Tidak gampang, karena perlu menganalisa historitasnya, suasana yang mengiringinya, sampai pada bagaimana perumusannya sehingga menghasilkan teks modelnya seperti itu. Sisi lain bagaimana teks ditulis, aspek-aspek seperti penggalan-pengalan kalimat, puntuasi, dll. Aspek yang juga tidak kalah penting yakni kepribadian dari si pembaca; hal-hal seperti: kedewasaan, motivasi, dan kemampuan intelektualnya. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi sikap kita setelah membaca. Contoh: Kami yang ikut kursus Membaca Konstitusi Religius kala itu adalah anggota-anggota religius. Tujuaannya kami membaca tidak lain untuk mengkritisi Konstitusi kami masing-masing, sembari menumbuhkan rasa cinta akan panggilan. Otak yang jernih dan hati yang tenang, cinta akan panggilan amat mempengaruhi kami dalam membaca Konstitusi Religius itu. Kala kita membaca teks tanpa konteks, tanpa memperhatikan bagaimana teks itu ditulis, serta buruk motivasi maka tulisan-tulisan itu hanya akan menjadi alasan pembenaran diri.
Pada suatu kesempatan melatih Petugas Liturgi secara khusus para Lektor, setelah membaca, orang yang membaca itu kami minta agar dia menjelaskan dengan kata-kata bebas, apa yang dia mengerti, dari bacaan itu. Menarik, bahwa ada banyak cerita. Mengapa penting mengerti apa yang dibacakan? Kalau aku yang bertugas membaca, tidak mengerti akan apa yang saya bacakan, bagaimana dengan orang lain yang mendengarkan bacaan itu. Bisa menimbulkan banyak pemahaman berbeda dari bacaan yang satu. Dalam latihan itu kami juga memperhatikan kontruksi setiap kalimat, penjelasan tentang konteks, dan tanda-tanda baca atau puntuasinya. Mengapa penting? Di balik rangkaian-rangkaian kalimat itu tersembunyi pesan-pesan. Apalagi Kitab Suci, tentu lebih rumit. Proses latihan membaca ini memberikan kesadaran kepada kami bahwa MEMBACA ITU TIDAK MUDAH.
Campo Belo, 16 Oktober 2020.
(Redaksi Komsoskam.com mengajak kita semua untuk bersatu melawan Virus Covid-19. Selalu terapkan protokol kesehatan dengan 3 M : Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Mencuci Tangan dengan sabun dan air bersih!)