Lima Pilar Tugas Pelayanan Gereja Wajib Kita Pahami
4. Leitourgia (Liturgi)
Liturgi berasal dari kata bahasa Yunani yakni dari kata kerja “Leitourgian” (leos artinya rakyat dan ergon artinya kerja) yang berarti bekerja untuk kepentingan umum, kerja bakti atau gotong royong. Orang yang melakukan pekerjaan itu disebut “Leitourgos”. Dan pekerjaan luhur itu disebut “Leitourgia”. Dari pemahaman ini sekarang kita menggunakan kata “Liturgi” untuk Ekaristi dan ibadah. Dalam konteks pilar pelayanan Gereja liturgi merupakan upaya yang sangat membantu kaum beriman untuk penghayatan iman demi mengungkapkan misteri Kristus serta hakikat asli pelayanan Gereja yang sejati. Dengan demikian maka Liturgi itu sungguh mengagumkan, menguatkan tenaga umat beriman untuk mewartakan Kristus dan dengan sendirinya terpanggil mewartakannya juga kepada mereka yang berada di luar Gereja. Di pihak lain liturgi mendorong umat beriman supaya sesudah dipuaskan dengan sakramen-sakramen Paskah menjadi sehati dan sejiwa dalam kasih. Jadi Liturgi terutama Ekaristi, bagaikan sumber yang mengalirkan rahmat kepada umat beriman dan menjadi puncak kehidupan Gereja dalam seluruh aktivitas umat menuju kehidupan yang sejati.
Dari pemahaman di atas maka sudah sepantasnya semua umat beriman Kristiani terdorong untuk berpartisipasi mengambil bagian dalam pelayanan liturgi Gereja demi rahmat dan berkat untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang. Konsili suci menasihati agar umat beriman tidak saja berpartisipasi, tetapi lebih dari itu menghadiri liturgi suci dengan sikap-sikap batin yang serasi. Hendaknya hati disesuaikan dengan apa yang mereka ucapkan dan bekerja sama dengan rahmat surgawi agar tidak sia-sia menerimanya. Keikutsertaan sepenuhnya harus berawal dari kesadaran mendalam dan keaktifan yang sadar dalam perayaan-perayaan liturgi yang dirayakan tersebut. Untuk itu dibutuhkan bimbingan dan arahan dari petugas pastoral (pemimpin paroki) sehingga dalam kegiatan liturgi tersebut tidak hanya dipatuhi hukum-hukum untuk merayakannya secara sah dan halal, melainkan supaya umat beriman berpartisipasi merayakannya dengan kesadaran yang optimal, keaktifan yang gembira dan penuh makna bagi kehidupan jiwa dan raga.
Perjamuan Ekaristi secara lahir memang kelihatan dari kerja bakti atau liturgi. Di dalam tata liturgi itulah kita merayakan Perjamuan Ekaristi Kudus. Di dalamnya umat beriman mengambil bagian dari hidup Kristus yang mulia. Dalam Perjamuan Ekaristi umat beriman disatukan dengan Kristus secara sakramental. Kristus juga menyatukan umat beriman satu sama lainnya di dalam perayaan kudus tersebut. Melalui dan dalam perayaan Ekaristi itulah kita menerima Tubuh dan Darah Kristus sendiri yang berenergi Ilahi untuk mendorong teguhnya persatuan dengan Kristus sendiri dan persatuan kita satu sama lain.
Dalam dan melalui peristiwa penerimaan Tubuh dan Darah Kristus justru Kristus sendiri membagikan Tubuh-Nya kepada setiap umat beriman yang hadir. Buah dari persatuan umat beriman dengan Yesus Kristus dalam perayaan suci itu mendorong umat beriman untuk menghadirkan Kristus kembali di tengah kehidupan sehari-hari dalam dan melalui perbuatan-perbuatan baik seperti rela berkorban dalam cinta kasih melalui karya pelayanan kepada sesama. Jadi secara spiritual kita didorong untuk membagikan roti diri kehidupan kita sendiri kepada sesama. Dengan demikian umat beriman yang telah bersatu dengan Kristus justeru selalu dibaharui untuk melakukan karya-karya Kristus sendiri. Karena itu Yesus sendiri mengundang umat beriman untuk selalu mengulang kembali peristiwa mulia itu; “Lakukan ini sebagai peringatan akan Daku” (1 Kor 11:24-26). Peringatan dalam bahasa Yunani adalah Anamnesis yakni menghadirkan misteri wafat dan kebangkitan Kristus. Sebab justru di dalam Perayaan Ekaristi tersebut Yesus sungguh hadir dalam SabdaNya dan Tubuh-DarahNya yang dibagikan sebagai santapan kehidupan kekal.
Paus Pius XII dan Paus Yohanes Paulus II sangat mengagumi dan menghargai Ekaristi. Hal itu dinyatakan dengan mengeluarkan ensiklik yang mengajarkan bagaimana Ekaristi suci dimaknai dalam kehidupan umat Kristiani. Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya Ecclesia De Eucharistia menegaskan bahwa Ekaristi ditampilkan sebagai puncak segala sakramen dalam penyempurnaan persekutuan kita dengan Allah Bapa, oleh penyatuan diri kepada putera tunggalNya, lewat karya Roh Kudus. Oleh karena itu maka tak seorangpun diizinkan meremehkan misteri yang dipercayakan ke tangan kita. Misteri ini terlalu agung bagi siapapun untuk merasa bebas memperlakukannya secara ringan dan dengan mengabaikan kesucian serta universalitasnya.