KATEKESENEWSREFLEKSI

Storytelling Kisah Elia dan Janda Sarfat

Loading

Kawan-kawan, apa Kisah Kitab Suci yang paling berkesan dalam diri Anda? Kali ini kita akan berbagi cerita tentang Elia dan Janda di Sarfat. Nah begini kisah selengkapnya.

Pada masa pemerintahan raja Ahab, raja Israel, terjadilah kemarau yang panjang di negeri Israel. Kemarau ini terjadi sebagai hukuman Allah atas ketidaksetiaan raja Ahab yang menyembah berhala dan mendirikan tempat-tempat untuk penyembahan berhala. Hukuman ini dibuat Allah melalui hambanya yang bernama Elia.

Atas perintah Allah, Elia datang menemui raja Ahab. Kepada raja Ahab, Elia berkata: “Engkau telah berlaku tidak setia kepada Allah. Engkau menyembah berhala dan mendirikan tempat-tempat untuk penyembahan berhala. Karena ketidaksetiaanmu, demi TUHAN yang hidup, sesungguhnya hujan tidak turun di Israel sampai aku mengatakannya lagi.”

Setelah berkata demikian mulailah terjadi kemarau di Israel.

Setelah kemarau terjadi di Israel, Allah memerintahkan Elia pergi dan tinggal di tepi sebuah sungai yang bernama sungai Kerit. Di sana ia bisa minum dari air sungai itu. Makanannya diperoleh dari burung-burung gagak yang diperintahkan TUHAN untuk mengantarkan makanan untuknya setiap pagi dan petang hari. Makanan yang dibawa oleh burung-burung gagak itu yaitu roti dan daging. Ia tinggal di sana untuk sekian lama sampai air sungai itu kering.

Setelah sungai Kerit kering, TUHAN berfirman kepada Elia: “Pergilah ke Sarfat dan tinggallah engkau di sana. Aku telah memerintahkan seorang perempuan untuk memberi engkau makan dan minum di sana”.

Elia pun segera pergi ke Sarfat. Ketika ia sampai di pintu gerbang kota itu, ia melihat seorang perempuan yang sedang mengumpulkan kayu bakar. Ia menyapa wanita itu dan berkata kepadanya: “Wahai ibu, tolonglah berikan aku minum.”

(Anda juga bisa mendengarkan atau menonton vidio Story telling berikut ini)

Wanita ia memandang ke arah Elia. Belum sempat ia menanggapi permintaan Elia, selanjutnya Elia berkata lagi: “Dan tolong berikanlah juga kepadaku sepotong roti.”

Perempuan itu pun akhirnya menjawab: “Demi TUHAN, aku tidak mempunyai minuman dan roti barang sedikit pun. Aku hanya mempunyai segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Rencananya, aku akan mengolah itu setelah aku pulang dari mengumpulkan kayu bakar ini untuk aku makan bersama anakku. Setelah itu, mungkin kami akan mati karena tidak ada lagi makanan bagi kami.”

Baca juga  KELUARGA SEJAHTERA SEBAGAI FOKUS PASTORAL KAM 2020

Mendengar itu, Elia berkata: “Janganlah takut. Biarkanlah aku menumpang di rumahmu. Marilah kita pulang ke rumahmu dan olahlah tepung dan minyak yang masih ada itu menjadi roti. Namun sebelumnya, engkau harus membuat bagiku terlebih dahulu sepotong roti bundar kecil saja dan berikanlah itu kepadaku.

Setelah itu, barulah buat bagimu dan bagi anakmu. Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel, tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itu pun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN menurunkan hujan lagi ke atas muka bumi.”

Perempuan itu memperbolehkan Elia menumpang di rumahnya dan ia tampak setuju untuk melakukan seperti yang diperintahkan oleh Elia. Ia pun pulang ke rumahnya bersama Elia.

Sesampainya di rumahnya, si perempuan berbuat seperti yang dikatakan oleh Elia. Ia mengambil segenggam tepung yang masih ada dalam tempayan dan minyak yang tinggal sedikit yang ada dalam buli-buli. Ia pun mengolah roti. Ia terlebih dahulu membuat sepotong roti bundar bagi Elia. Ia menyerahkan roti itu kepada Elia dan setelah itu barulah ia membuat roti untuk ia makan dengan anaknya.

Ia mengolah roti berkali-kali dan benar bahwa tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang, seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia. Perempuan itu, anaknya dan Elia pun akhirnya mendapat makanan untuk beberapa waktu lamanya.

Tidak beberapa lama sesudah itu, anak dari perempuan itu sakit keras bahkan sepertinya sudah mati. Perempuan itu merasa sedih. Ia curiga terhadap Elia karena anaknya sakit setelah kehadiran Elia di rumahnya. Perempuan itu pun memberanikan diri menemui Elia. Ia memangku anaknya dan setelah bertemu dengan Elia, dengan agak marah ia berkata: “Engkaukah yang menyebabkan anakku mati?”

Elia terkejut mendengar tuduhan yang disampaikan oleh perempuan itu kepadanya. Ia berkata kepada perempuan itu: “Berikanlah anak itu kepadaku.”Elia mengambil anak itu dari pangkuan perempuan itu dan membawanya ke dalam kamarnya yang berada di atas. Setelah berada dalam kamar, ia membaringkan anak itu di tempat tidur. Setelah itu, ia berseru kepada TUHAN: “Ya TUHAN, Allahku. Apakah Engkau menimpakan kemalangan ini atas perempuan ini, yang telah menerima aku sebagai penumpang, dengan membunuh anaknya?”

Selanjutnya, Elia meluruskan badannya di atas anak itu tiga kali dan setelah itu ia berkata lagi kepada TUHAN: “Jika ini bukan kehendak-Mu ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya.”

TUHAN mendengarkan permohonan Elia dan nyawa anak itu pun pulang ke dalam tubuhnya. Anak itu hidup kembali.

Baca juga  Seminar Panggilan Menjadi Imam Biarawan Biarawati di Paroki Jalan Medan

Setelah itu, Elia membawa anak itu dan menyerahkannya kepada ibunya. Ia berkata kepada ibu anak itu: “Anakmu sudah hidup.”

Melihat itu, perempuan itu pun berkata: “Ternyata bukan engkau yang menyebabkan anakku mati. Engkau sungguh abdi Allah dan segala yang kauucapkan itu benar”.

Kawan-kawan, demikianlah kisah Elia dan Janda di Sarfat,
Nahh.. Apa makna cerita yang bisa kita petik dari kisah tersebut?

1. Raja Ahab tidak setia kepada Allah. Ia menyembah berhala-berhala dan mendirikan tempat-tempat pemujaan berhala. Sebagai hukuman atas ketidaksetiaannya, Allah mendatangkan kemarau di Israel. Kesetiaan kepada Tuhan mendatangkan sukacita, sebaliknya ketidaksetiaan kepada Tuhan mendatangkan musibah dan penderitaan.

Tuhan senantiasa menolong orang yang setia kepadaNya dan menghukum orang yang tidak setia kepada-Nya. Kita harus setia kepada Allah agar kita tidak dihukum.

2. Elia diutus oleh Allah pergi ke rumah seorang janda di Sarfat. Ketika ia berada di rumah janda itu, anak dari janda itu sakit dan bahkan sepertinya sudah mati. Janda itu menuduh Elia sebagai penyebab kematian anaknya.

Elia adalah hamba Allah. Hamba Allah diutus bukan untuk membawa penderitaan, tapi membawa keselamatan. Menerima hamba Allah berarti juga menerima Allah. Mari kita menerima kehadiran dan pewartaan para hamba Allah.

Kawan kawan demikianlah makna kisah Elia dan Janda di Sarfat, semoga bermanfaat dan memberkati kita semua.

 

Facebook Comments

Leave a Reply