Benarkah Drama Penyaliban Tuhan Hanya Sebagai Tontonan?
Sebagai orang Kristen jawaban pastilah “tidak”. Karena momen inilah seseorang melihat, merasakan kekejaman para serdadu yang haus darah itu menyiksa, menghina, menyalibkan dan mengubur jenazah Yesus.
Tidak sedikit orang larut dalam kesedihan. Karena kekejaman para serdadu di luar batas kemanusiaan.
Drama Penyaliban Tuhan kali ini dianimasi oleh orang muda Katolik (OMK) Paroki Santa Maria Tarutung. Salah satu kreasi yang patut diacungi jempol adalah soal seting-an lokasi.
Halaman SD Santa Maria Tarutung dijadikan tempat dimana para prajurit Romawi mulai menangkap Yesus dan membelenggu serta membawa ke Imam Agung.
Di lantai 2 sudah berdiri Pilatus dengan gagah sambil bercakap-cakap dengan Yesus. Seolah nyata seperti istana yang dihuni raja.
Lokasi aulah SMP dijadikan sebagai tempat pengadilan terakhir dengan menaiki tangga, seolah menuju tahkta kerajaan bangsa Romawi kala itu.
Sementara di bawah banyak orang menangis. Termasuk orang tua dari pemeran Yesus.
“Aku mau berteriak. Tak tahan aku melihat anakku disiksa kaya gitu. Mau berteriak tapi kutahan. Aku memang benar-benar sedih. Aku menangis. Apalagi kuingat waktu latihan tangan anakku terkilir karena jatuh. Kubayangkan betapa tersiksanya anakku itu,” demikian pengakuan orang tua Erpian Siagian, (pemeran Yesus) dalam drama kali ini.
“Saya kesakitan waktu di libas, salib dari kayu ternyata sangat berat, dan yang paling sakit kurasa saat di atas salib karena tanganku terbentang. Sudah pegal tapi karena diikat sehingga tidak bisa kuluruskan”, ucap Erpian yang masih duduk di SMA kls IX ini.
Selama prosesi jalan salib semua memasang kamera, untuk dokumentasi pribadi. Tukang becak, sopir angkot dan masyarakat berhenti sejenak menyaksikan dari luar pagar. Semoga drama Penyaliban tidak sebatas tontonan.
*OMK Paroki Santa Maria Tarutung