TERASING DALAM DIRI SENDIRI
Sedih, ketika virus Corona atau COVID 19 menyerang dunia, dengan melihat jumlah orang yang masuk dalam status ODP (Orang Dalam Pemantauan), PDP (Pasien Dalam Pemantauan) dan yang positif terjangkit virus Corona. Banyak yang panik, khawatir, waswas, jaga jarak dan juga tidak memperhatikan lagi orang sekitarnya. Walaupun tetap saja banyak orang yang tidak takut dan memandang virus Corona dengan tanggapan santuy (hidup dan mati manusia ada di tangan Tuhan) dengan tetap bersantai ria di tempat keramaian misalnya di warung kopi, café dan tempat umum lainnya.
Pemerintah dengan tegas menyuruh rakyat untuk melakukan social distancing atau pembatasan sosial yakni menghindari tempai-tempat umum, menjauhi keramaian, menjaga jarak optimal 2 meter dengan orang lain dan juga melakukan aktivitas dirumah aja. Bahkan operator selules Telkomsel menyematkan fitur Network Name atau tulisan di sisi kanan informasi jaringan dengan Tsel-dirumahaja. Tulisan ini sengaja dibuat untuk menghimbau pengguna telkomsel untuk bersosialisasi dirumah saja ujar Denny Abidin, Vice President Corporate Communications Telkomsel. Sungguh pemerintah dan pihak-pihak lainnya menghimbau masyarakat untuk tetap menjaga diri, agar penularan virus Corona tidak semakin meluas serta dapat ditangani secepatnya, sambil pemerintah mencari solusi bagi kepentingan masyarakat.
Anjuran yang disampaikan untuk melakukan aktivitas dirumah saja menjadi polemik bagi masyarakat. Ada yang merasa keberatan karena sebagian orang harus tetap bekerja demi mendapatkan uang demi kebutuhan sehari-hari. Karna ada yang bekerja hari ini untuk makan hari ini. Tentu saja menjadi keharusan untuk tetap bekerja demi memenuhi kebutuhan anak dan istri. Bagi saya pribadi, itu menjadi hal yang wajar dan tetap boleh dilaksanakan dengan tetap menjaga diri dengan memakai masker dan menjaga jarak dari orang lain demi berkurangnya penyebaran virus ini.
Mirisnya, sebagian orang yang secara de facto dapat bekerja dari rumah dan tetap akan menerima upah atas pekerjaannya justru merasa keberatan berada di dalam rumah. Padahal sebelumya ketika melaksanakan aktivitas bekerja seperti biasa, ada perasaan ingin cepat-cepat pulang ke rumah untuk bertemu keluarga. Akan tetapi pada saat sekarang memperoleh waktu berlama-lama dirumah, justru merasa bosan dan berkeinginan untuk keluar dari rumah. Mungkin saja lagu God Bless yang berjudul “Rumah Kita” perlu diperdengarkan kembali untuk menyegarkan hati dan pikiran kita.
Memberi Pengajaran
Anjuran di rumah aja, jangan-jangan menjadikan kita menjadi manusia yang terasing. Asing berada di rumah sendiri. Terasing dengan diri sendiri dan aspek kehidupan yang kita jalani. Keterasingan yang menjadikan manusia melupakan pekerjaan yang sedang digeluti. Harapan untuk berkumpul bersama keluarga di rumah, seolah olah menjadi asing dalam hati dan pikiran. Sehingga jati diri tak lagi terpancarkan karena berada di rumah saja.
Misalnya, sebagian orang tua mengeluh dan bosan melihat anaknya karena berada di rumah, jadi harus mengajari anak mengerjakan tugas online dari sekolah. Alih-alih mencari guru les privat untuk membantu mengajari anaknya untuk mengerjakan tugas sekolah. Bahkan orangtua yang berprofesi sebagai guru, juga merasa kewalahan mengajari anaknya dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara online. Banyak yang merasa bosan dan mengatakan Corona sungguh menyiksa. Sehingga banyak orang membuat stasus di beranda media sosial baik Facebook, WhatsApp, Instagram dll, menyuruh virus Corona pulang ke tempat asalnya karena sudah cukup mengelilingi dunia (padahal kita juga tidak tahu pakai transportasi apa virus Corona pulang).
Beralih dari kebosanan yang dihadapi karena di rumah saja, maka dibuatlah selingan. Misalnya sebagian orang yang berprofesi sebagai pendidik dan pengajar di media sosialnya bermain tangkap ayam, tanggap ikan, tanggkap kuda, tangkap buaya dan tangkap hewan lainnya, dengan rewads yang berhasil menangkap fotonya bakal di posting. Orang-orang yang melihat itu juga langsung tergoda dan ikut bermain serta langsung membuat hal yang sama di media sosialnya masing-masing. Sehingga dengan cepat permainan itu menjadi viral dan banyak orang melakukan permainan yang sama. Saya tidak mengetahui apakan permainan itu masuk ke dalam pelajaran matematika, ilmu pengetahuan alam atau bahkan masuk pelajaran agama.
Saya bukan dengan sengaja mengkritik sosok seorang pengajar karena saya juga berprofesi sebagai seorang pengajar. Hal ini merupakan keprihatinan dan tanggungjawab kita bersama. Tapi sepertinya ada kejanggalan yang terjadi pada identitas diri kita selaku pengajar generasi bangsa. Kita seakan-akan terasing dengan diri kita sendiri selaku pengajar yang memberi contoh bagi generasi bangsa. Di tengah wabah Corona yang meluas adakah sejenak kita berfikir bagaimana memberikan pengajaran yang dapat dengan mudah diterima anak didik? Model pembelajaran apa yang bisa kita buat di tengah kesesakan situasi saat ini? Agar anak didik bukan mengeluh tapi senang belajar walaupun berada di rumah? Atau bermain menangkap ayam, bagi yang berhasil akan mendapatkan nilai 100 misalnya.
Sejenak kita boleh berfikir, merefleksikan dan merenungkan diri dari situasi yang ada. Seperti kata Pauluo Freire, “menyendiri di bawah pohon mangga”, dengan mengajukan pertanyaan kepada diri dan bercakap-cakap dengan diri sendiri. Saya membutuhkan dunia seperti halnya dunia membutuhkan saya. Mencari solusi yang bermanfaat bagi pekerjaan yang sedang digeluti. Mencintai identitas diri dan tidak mau terasing dengan diri sendiri. Menanamkan hal yang lebih baik yang sudah diketahui mengandung arti, mencari tahu apa yang sebelumnya tidak diketahui. Kiranya seruan di rumah aja, menjadi jalan bagi kita merefleksikan diri, mengisolasi diri, tanpa keterasingan diri, untuk menemukan solusi demi kepentingan bersama.
(Aldi Alfrianza Sinulingga)