Viral Kesaksian Mantan Pastor, Biarawan-Biarawati Gadungan
Akhir-akhir ini di Medsos bersebaran narasi kesaksian dari mantan pastor, biarawan-biarawati gadungan. Pada prinsipnya saya tidak menanggapi atau berkomentar tentang apa kata mereka. Pertimbangannya sederhana, saya tidak mau melakukan sebagaimana yang dikatakan dalam “adagium” Latin: Bak membuang emas ke babi. Babi dibuangi emas kemungkinan besar akan menyerang kita balik, wong bukan pakan. Babi membutuhkan makanan. Membuang emas ke babi itu merupakan perbuatan sia-sia. Kualitas emas anda terhebat didunia, berapapun karat dan beratnya tak akan ada gunanya. Wong otak babi tak akan paham seberapa kualitas dan besarnya emas anda.
Peristiwa-peristiwa semacam itu menantang gereja, secara khusus para pastor, biarawan dan biarawati. Panggilan menjadi pastor, biarawan dan biarawati merupakan panggilan khusus. Dalam arti kehadiran kita khusus untuk Allah yang hidup. Kita menjadi saksi Allah yang hidup melalui kata-kata, perbuatan, dan kesaksian di dunia ini dalam ujud kebenaran, kekudusan, dan keadilan. Sehingga panggilan khusus ini disebut juga: Menjadi saksi kerajaan Allah di dunia agar dunia diliputi kebenaran, kekudusan dan keadilan. Dari segi ini para mantan pastor, biarawan dan biarawati “gadungan” dari kesaksian yang ditunjukkan sudah pasti babwa mereka bukan orang-orang terpanggil.
Bahwa panggilan untuk menjadi pastor, biarawan dan biarawati merupakan panggilan untuk Pelayanan dan pengabdian total. Kebanggaan kita bukan terletak pada “status” atau masuk dalam kelas sosial menengah keatas. Kebanggaan kita justru pada komitmen akan pelayanan dan pengabdian kita kepada Allah dalam diri sesama. Kita tidak mencari apalagi mengejar status dan kedudukan, pangkat dan jabatan. Kita tidak mencari “dipertokohkan”. Pada umumnya pastor, biarawan dan biarawati tak terlalu peduli dengan apa yang akan dia makan, minum, pakayan, rumah dll. Kebutuhan-kebutuhan semacam itu akan “secukupnya” melekat langsung (inheren) dengan pelayanan dan pengabdiaan kita. Para mantan pastor, biarawan dan biarawati gadungan yang mereka cari adalah status, dihormati dan ujung-ujungnya mencari uang. Fokusnya uang bukan pelayanan dan pengabdian.
Pastor, biarawan dan biarawati seluruh hidupnya adalah Kasih yang secara nyata, nampak dalam damai, saling menghargai, dan menghormati satu dengan yang lain, siapapun dia. Karena kasih itu kita rela tidak menjadi tenar, hebat, luar-biasa, glamor. Kasih yang kita hayati adalah kasih karena pengorbanan nyata. Kasih yang berorientasi pada salib. Nah, para mantan pastor, biarawan, biarawati gadungan apakah mempunyai orientasi kasih? Nampaknya tidak, karena tujuannya provokasi, membangun gap dan permusuhan. Dari aspek ini mereka sungguh gadungan.
Apakah kita harus diam dan menyetujui hal yang dikatakan oleh para gadungan itu? Tidak! Sekali lagi kita tidak diam. Kita menanggapi itu melalui kesaksiaan akan kualitas hidup kita yang sudah terakumulasi dalam kata-kata dan perbuatan. Sesama akan melihat dan mengalami bahwa betapa baiknya Tuhan dalam kehadiran, pelayanan dan kesetiaan kita akan panggilan. Mari kita saling mendoakan!
Hubert OSC.