SIKAP BERDOA YANG BENAR
KOTBAH MINGGU | RP FRANS SITUMORANG OFMCap.
Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah
Sir 35:12-14.16-18; 2Tim 4:6-8.16-18; Luk 18:9-14/Hari Minggu Biasa XXX
Kepada orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah orang lain, Yesus menyampaikan perumpamaan untuk mengecam perilaku mereka dan menunjukkan sikap yang benar di hadapan Allah. Orang Farisi dicap sombong karena merasa diri benar. Mereka mengkritik Yesus karena dekat dengan pemungut cukai yang dicap sebagai pendosa sebab memungut pajak dari kaum sebangsanya untuk penguasa Romawi. Pemungut bea kerap memungut pajak lebih dari yang seharusnya, dan karena itu mereka sering dihina, dicemooh dan dijauhi oleh orang sebangsanya.
Biasanya orang bersyukur karena mengalami kebaikan Allah. Namun, orang Farisi itu bersyukur kepada Allah, karena merasa diri lebih baik dari orang lain. Untuk membuktikannya, ia melaporkan kebaikan-kebaikannya. Orang Yahudi wajib berpuasa sekali setahun, tapi orang Farisi berpuasa dua kali seminggu. Ia hendak menyatakan bahwa dia orang saleh. Ia memberi persepuluhan sebagai tanda kesalehan. Kian banyak memberi persepuluhan, mereka merasa semakin saleh.
Sikap doa pemungut cukai persis berlawanan dengan orang Farisi. Ia berdiri jauh, jauh dari tempat mahakudus, jauh dari orang Farisi itu dan dari orang-orang lain yang juga berdoa di Bait Allah. Ia mengakui dirinya tidak berharga di depan Allah dan merasa diri paling hina. Kesadaran akan dosa membuatnya tidak berani menengadah ke langit untuk memandang Allah. Pengakuan akan kerendahannya dan kesadaran akan dosanya ia ungkapkan dengan memukul dirinya. Isi doanya berlawanan dengan doa orang Farisi. Ia tidak menemukan sesuatu yang pantas dibanggakan di hadapan Allah. Ia tak dapat menyebut satu kebaikan pun. Ia tahu bahwa dia berdosa. Ia hanya memohon belas kasih Tuhan karena dirinya orang berdosa.
Yesus berkata bahwa pemungut cukai itu pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah. Sikap pemungut cukai itu adalah sikap yang benar. Di depan Allah, manusia tak mungkin membanggakan apa pun yang ia lakukan. Ia hanya dapat mengakui diri sebagai orang yang bersalah dan mohon belas kasih Allah. Sikap itulah yang ditunjukkan pemungut cukai itu. Orang Farisi datang kepada Tuhan sebagai orang yang merasa diri benar bahkan menghina sesamanya. Ia membeberkan segala kebaikannya supaya orang banyak membenarkannya dan seolah-olah mewajibkan Tuhan untuk mengakui bahwa dia adalah orang benar. Allah mengetahui isi hatinya dan menilai perbuatannya salah.
Orang yang merasa diri benar menggunakan ukurannya sendiri untuk mengukur dirinya dan orang lain. Akibatnya ia selalu merasa diri lebih baik. Di hadapan sesama kita dapat menyembunyikan keburukan dan dosa kita, tapi tidak demikian di hadapan Allah. Siapa yang bisa menilai diri bersih di hadapan Tuhan? Pemungut cukai itu menyadari dosa dan kerendahannya di hadapan Allah, karena itu Allah meninggikan dia.
Allah mengetahui diri kita sepenuhnya. Di hadapan-Nya tidak ada yang tersembunyi. Kita tidak mempunyai hak untuk menilai diri kita di hadapan Allah apalagi menunjukkan kelebihan kita sambil meremehkan orang lain. Yesus menunjukkan sikap benar saat berdoa ialah pengakuan dan kesadaran diri sebagai pendosa yang hidup hanya karena belas kasih Allah. Marilah kita datang ke hadapan Tuhan apa adanya diri kita dan Allah akan memberi apa yang terbaik untuk kita. Amin.