NEWSOPINIREVIEWS

SEMAKIN BERIMAN SEMAKIN SOLIDER

Loading

Dalam situasi sulit dan krusial karena pandemi Covid 19, Yayasan St. Laurensius Pematangsiantar tidak putus asa dan berhenti menganimasi tenaga pendidik dan pendidikan di unit-unit sekolah naungannya. Pengurus yayasan yakin sekali bahwa dalam situasi paling sulit pun Tuhan tetap punya rencana yang terbaik. Maka jangan berhenti, untuk mendengar bisikan Tuhan ke mana harus melangkah. Sesulit apapun kondisi bila peka mendengar suara Tuhan, pasti ada jalan keluar. Berdasarkan keyakinan itu, maka Pengurus Yayasan St. Laurensius megundang seluruh tenaga pendidik dan kependidikan dari unit-unit binaannya untuk merayakan Paskah bersama di Kompleks SMA Bintang Timur, Jl. Lingga 5, Pemtangsiantar, pada 24 April 2021. Ternyata, tawaran ini ditanggapi secara antusias dari unit-unit yang ada. Terbukti presensi mereka cukup tinggi dan menggembirakan.

‘Parbarita Naung Marbarita’, demikian RP. Daniel Erwin Simanullang, OFMCap mengawali khotbahnya. Hal ini berkaitan dengan ulang tahun ke-75 majalah PARBARITA, majalah berbahasa Batak Toba yang dikelola Keuskupan Agung Medan. Menurut Ketua Komisi Pendidikan KAM ini, sejak tahun 1820-1830 sudah ada misionaris yang mewartakan Injil kepada orang Batak dari Inggris, Amerika Serikat, dan Belanda. Namun penerimaan Injil itu mencapai puncaknya pada tahun 1861 ketika Nomensen, seorang Jerman masuk ke tanah Batak. “Mengapa orang Batak mau menjadi Kristen?” tanya Pastor Erwin. Ada tiga alasan mendasar: (1) Zending membawa obat-obatan dan banyak orang Batak yang sakit sembuh; (2) Zending mendirikan sekolah-sekolah, dan orang Batak tertarik dengan pendidikan. Maka Nomensen berjanji, bila di setiap desa ada 50 orang mau menjadi kristen akan didirikan sekolah; (3) dan Zending mau meminjamkan uang kepada orang Batak dengan bunga sangat rendah.

Ternyata apa yang dilakukan oleh zending ini cocok dengan falsafah orang Batak yang menganut prinsip 3H (Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon). Orang Batak mau menganut agama Kristen bukan pertama-tama karena alasan spiritual dan rohani melainkan karena alasan kebutuhan jasmani. Begitulaah cara Allah mewahyukan diri kepada orang Batak menjadi kristen, walaupun secara perlahan-lahan motivasi duniawi itu dimurnikan dalam diri Yesus Kristus Putra-Nya dalam perjalanan sejarah. Hal yang sama terjadi bagi penganut agama Katolik, meskipun lebih lambat masuk dibanding protestan, akhirnya diterima orang Batak. Suatu mukjizat, orang Batak mayoritas menjadi kristen, dan setia mengikuti Yesus Sang Juru Selamat.

Hal yang sama terjadi pada murid Yesus, para murid mengikuti-Nya dengan berbagai motivasi. Ternyata bagi Yesus tidak mudah memurnikan motivasi para murid supaya semakin murni, selaras, dan sempurna sebagaimana dicita-citakan Yesus. Kerap sekali Yesus kecewa atas kedegilan dan kedangkalan para murid memahami dan mengerti cita-cita, sabda, dan ajaran Sang Guru. Para murid meninggalkan Yesus karena alasan duniawi bukan karena alasan spiritual. Para murid kecewa karena Yesus menyebut diri roti yang turun dari surga. Mereka beranggapan bahwa Yesus hanya sekedar memenuhi kebutuhan jasmani mereka. Ketika itu tidak terpenuhi, mereka meninggalkan Yesus. Mengikuti Yesus membutuhkan ketaatan total, bukan setengah-setengah. Demikian juga tugas mengajar dan mendidik, hendaknya didasari komitmen dan kepatuhan total kepada Sang Guru. Menjadi panggilan jiwa, bukan sekedar mendapat lapangan kerja dan gaji. Profesi guru merupakan panggilan jiwa untuk mendidik.

Guru tidak sekedar mentransfer ilmu, tetapi utamanya mendidik siswa dengan sepenuh hati. Guru hadir sebagai pendidik. Guru menjadi model atau idola bagi anak didik. Kehadiran, komitmen, pemikiran, nilai-nilai dan visi yang dimiliki guru menjadi model bagi anak didik. Menjadi guru bukan sekedar pekerjaan, tetapi profesi yang mesti dijalankan dengan semangat pengabdian, rela mengurbankan kepentingan diri untuk kepentingan yang lebih besar. Guru tidak hanya berurusan dengan otak (pengetahuan), otot (ketrampilan), melainkan harus masuk ke inti batin anak didik.

Pastor Erwin dalam khotbahnya kembali menegaskan himbauan Mgr. Kornelius Sipayung, Uskup Agung Medan bahwa sekolah katolik merupakan komponen vital kerasulan Gereja di KAM untuk mewartakan kerajaan Allah di tengah dunia. Karena itu, sekolah-sekolah katolik hendaknya menghadirkan Kristus yang solider kepada orang-orang miskin dan menderita. Sekolah katolik hendaknya membawa anak didik bertemu dan bertumbuh dalam Kristus. Hal ini sejalan dengan tema perayaan paskah tahun ini: ‘Semakin Beriman Semakin Solider’. Para pengurus yayasan diharapkan semakin memperhatikan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan di unit yang mereka bina. Uang adalah sarana bukan menjadi tujuan, yang bisa membawa orang semakin merasakan kebaikan Allah dalam hidupnya.

Selanjutnya Sr. Theresia Situmorang KYM dalam sambutannya mengharapkan paskah kebangkitan Kristus juga membangkitan harapan, iman, dan kasih di antara pendidik dan tenaga kependidikan se-Yayasan St. Laurensius. Memanfaatkan momen ini, walaupun harus mengikuti protokol kesehatan, sebagai wadah perekat persaudaraan. Semakin mengarahkan hidup kepada Kristus yang bangkit. Seluruh rangkaian acara diisi dengan makan bersama dan berbagai hiburan. *** Dobes Tamba

Facebook Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *