REFLEKSIREVIEWS

Kerendahan Hati Memurnikan Jiwa Raga

Renungan Katolik Hari Ini | Sabtu 20 Maret 2020

Hari Biasa Pekan III Prapaskah Hos. 6:1-6;Mzm. 51:3-4,18-19,20-21ab;

Luk. 18:9-14 Warna Liturgi Ungu

=======

Lukas  18:14 Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Suatu hari, dua orang sahabat menghampiri sebuah lapak untuk membeli buku dan majalah. Penjualnya ternyata melayani dengan buruk. Mukanya pun cemberut. Orang pertama jelas jengkel menerima layanan seperti itu.

Yang mengherankan, orang kedua tetap enjoy, bahkan bersikap sopan kepada penjual itu. Lantas orang pertama itu bertanya kepada sahabatnya, “Hei. Kenapa kamu bersikap sopan kepada penjual yang menyebalkan itu?” Sahabatnya menjawab, “Lho, kenapa aku harus mengizinkan dia menentukan caraku dalam bertindak?

Suatu hal yang wajar jika manusia menilai sesamanya berdasarkan penampilan luarnya atau apa yang terlihat oleh mata. Kita begitu gampangnya menilai atau mengomentari seseorang seperti layaknya kita menilai sebuah buku berdasarkan sampul atau cover-nya.

Yesus dalam Injilnya hari ini memperlihatkan kepada kita cara orang berdoa. Kisah doa dua orang yang sangat berbeda yakni orang Farisi dan pemungut cukai. Mereka sama-sama berdoa, kepada Tuhan. Yang membuat mereka berbeda dalam berdoa adalah, inti doanya.

Si Farisi, selalu merasa suci karena dia merasa tak seperti orang lainnya bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai. Soal berpuasa dia juga luar biasa. Ia berkata aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.

Ringkasnya orang farisi ini memang luar biasa. Sementara si pemungut cukai. Seorang yang dicap sebagai pendosa karena memajaki rakyatnya sendiri. Belum lagi dituding kerap korupsi. Yang pasti warna-warni dosa memenuhi kehidupannya, dan dia dibenci oleh bangsanya sendiri. Kehidupan mereka sangat kontras.

Si Farisi seakan titisan surga, yang selalu mengklaim diri anak Abraham, umat perjanjian, dan pemegang hak monopoli keselamatan. Lalu si pemungut cukai, bagaikan penjahat yang tidak mengenal belas kasihan bagi sesamanya.

Maka ketika mereka berdoa, si Farisi berdoa menengadah dengan yakinnya, sementara si pemungut cukai tertunduk, tak berani mengangkat kepalanya. Si pemungut cukai berkata dalam doanya, “Ya Allah kasihanilah aku orang berdosa ini”. Hebatnya doa si pemungut cukai didengar Allah.

Si Pemungut cukai kembali ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah, sedang orang Farisi itu tidak”. Mengapa Yesus mengatakan bahwa ia dibenarkan oleh Allah, sedangkan orang Farisi itu tidak? Karena Yesus tidak menilai sebuah doa berdasarkan daftar kesalehan manusia. Itulah hikmah dari sikap rendah hati.

Bagi Yesus, pemungut cukai dibenarkan, karena dalam doanya ia percaya hanya kepada rahmat dan belaskasih Allah. Dalam doanya ia memperlihatkan imannya kepada Allah dan tidak membanggakan perbuatannya, apalagi memandang rendah orang lain. Ternyata Allah melihat sikap hati yang benar.

Si pemungut cukai telah berdoa dengan spritualitas yang benar. Sementara si Farisi, berdoa dalam kebanggan ritual yang luar biasa, namun jauh dari kebenaran.

Saudara terkasih, dalam hidup, kita juga mungkin sering bersikap seperti orang Farisi. Kita merasa diri paling suci, kita membuat daftar kebaikan dan kehebatan diri kita dan bahkan kerap kali, kita dengan mudahnya menghakimi orang lain. Sikap seperti tentu menghambat kita untuk menyadari diri sebagai orang yang lemah, orang yang berdosa di hadapan Tuhan. Karena jika demikian kita berdoa hanya sebagai ritual tanpa pengenalan yang sejati.

Kita perlu belajar seperti si pemungut cukai. Belajar rendah hati dan mengakui diri sebagai pendosa, dan memohon belas kasihan Allah. Kerendahan hati akan membawa kita pada pertumbuhan rohani yang sehat, karena terus terkoreksi oleh kebenaran dan semakin mencintai kebenaran.

Kerendahan hati menghindarkan diri dari kemunafikan, karena kemunafikan adalah bagian dari sebuah kesombongan. Mari dimasa Prapaska ini, kita terus belajar untuk rendah hati, karena barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.

Sr Petronella br Karo KSSY

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *