Kembali pada Bapa Yang Penuh Kasih dan Pengampunan
RENUNGAN KATOLIK HARI INI | Sabru 14 Maret 2020
Hari Biasa Pekan II Prapaskah Mi. 7:14-15,18-20;
Mzm. 103:1-2,3-4,9-10,11-12; Luk. 15:1-3,11-32, Warna Liturgi Ungu
======
Kembalinya Sianak Hilang
Bagi masyarakat Batak, anak adalah hal yang paling berharga dalam hidup. Demi kehidupan anak yang lebih baik, orangtua rela bekerja keras, bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Anak adalah kekayaan yang sungguh-sungguh bagi orangtua.
Hal ini diungkapkan dalam sebuah tembang yang sangat populer di masyarakat kita yang berjudul “ Anakkon hi, do hamoraon di au. Cinta orangtua pada anak-anaknya sungguh luar biasa. Maka akan sangat menyakitkan dan menyedihkan bagi orangtua jika anak yang dicintainya, suka memberontak dan melawan. Walau demikian cinta orang tua tidak akan berkurang karena ketidakbaikan anaknya.
Injil hari ini menggambarkan bagaimana sikap Bapa yang baik, penuh kasih dan pengampunan ketika berhadapan dengan sikap atau tingkah laku anak-anaknya. Mari kita amati sikap kedua anak ini yakni si bungsu dan sulung.
Sikap anak bungsu yang memilih hidup dalam hawa nafsu, meminta bagian harta milik yang menjadi haknya, dan pergi ke negeri jauh meninggalkan Bapanya. Memboroskan harta miliknya dengan hidup berfoya-foya. Ketika mengalami masa sulit, kehabisan harta dan harus hidup dalam penderitaan dan kelaparan, ia sadar akan sikapnya, dan kembali kepada Bapanya.
Lain halnya dengan anak sulung. Anak sulung taat pada Bapanya. Tetapi ia pemarah, cemburu dan membenarkan diri sendiri. Hal ini tercermin jelas dalam kata-katanya. Pada waktu ia tahu Bapanya mengadakan pesta menyambut kepulangan adiknya, ia marah dan memberontak. Ia tidak mau masuk, dan tidak mau menikmati sukacita bersama atas kehadiran adik bungsunya.
Tetapi Bapa dengan sabar menerima sikap dan perbuatan kedua anaknya. Bapa sungguh mencintai kedua anaknya dengan segala kekurangan mereka. Sikap ini nampak disaat sibungsu pulang kembali. Ketika Bapa melihatnya pulang, ia berlari keluar, menyambut kedatangannya dan merangkulnya.
Bapa juga membuat pesta tanda sukacita karena anaknya telah pulang. Dan ketika si sulung marah dan tidak mau masuk kerumah, ia keluar, membujuk, menghibur, dan mendengarkan luapan kemarahan anaknya. Sikap seorang Bapa yang penuh kasih dan pengampunan kepada anak-anaknya.
Sikap anak sulung dan anak bungsu dalam injil ini, mewakili sikap kita juga. Terkadang kita menjadi pemberontak, melakukan apa yang menyenangkan bagi kita dan memilih hidup dalam hawa nafsu dan meninggalkan Tuhan yang memberi sukacita dan kebahagiaan dalam hidup.
Kita sibuk dengan diri kita, dengan kesenangan kita. Dan tak jarang juga kita suka bermegah di dalam perbuatan baik kita seakan-akan kitalah yang terbaik dan membiarkan hati dikuasai oleh kemarahan, kecemburuan dan kebencian.
Namun kita perlu ingat disaat kita meninggalkan Tuhan, hidup menuruti hawa nafsu, membiarkan diri kita dikuasai oleh kemarahan, rasa cemburu dan kebencian, kita tidak akan pernah mengalami sukacita dalam hidup.
Maka dimasa Prapaska ini marilah kita seperti anak bungsu, saat kita jatuh dalam kesalahan dan dosa, kita berani bangkit, mengakui kekurangan kita, bertobat dan kembali kepada Bapa yang penuh kasih dan pengampunan, sehingga kita dapat menikmati sukacita dalam hidup.
Sr Petronella br Karo KSSY