OPINIREFLEKSI

Mendesaknya Pendidikan HAM Dalam Keluarga

Loading

MENDESAKNYA PENDIDIKAN HAM DI KELUARGA

DI TENGAH MARAKNYA  PERBUDAKAN MODERN

oleh EDISON SIMAMORA, S.Pd, M.Si

Pengantar

Kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan adalah tiga hal pokok yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Hak Azasi Manusia (HAM) dan sungguh-sungguh dicabut dari sebuah sistem perbudakan baik di masa lalu maupun di masa modern. Melihat sistem perbudakan masih berlangsung hingga saat ini dalam berbagai bentuk dan sulit untuk dihentikan maka  keluarga baik dari keluarga mapan maupun miskin dipanggil untuk melakukan pendidikan dan keterampilan dalam bidang hukum, kecerdasan intektual, sikap kritis, kebebasan berekspresi, Inovasi dan  kemandirian, penghayatan demokrasi, nilai-nilai moral dan spritual. 

Perbudakan dalam Perjalanan Hidup Manusia

Setiap tanggal 23 Agustus dunia mengenang Perbudakan dan Penghapusannya. Perbudakan memang bukti sejarah betapa manusia menindas dan menginjak Hak Azasi Manusia lain. Perbudakan telah berlangsung lebih dari 12.000 tahun. Mulai dari masa Kerajaan Mesopotamia, Viking, China kuno, bangsa Maya dan Astek perbudakan dianggap sebagai komoditi dan sistem sosial. Ketika bangsa Eropa masih lemah pertahanan militernya, banyak orang Eropa dijual sebagai budak di  Arab. Baru pada  abad 14, Portugis mendatangkan budak dari Afrika untuk diperdagangkan di Eropa. Apapun bentuk, jenis dan sistem yang dianut, perbudakan selalu melanggar hak-hak mendasar manusia sebagai individu yang merdeka yang diciptakan oleh Allah Pencipta. Baru pada tahun 1926 di bawah naungan PBB negara-negara mulai meratafikasi Konvensi Perbudakan  dan bertekad melawan tindakan perbudakan dan menghapusnya dalam tatanan sosial.

Kapan Perbudakan Benar-Benar Berakhir?

Ini pertanyaan sulit untuk dijawab. Selama ini perbudakan susah dikurangi karena tingginya angka kemiskinan hingga banyak orang terjerumus pada rayuan dan janji manis untuk dipekerjakan di luar negeri dengan gaji tinggi, ternyata terjerumus sebagai korban perdagangan manusia. Tingginya pertumbuhan penduduk membuat jumlah pekerja sangat tinggi sementara lowongan pekerjaan terbatas. Korupsi yang lumayan membuat pejabat terkait kurang serius mengatasi masalah perbudakan yang  melanggar hukum dan menelan banyak korban.

Guna mengurangi perbudakan atau mencegah perbudakan di kalangan keluarga, kita mesti  kembali pada sistem pertahanan semesta yakni keluarga. Sistem perbudakan hampir mustahil bisa dituntaskan karena sangat kompleks sehingga anak di tengah keluarga harus dididik dengan ketat dan dipersiapkan agar bisa memiliki kepribadian yang mandiri, prinsip moral, etika yang kuat,  dan belajar berwiraswasta. 

Aneka Pendidikan Keluarga Guna Memutus  Rantai Perbudakan

a. Pendidikan Hukum: Orang tua meskipun tidak melek hukum kiranya memberikan penjelasan dan pemahaman kepada anak terkait hukum pidana dan perdata. Anak perlu tahu bahwa setiap manusia dilindungi oleh hukum dan setiap pelanggar hukum akan diproses oleh penegak hukum. Anak juga perlu tahu bagaimana melaporkan orang  yang melakukan pelanggaran terkait Hak Azasi Manusia. Kepada anak perlu diberikan edukasi terkait peran lembaga hukum. Anak mesti tahu bahwa hak untuk berbicara, berpikir, bekerja, mendapat upah yang setimpal dan istirahat sungguh-sungguh dilindungi oleh hukum. Orangtua memang dapat mempelajari semua ini melalui media online sehingga sejak dini anak menyadari bahwa hak dan kebebasannya dilanggar. 

b. Pendidikan Etika, Moral dan Spritual: karena semua manusia adalah sama-sama ciptaan Tuhan maka cara memperlakukan  orang lain harus sesuai dengan standar etika, moral dan spiritual yang berlaku. Diperlakukan tidak secara etis dan tidak baik-baik merupakan sebuah pelanggaran dan dapat dilaporkan secara hukum. Seluruh dimensi etika, moral dan kearifan lokal perlu disampaikan kepada anak sehingga hidup bersama orang lain dalam koridor etika, moral dan kearifan local yang sejalan dengan hukum yang berlaku.

c. Pendidikan wiraswata dan inovasi. Orang yang sering menjadi budak adalah orang-orang yang bekerja pada orang lain baik di dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu agar terhindar dari jeratan perbudakan, anak perlu dilatih berwiraswasta. Hal ini bisa dilakukan dari hal-hal kecil seperti berjualan  goring pisang. Selain berlatih berwiraswasta, anak juga perlu dilatih berinovasi. Wiraswasta yang inovatif tentu saja akan hidup sejahtera karena inovasi sesungguhnya tidak dapat mati melainkan wiraswasta menjadi sukses dengan sentuhan inovasi yang wahid.

d. Pendidikan Idialisme dan Jati Diri. Sejak dini anak-anak perlu dididik dan dilatih agar memiliki idealisme dan memperjuangkannya. Hal ini tentu saja akan membentuk jati dirinya yang kuat. Menjadi budak bertentangan dengan sebuah idealisme yang luhur sebab tak seorangpun dilahirkan menjadi budak. Menjadi pengusaha dan memiliki karyawan yang mendapat perlakuan yang adil dihadapan hukum tentu saja sebuah idealisme tinggi yang patut diperkuangkan. Jadi diri yang kuat tentu saja dapat dengan sukses mewujudkan idealisme yang dinyakini dengan sepenuh hati.

Penutup

Mengurangi angka perbudakan butuh kerjasama global. Penegak hukum yang gigih mengusut perbudakan patut diapresiasi dan jaringan badan hukum pembela Hak Azasi Manusia perlu dipertajam.  Semua sektor terkait perlu saling berkolaborasi untuk mengurangi angka perbudakan yang telah menimbulkan korban jiwa, kemiskinan dan ketidakadilan.

Kita tidak ingin anak, cucu kita menjadi budak kelak. Oleh karena itu keluarga perlu berperan penting untuk mengurangi angka perbudakan. Keluargalah yang dapat kita manage dengan baik melalui pola pendidikan yang tepat. Indonesia butuh ribuan bahkan jutaan wiraswasta baru yang melek dengan inovasi. Ini adalah kesempatan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Mulailah dari keluarga kita masing-masing agar bisa menjadi contoh yang baik bagi saudara terdekat dan handai tolan. Semua Indonesia terbebas dari perbudakan sebab Indonesia telah meretafikasi anti perbudakan dibawah PBB dan menentang semua bentuk perbudakan. Keluarga anti perbudakan melalui perlakuan dan pendidikan yang menjujung tinggi hak azasi manusia dan menjadi wiraswasta yang inovatif. 

 

Facebook Comments

Leave a Reply