NEWSREFLEKSI

MELURUSKAN JALAN UNTUK TUHAN

KOTBAH MINGGU | RP FRANS SITUMORANG OFMCap

Yes 11:1-10; Rom 15:4-9; Mat 3:1-12/Hari Minggu Adven II

Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya

Minggu Adven II menampilkan Yohanes Pembaptis, tokoh utama dalam mempersiapkan kedatangan Juruselamat. Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit serta makan belalang dan madu hutan. Nabi Yesaya melukiskan Yohanes ibarat suara yang berseru-seru di padang gurun supaya manusia mempersiapkan dan meluruskan jalan bagi Tuhan.

Warta mengenai kedatangan Tuhan diiringi ajakan bertobat. Akibat dosa asal tak seorang pun dikecualikan dari keharusan untuk bertobat. Pertobatan bukan sebatas melakukan perubahan kecil, tetapi menata ulang kehidupan dengan langkah konkrit sesuai dengan keadaan kita.

Yesaya menubuatkan lahirnya tunggul Isai, raja yang membawa keadilan dan damai bagi seluruh ciptaan. Tak akan ada yang berbuat jahat atau yang berlaku busuk. Serigala tinggal bersama domba, macan tutul tutul berbaring di samping kambing, anak lembu makan rumput bersama anak singa, dan bayi bermain-main dekat liang ular tedung. Nubuat Yesaya masih terasa jauh. Bukan hanya domba yang belum bisa tinggal bersama serigala, atau kambing berbaring di dekat macan tutul, atau lembu makan rumput bersama dengan singa. Sesama manusia pun belum bisa seia-sekata, sehati, sepikir sebagai saudara. Damai dan persaudaraan masih redup.

Untuk merayakan Natal, Yohanes mengajak kita membarui diri. Ia tidak terutama memperhatikan hal-hal lahiriah. Dia hanya berpakaian kulit yang kasar, tidak menyiapkan minuman keras atau membeli banyak hiasan untuk rumahnya. Dia juga tak menumpuk makanan untuk berpesta; cukup dengan belalang dan madu hutan. Yohanes mengajak kita bertobat dan rendah hati. Kita tidak menuntut orang lain agar bertobat, namun kita sendiri yang harus mengambil langkah pertama untuk membarui diri.

Pendakian ke sebuah gunung suci berakhir dengan anak-anak tangga yang panjang. Lebih dari seribu tahun para peziarah datang dan pergi hingga anak-anak tangga itu jadi licin dan berbahaya. Sejumlah peziarah jatuh dan terluka. Penduduk meminta agar para rahib membangun kembali anak-anak tangga itu, karena khawatir bahwa usaha mereka menyediakan penginapan terancam gulung tikar. Pemimpin biara itu menolak, “Sungguh patut disesalkan bahwa beberapa peziarah telah menderita luka dan mati. Hal ini terjadi tidak lain karena mereka mendongakkan kepala terlalu tinggi. Tetapi, mereka hanya beberapa dari jutaan orang yang belajar bahwa dalam hidup ini, orang harus melangkah dengan hati-hati, mengangkat kepala tinggi, tapi jangan terlalu tinggi supaya perangkap tetap terlihat. Juga jangan terlalu rendah agar tidak kehilangan pandangan ke langit.”

Dalam masa Adven, kita diundang untuk menapaki jalan pembaruan diri yang memungkinkan kita lahir kembali sebagai putera-puteri Allah. Setiap orang memiliki caranya untuk mempersiapkan diri menuju Natal Tuhan dan menjadikan Adven sebagai perjalanan pribadi sesuai dengan situasi hidup masing-masing. Adven menjadi sebuah penantian aktif menuju kedatangan Sang Penyelamat. Menerima Juruselamat tidak mungkin bersamaan dengan kehidupan yang diwarnai oleh dosa.

Keselamatan kita sambut dengan meretas tiap rintangan, keluar dari diri sendiri, saling bantu dan mencintai sebagai anak-anak Allah. Kendati dunia kita diselimuti oleh dosa, berharap akan kemanusiaan yang damai bukanlah utopi. Harapan indah bisa tercapai bila dalam hati ada semangat pertobatan. Pertobatan dimulai dengan langkah kecil namun pasti. Amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *