Melangkahi Luka-Luka Hidup Kita
Untuk dapat melangkah maju kadang-kadang kita harus “melangkahi” kemarahan kita, iri hati kita, dan perasaan ditolak. Tidak mudah, tetapi semua harus kita alami didalam hidup kita yang hanya sementara ini.
Ada godaan untuk terus terbelenggu oleh perasaan-perasaan tidak enak, berputar-putar di sekitarnya, seolah-olah kita harus berhenti di situ. Kalau demikian, kita menjadikan diri kita orang yang sakit hati, yang dilupakan, yang dicampakkan. Kalau kita tidak bangkit dan melangkah, maka putus asa akan menghampiri kita.
Benar, kita dapat terjerat dalam jati diri negatif ini, dan bahkan kita dapat merasa senang dengan rasa nikmat yang pahit ini. Akhirnya kita berhenti berjuang dan menerima nasib malang dansepanjang hidup menggerutu dan mengeluh.
Mungkin baik kalau kita mencermati perasaan-perasaan gelap ini dan melihat dari mana itu semua datang. Tetapi akan sampai waktunya kita perlu melangkahinya, meninggalkannya, dan melangkah maju.
Melangkahlah dengan elegan meninggalkan kepahitan. Karena hidup adalah pilihan. Jika kita memilih menyerah, maka rasa pahit akan tetap pahit.
Karena itu, kita mesti berani menarik hikmah dari setiap peristiwa pahit yang sedang menerpa kita. Dengan modal iman, kita mencoba untuk bangkit dari keterpurukan kita. Kita mohon bantuan dari Tuhan, agar rahmatNya kita berhasil keluar dari pengalaman pahit itu.
Ketika kita berhasil keluar dari kesulitan hidup, kita akan mendapatkan banyak hal baik untuk perjalanan hidup kita. Saya yakin, pengalaman itu menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk mengatasi persoalan-persoalan hidup kita selanjutnya. Orang beriman mesti berani belajar dari pengalaman pahit kehidupannya. Berani melangkahi luka-luka bukan berdiri di atas luka-luka. Mari kita belajar dari kesulitan-kesulitan hidup yang kita hadapi. Dengan demikian, hidup ini menjadi kesempatan untuk membahagiakan Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati.
Eva Barus