NASIONALPESONA GEREJA

“Keluarga” Seminari Pertama Tempat Tumbuhnya Benih Panggilan

Para peserta seminar tekun mengikuti paparan RD Silvester Asan Marlin, Minggu, 13 Maret 2022 di Aula Paroki St. Laurentius Brindisi, Pematangsiantar.  Bertempat di aula Paroki St. Laurentius Brindisi, Pematangsiantar, 13 Maret 2022 berlangsung seminar, ”Panggilan menjadi imam dan biarawan-biarawati”.

Gereja membutuhkan imam dan biarawan-biarawati yang baik. Gereja membutuhkan keluarga tempat bertumbuhnya benih panggilan, lembaga yang menyiapkan pribadi manusia, dan berperan menentukan baik tidaknya masyarakat. Di situlah anak-anak dilahirkan, dididik untuk pertama kali, dan dilatih tentang keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan untuk pengembangan masyarakat (bdk. GE.3, FC 42). Selain itu, keluarga juga berperan menentukan baik tidaknya Gereja (FC 49).

“Peranan itu ditampakkan dengan tanggung jawab dan tugas keluarga untuk mendidik dan mewariskan iman bagi anak-anak yang lahir di dalamnya. Secara khusus, peranan itu juga ditampakkan dengan melahirkan dan mendidik calon-calon pribadi terpanggil.

Orang tua perlu menjelaskan kepada anak-anak bahwa menjadi pastor dan biarawan-biarawati merupakan salah satu pilihan hidup. Membaktikan diri secara total bagi Gereja. Karena itu, keluarga adalah tempat persemaian benih-benih panggilan menjadi imam, biarawan dan biarawati. Keluarga menjadi seminari pertama tempat bertumbuhnya benih panggilan”. Demikian RD Silvester Asan Marlin menjelaskan kepada peserta seminar.

Ketua Komisi Panggilan KAM menegaskan bahwa keluarga perlu membangun pendidikan, keteladanan, suasana rumah yang akrab, relasi saling mencinta, kebiasaan hidup yang baik, kesediaan berkorban, sehingga kondisi ini mendorong anak-anak terpanggil menjadi religius. Orang tua penting menanyakan kepada anaknya mau menjadi apa kelak.

Mendorong dan menyetujui anak-anaknya agar mau menjadi imam dan biarawan-biarawati. Menjelaskan dan memperkenalkan bagaimana hidup religius itu. Mengajak anaknya mengunjungi seminari, biara, atau rumah pembinaan religius. Tak kalah pentingnya membanguan suasana religius melalui doa bersama, doa keluarga, kebiasaan mengikuti ekaristi, rumah keluarga sering digunakan tempat perayaan ekaristi, dan sering dikunjungi pastor, suster, dan bruder.

Para pastor dan anggota tarekat hidup bakti walaupun secara total sudah menyerahkan hidupnya kepada Allah, mereka tetap membutuhkan dukungan keluarga untuk mendukung panggilannya. Agar mereka bersemangat, bertekun, kuat, dan setia dalam panggilan. Para orangua perlu mengunjungi, memberi perhatian, menyemangati, mendo-akannya, terutama saat-saat mengalami krisis. Demikian disampaikan staf pengajar Seminari Menengah Christus Sacerdos Pematangsiantar ini kepada 78 orang peserta seminar.

Dalam Kitab Suci dan dokumen Gereja terdapat sejumlah contoh bagaimana peran orang tua dalam mengembangkan panggilan religius anak. Seperti halnya,  Elkana dan Hana menyerahkan Samuel kepada Tuhan sejak dia masih sangat kecil (1 Samuel 1: 22; 24b), Elkana sangat menghargai keinginan isterinya, “perbuatlah apa yang kau pandang baik…Tuhan kiranya menepati janjinya” (1: 23). Menyerahkan Samuel kepada Tuhan melalui bimbingan Eli (1: 25-27).

Setiap tahun Hana membuatkan Samuel jubah kecil (2:19). Samuel, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia (2:26). Kemudian dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, Maria dan Yusuf mengasuh Yesus. Yesus menjadi besar dan tambah bijak dalam keluarga-Nya, panggilan Yesus berkembang dan semakin jelas menanggapi kehendak BapaNya. Yusuf dan Maria mendidik Yesus untuk mengenal dan menanggapi panggilan Allah.

“Orang tua bertugas mendidik anaknya mengenal Tuhan dan panggilan-Nya. Orang tua mempunyai panggilan dan tugas untuk mendidik anak-anaknya, mengenalkan anak-anaknya dengan kehidupan iman, mengenalkan Allah, panggilan hidup, dan mendukung bila ada bibit panggilan pada anaknya”, imbuh Ketua Komisi Pangigilan Suci KAM ini.

Dalam dokumen Gereja (bdk. (GS. 52) disebutkan bahwa tugas keluarga melalui pendidikan membina anak-anak sehingga bila nanti sudah dewasa mereka mampu bertanggungjawab terhadap panggilan mereka, juga panggilan religius, serta memilih status hidup mereka. Suami isteri bagi anak-anak mereka menjadi pewarta iman dan pendidik yang pertama.

Dengan kata-kata maupun teladan mereka membina anak-anak untuk menghayati hidup kristiani dan kerasulan. Dengan bijaksana suami isteri membantu mereka dalam memilih panggilan mereka dan sekiranya terdapat panggilan suci pada mereka, memupuk itu dengan perhatian sepenuhnya (bdk. AA. 11).

Merupakan tugas orang tua dalam keluarga, menyiapkan hati anak-anak sejak kecil untuk mengenali cinta kasih Allah terhadap semua orang, serta mengajar mereka terutama dengan teladan, untuk memperihatikan kebutuhan jasmani maupun rohani sesama. Seluruh keluarga dan kebersamaan hidupnya menjadi masa persiapan untuk kerasulan. Selain itu anak-anak hendaknya dididik supaya melampaui lingkup keluarga dan membuka hati bagi jemaat-jemaat gereja maupun masyarakat duniawi.

Anak-anak sejak dini harus diajar mengenal Allah serta berbakti kepada-Nya dan mengasihi sesama seturut iman yang telah mereka terima dalam baptis. Anak-anak lewat keluarga berintegrasi dalam masyarakat dan umat Allah (GE 3). Orang tua bebas memilih sekolah bagi anak mereka. Dan diharapkan orang tua memilih sekolah yang ada pendidikan imannya.(GE 6). Dengan mendidik anak-anak mereka dalam adat kebiasaan kristiani hendaklah para orang tua memupuk dan melindungi panggilan religius dalam hati mereka. Tarekat-tarekat diperbolehkan menyebarluaskan informasi tentang dirinya untuk memupuk panggilan serta mencari calon. Namun yang terpenting adalah contoh hidup mereka sendiri (PC 24).

 Orang tua perlu bersyukur bila Tuhan memanggil anak mereka. Ini harus disyukuri sebagai kehormatan karena Tuhan memilihnya. Kembangkan keinginan untuk mempersembahkan kepada Tuhan salah satu putra-putri anda, agar cinta kasih Allah dapat menyebar ke seluruh dunia. Buah cinta kasih suami isteri manakah yang lebih indah dari pada itu? Bila orangtua tidak menghayati nilai injil, orang muda akan sulit mengenali panggilan dan perlunya pengorbanan. Di keluargalah anak mendapatkan pengalaman pertama tentang nilai injil dan cinta kasih (VC 107).

Jelas, keluarga sangat berperan bagi munculnya panggilan hidup menjadi imam, biarawan dan biarawati. Keluarga juga menjadi sumber kekuatan dan perkembangan hidup membiara. Dukungan keluarga menjadikan kaum religius dapat setia dalam menanggapi panggilan Tuhan, terlebih di zaman yang banyak tantangan ini. Relasi kongregasi dan keluarga yang akrab dan meneguhkan sangat dibutuhkan di zaman ini agar panggilan membiara tetap subur dan berkembang. Terkadang terjadi kendala karena relasi yang kurang tepat. Panggilan pada akhirnya adalah dari Tuhan sendiri, maka baik keluarga maupun kongregasi perlu banyak berdoa dan mohon agar Tuhan memberikan calon-calon yang sesuai dengan kehendak-Nya.

Di akhir seminar, Parochus, RP Leopold Purba, OFM.Cap bersharing bagaimana awal panggilannya menjadi imam.

Pertama-tama dia tertarik masuk seminari karena banyak orang muda teman sekampungnya masuk seminari. Dan itu tidak lepas dari keteladanan pastor tertentu, dan terutama dukunga orang tua. Dan mengakui panggilan itu sebuah misteri.

Kalau Tuhan sudah menghendaki-Nya, pasti akan jadi, beliau mengungkapkan kata-kata nabi  Yeremia,

”Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa” (Yer 1:5).

Selain itu, Pastor Purba menambahkan bahwa kendala zaman sekarang para keluarga tidak mau repot mempunyai anak lebih dari tiga. Bahkan secara ekonomis keluarga tertentu mampu, tetapi tidak mau memiliki anak dari dua. Wajar, kalau jumlah umat Katolik menurun, dan sangat sulit memberikan anaknya menjadi imam dan biarawan/ti”.

*** Dobes Tamba

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *