OPINIPROFILSOSOK

JATUH CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA

Loading

“Saya jatuh hati ketika melihat pastor memimpin Ekaristi dengan begitu anggun, berwibawa dan suci. Sejak itu, saya bermimpi untuk menjadi seperti mereka”. – RP. Veuster Tamba, OFM.Cap

Fall in love at first sight, jatuh cinta pada pandangan pertama, begitu orang sering menyebutnya. Jatuh cinta pada pandangan pertama adalah suatu kondisi dimana terdapat suatu ikatan emosional, kuat, dan intens saat melihat suatu sosok atau melihat seseorang. Cinta pandangan pertama biasanya muncul saat seseorang melihat orang yang lain yang mencerminkan dirinya sendiri. Yang unik dari cinta pandangan pertama adalah bahwa hal itu memberikan kesempatan pada diri sendiri untuk memproyeksikan atau berkhayal tentang sosok tersebut dan membayangkan bagaimana jika diri kita sendiri menjadi sosok yang kita lihat tersebut.

Namun banyak orang yang beranggapan bahwa cinta pandangan pertama hanyalah mitos dan itu hanya bentuk lain dari suatu lonjakan kekaguman sementara saja. Namun apakah itu memang mitos? Tampaknya tidak akan selalu demikian. Veuster Tamba, OFM.Cap, pastor yang ditahbiskan pada 30 Januari 2021 silam di Kapel St. Fransiskus RPF Nagahuta Pematangsiantar . Beliau lahir di Belawan, Paroki St. Konrad Martubung pada 15 April 1992. Saat ini usia beliau baru saja menginjak 29 tahun. Dibaptis dengan nama Veuster Judekdo Tamba, beliau merupakan sosok pribadi yang ramah pada setiap umat yang ditemui.

Saya mengenal sosok beliau sejak September 2020 ketika beliau masih menjalani masa diakonat di Paroki St. Fransiskus Asisi Saribudolok. Senyum tawa, dengan wajah bersahabat adalah kesan pertama yang saya temui pada sosok beliau. Meskipun baru mengenal beliau dalam waktu yang cukup singkat, namun pribadi yang ramah dan bersahabat itu membuat kami seolah sudah saling mengenal sejak lama. Sejak awal, Pastor Veuster sangat akrab dengan para OMK (Orang Muda Katolik) di gereja Paroki St. Fransiskus Asisi Saribudolok dan mengarahkan para OMK pada berbagai hal yang bisa memajukan OMK dan menuntut para OMK untuk selalu berkarya. “Saya senang bergabung dengan OMK karena saya masih muda dan ingin berbagi talenta yang saya miliki ke OMK”, demikian kata beliau ketika ditanya tentang pandangan dan harapannya pada terhadap umat gereja khususnya terhadap OMK.

Beliau adalah pribadi yang sangat mandiri serta disiplin. Kemandirian dan kedisiplinan ia tanamkan hingga saat ini. Hal ini tampak dari cara beliau dalam menghargai waktu. Misalnya, jika ada suatu pertemuan dengan waktu yang sudah ditetapkan, maka beliau akan datang sebelum waktu yang ditetapkan tersebut agar tidak terlambat dan bisa mempersiapkan diri sejenak untuk mengikuti pertemuan tersebut. Beliau mengatakan bahwa disiplin adalah pintu kesuksesan. Ketika kita menanamkan dan menjalankan kedisiplinan dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab, maka hal itu tidak akan terasa berat, melainkan akan menjadi suatu kebiasaan yang baik dalam diri kita.

Sejak kecil, beliau sudah berkeinginan menjadi seorang pastor. Keinginan untuk menjadi seorang pastor mulai beliau rasakan ketika masih berada di bangku Sekolah Dasar, lebih tepatnya, beliau ingin menjadi seorang imam karena jatuh cinta pada pandangan pertama. “Saya jatuh hati ketika melihat pastor memimpin Ekaristi dengan begitu anggun,  berwibawa dan suci. Akhirnya saya pun bermimpi untuk menjadi seperti mereka”, tuturnya. Pada umumnya, ketika masih kecil, anak akan mencita-citakan suatu profesi ketika mereka merasa kagum pada profesi tersebut. Rasa kagum itulah yang membuat seorang anak ingin menjadi seperti yang dia kagumi tersebut. Meski demikian, seorang anak itu belum paham apa sesungguhnya profesi tersebut dan ketika beranjak dewasa, kemungkinan besar apa yang mereka cita – citakan ketika kecil akan berubah. Pastor Veuster sejak kecil telah mengagumi Kristus, yang tampak dalam diri imam-Nya dalam perayaan Ekaristi, in persona Christi. Sejak saat itu, keinginan untuk menjadi imam sudah tumbuh dan berkembang dalam diri beliau dan semakin bertambah besar seiring bertambahnya usia.

Baca juga  OMK PAROKI KRISTUS RAJA TANAH JAWA: Meneguhkan dan Menumbuhkan Iman di Hari Kemerdekaan Rpublik Indonesia

Usai menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama, beliau memantapkan diri  untuk melanjutkan pendidikan ke Seminari Menengah Christus Sacerdos yang berada di Pematangsiantar. Keputusan tersebut bulat dan murni karena dorongan hati beliau. Pastor Veuster Tamba, adalah anak ke 2 dari 4 bersaudara. Beliau memiliki 3 saudara perempuan dan menjadi putra tunggal dikeluarganya. Dalam kebudayaan Batak, anak laki-laki mewarisi marga yang diturunkan kepada anak-cucu mereka. Menjadi anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga tentulah suatu pertimbangan yang sangat berat untuk memutuskan menjadi seorang pastor, karena jikalau beliau menjadi seorang pastor maka tidak ada lagi yang akan menurunkan marga dari keluarganya. Hal itu kerap menjadi pertimbangan bagi keluarga, dan tak jarang banyak keluarga yang tidak mengizinkan anak mereka satu-satunya laki-laki menjadi seorang imam atau biarawan. Namun, Tuhan telah memilih orang orang yang layak menjadi pekerja di kebun anggur-Nya. Menjadi anak laki-laki satu-satunya tidak menyurutkan keinginan dan harapan beliau dan dengan orangtua yang senantiasa mendukung, beliau dengan mantap melewati pergumulan batin dan memilih jalan yang sejak dulu ingin ia jalani dan memperjuangkan cinta pertamanya. Orangtua dari pastor Veuster, mereka sangat mendukung apa yang dipilih oleh beliau. “Saya diberi kebebasan oleh orangtua saya memilih dan menentukan apa yang saya inginkan, asal saya bahagia entah di mana pun itu akan selalu didukung.” ucap beliau mantap.

Terlahir menjadi anak laki–laki satu–satunya, juga menjadi tantangan yang dihadapi beliau dalam menjadi seorang pastor. “Terkadang saya merasa bingung karena saya adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga saya, hal itu tentu berlawanan dengan kebiasaan dalam adat. Namun, pada akhirnya saya bisa menghadapi rintangan itu karena niat besar dalam diri saya sejak kecil untuk menjadi seorang pastor”, ucap Pastor Veuster.

Setelah menikmati perjalanan pendidikannya dengan berbagai pengalaman suka dan duka, pada 28 Juli 2018 yang lalu, RP Veuster menerima kaul kekalnya menjadi seorang saudara dina Kapusin. Selangkah lebih dekat, ia akan mencapai keinginannya yang sudah sejak kecil ia dambakan. Dengan rasa syukur yang besar akhirnya beliau ditahbiskan menjadi imam pada 30 Januari 2021.

Pastor Veuster Tamba sangat menikmati hidup menjadi seorang imam, menjadi pastor yang bertugas di paroki dan setiap minggu sibuk untuk berkelana dan memimpin Perayaan Ekaristi di stasi-stasi yang ada di Paroki St. Fransiskus Asisi Saribudolok. Menurut beliau, hal itu adalah kegiatan yang sangat menyenangkan dan membahagiakan. Beliau juga sangat senang ketika disambut baik oleh umat yang ada di paroki serta di stasi-stasi yang beliau kunjungi. Dengan pribadi ramah yang bersahabat, membuat beliau sangat mudah akrab dengan para umat yang ditemuinya. Maka tak jarang, jika ada umat yang berkunjung ke paroki atau memiliki urusan tertentu, mereka akan menyapa beliau dengan akrab dan berbincang – bincang tentang banyak hal. Meskipun masih terhambat pandemi, namun perjumpaan dengan umat adalah sesuatu yang selalu membahagiakan.

Baca juga  PESONA KUNJUNGAN "PASTORAL" MAHASISWA KATOLIK UNIMED

Veuster Tamba memiliki hobby bermain badminton, membaca dan bernyanyi. One day at time, merupakan lagu kesukaan beliau yang sering sekali dinyanyikan olehnya. Dalam menekuni hobby bernyanyi itu, beliau juga senang sekali bermazmur dan saat ini ia juga sedang sibuk menjalankan dan mengembangkan sebuah channel youtube paroki yang berisikan mazmur. Di lingkungan OMK, pastor Veuster Tamba aktif dalam kegiatan musik dan bernyanyi. Ia juga diberikan kepercayaan, untuk menangani dan mengarahkan OMK mempersiapkan diri untuk mengikuti perlombaan-perlombaan yang diselenggarakan, salah satunya adalah bernyanyi. 

Selama menjadi imam di Paroki St. Fransiskus Asisi Saribudolok, ada banyak sekali hal yang beliau ingin terapkan dan tanamkan kepada umat Paroki St. Fransiskus Asisi Saribudolok. “Membangun mental umat untuk rajin ke gereja”, kata beliau adalah hal penting yang ia ingin tetapkan dalam jiwa setiap umat dalam paroki ini.

”Allah, Dialah yang mengikat pinggangku dengan keperkasaan dan membuat jalanku rata” (Mazmur 18 : 33), merupakan motto dari pastor Veuster Tamba. Beliau memilih ayat itu menjadi motto hidupnya karena beliau merasa bahwa apa yang telah ia lalui dan perjuangkan adalah karena kekuatan Tuhan yang senantiasa dialami beliau dalam hidupnya. “Saya berada disini adalah karena kekuatan Tuhan”, tuturnya. Berkat Tuhan itu nyata bagi saya dan seluruh umat. Hidup kita tak pernah lepas dari berkat dan kekuatan Tuhan. Apapun yang kita sudah lalui dalam hidup kita adalah karena-Nya. Oleh karena itu, jangan pernah berhenti berharap dan percaya karena Dia nyata ditengah–tengah kita. Hiduplah selalu dengan mengutamakan Tuhan. Hal itu selalu ditanamkan beliau dalam dirinya dan juga ia sebarkan kepada orang lain, termasuk kepada saya. Selalu beri yang terbaik dari diri dan tetap mohon bantuan Tuhan, merupakan hal yang pastor Veuster tanamkan dalam dirinya dan ia berharap semua orang juga melakukan hal itu. Dalam hidup kita, kita harus memberikan yang terbaik yang bisa kita lakukan, karena hal itu adalah suatu cara untuk menghargai diri kita sendiri dan semua kesempatan yang diberikan Tuhan kepada kita.

Bagi Pastor Veuster, keinginannya menjadi pastor kini telah tercapai. Namun, ini adalah langkah awal baginya untuk semakin dapat meneladani Kristus yang adalah Imam Sejati. Beliau percaya bahwa dalam tantangan seberat apapun, Tuhan akan selalu menjadi penolong dan pemberi kekuatan. Beliau memiliki tanggungjawab yang besar untuk menjadi seorang gembala yang baik (pastor bonus), salah satunya dengan menumbuhkan hasrat menggereja dan membangun mental agar umat senantiasa rajin ke gereja. Dan beliau yakin, Cinta Pertamanya akan senantiasa membimbingnya menuju kebahagiaan sejati. “Kristus adalah cinta pertama dan terakhir saya”, bisik beliau lembut menutup pembicaraan sore itu. (Dominika Flora H Sipayung dari Paroki St. Fransiskus Asisi Saribudolok)

Facebook Comments

Leave a Reply