Masa Depan Teknologi DTG
Berkat penemuan revolusioner di bidang digitalisasi produk memungkinkan kita memotong beberapa tahap menuju hasil akhir. Contoh terbaik selain internet adalah sistem cetak digital atau kini lazim disebut digital printing. Teknologi ini diprediksi akan menggantikan teknologi half-digital machine atau robotik yang biaya produksinya terlalu tinggi. Karena ruang lingkup digital printing yang semakin luas, maka tidak dapat menggolongkan istilah ini pada hanya cetak media massa, seperti koran ataupun buku.
Digital printing kini sudah merambah ke medium komunikasi popular lainnya seperti garmen, seperti kaos ataupun handuk yang berbahan katun. Dalam kasus yang satu ini teknologi digital memungkinkan gambar rancangan yang masih dalam bentuk berkas di komputer dapat langsung dipindahkan ke medium hasil akhir dengan menggunakan printer khusus yang kini lazim disebut direct to garment (DTG) printer dengan inkjet system. Ini berbeda dengan teknik sablon tradisional yang harus melewati tahap pemisahan warna, pembuatan screen, dan pencampuran warna. Keuntungannya banyak sekali. Selain memangkas ongkos produksi hingga 90 persen, pesanan dari pelanggan bisa dikerjakan dalam bilangan satuan. Ini berbeda dengan sablon tradisional yang mengharuskan memesan minimal 1 lusin kaos. Bagi pelanggan ini juga menjadi kelebihan, karena bisa mendapatkan kaos yang eksklusif sesuai dengan keinginan.
Namun demikian tentu banyak pertanyaan, khususnya tentang kualitas. Banyak yang meyakini sablon manual dengan tinta rubber yang dikerjakan secara manual lebih tahan lama dibandingkan dengan teknik digital ini. Tetapi seiring dengan kemajuan inovasi tinta, seperti dye ink dan solvent, daya tahan hasil olahan sistem digital mulai meningkat menyamai. Permintaan kaos dengan teknik ini juga hampir menyamai teknik manual, utamanya bagi kaum muda yang sangat gemar berganti-ganti kaos.
Sebelumnya sablon digital lazim menggunakan transfer paper. Di atas kertas khusus ini gambar dicetak dengan printer biasa, lalu dipindahkan ke atas kaos dengan proses pemanasan. Biasanya menggunakan setrika.
Printer DTG yang menjadi “aktor utama” teknik ini menjadi incaran para pendulang uang pembuat kaos. Merek-merek handal seperti DTGDigital (Australia), SummitDTG (Amerika Serikat), dan Kornit (Amerika Serikat), IEHIC (Hongkong) Epson (Amerika Serikat), Mimaki (Jepang), Brother (Amerika Serikat), dan Anajet (Inggris) adalah beberapa di antaranya yang terkenal. Merek-merek China seperti Sanyi juga tidak ketinggalan dengan daya tarik harganya yang miring.
Saking populernya teknik DTG ini, beberapa vendor lokal Indonesia berinovasi membuat printer DTG sendiri. Merek Hobby Jet atau Magnus Jet di Jakarta misalnya bereksperimen dengan memodifikasi printer biasa menjadi printer DTG. Aspek penting di sini adalah mekanisme kepala catridge tinta dan kualitas tinta yang diimpor langsung dari luar negeri.
Dari aspek harga printer DTG sangat bervariasi. Satu merek terkenal buatan Australia membanderol produknya hampir setengah miliar rupiah. Demikian juga merek dari Inggris dan Jerman. Sedangkan buatan lokal Indonesia ada yang berani menjual antara Rp. 4 juta-Rp. 40 juta. Harga ini bergantung pada fitur produk, kualitas hasil akhir dan purnajualnya. Ada pula yang menjual dengan sistem paket, seperti kaos, tinta cadangan, ketersediaan sukucadang, dan pelatihan bagi pembeli.
Vinsensius Sitepu