Catatan Ringan “Tantangan dan Kesempatan Keluarga Sumber Panggilan”
Kita baru saja masuk tahun 2022,tahun penuh harapan dan usaha untuk meningkatkan peluang yang ada dalam penggilan iman dan harapan. Hal ini seperti yang digaungkan oleh Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap. pada pembukaan tahun pastoral KAM 22, Keluarga Sumber Panggilan, Minggu, 9 Januari 2022 di Gereja Paroki St.Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa – Katedral Keuskupan Agung Medan.
Dalam talk show usai perayaan misa, ditampilkan beberapa nara sumber dan fokus pembicaraan antara lain dari orang tua yang anak-anaknya menjadi imam,I mam itu sendiri, demikian juga dari seorang biarawati. Masing masing memberikan gambaran bagaimana proses panggilan itu terjadi atau berjalan.
Sebelumnya Bapa Uskup Agung Medan juga memberikan hantaran, yang mana juga disampaikan bahwa Keluarga Sumber Panggilan dapat juga diartikan atau lebih ditekankan menjadi Keluarga Rahim Panggilan, karena panggilan itu berasal dari rahim yang benar benar baik.
Bagaimana panggilan dalam keluarga terbentuk dan nantinya akan menjadi “jawaban” yang benar benar baik dan berbuah, harus ditunjang oleh beberapa komponen. Baik itu dari dalam keluarga sendiri (internal movement) dan ini yang menjadi hal yang paling dominan. Kemudian ada juga pengaruh luar (external movement) yang walaupun tidak dominan namun berguna.
Namun panggilan yang terjadi, tidaklah semudah yang kita pikirkan. Ada banyak juga handicap ataupun tantangan yang terjadi khususnya pada zaman now, yang memang merupakan zaman yang sudah banyak berubah kalau kita bandingkan 20 atau 30 tahun lalu yang masih dipengaruhi kekuatan iman yang kuat.
Berikut ini sedikit memaparkan beberapa tantangan yang ada menurut hemat kami yang terjadi di zaman ini.
Tantangan
Yang kami fokuskan di sini adalah faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan panggilan yang ada atau tantangan yang dihadapi.
Panggilan untuk menjadi biarawan/ biarawati pada zaman now mempunyai handicap yang begitu kompleks. Banyak hal yang mempengaruhi sehingga panggilan tidak terjadi ataupun putus dijalan. Beberapa yang menurut kami sebagai tantangannya diantaranya :
- Dukungan orang tua yang tidak mau mendorong atau tidak peduli akan adanya “suara panggilan “ di dalam diri anaknya sendiri.
- Perkembangan dunia yang semakin dipengaruhi oleh sistem modernisasi sehingga banyak sumber panggilan terlelap.
- Kurangnya dorongan atau rangsangan dari “gereja” secara nyata bagaimana dapat menjadi biarawan/biarawati. Misalnya lebih diintenskan kunjungan pastoral imam/suster ke keluarga yang berpotensi.
- Sumber panggilan tidak dirangsang sejak mereka berkembang sehingga talenta yang ada hilang sampai mereka dewasa.
- Si calon sendiri kurang termotivasi untuk maju dan mencoba menjadi seorang imam/suster atau biarawan/biarawati karena dukungan yang kurang.
- Sikap tidak mau tahu atau kurang peduli dari para orangtua, ataupun juga dari pembimbing rohani untuk menimbulkan benih benih panggilan.
- Serta beberapa tantangan tantangan lainnya yang dapat mempengaruhi ketidakberhasilan panggilan menjadi biarawan/biarawati.
Tentu hal hal diatas ini dapat ditanggulangi apabila ada kesungguhan dan kemauan yang kuat dari kita para orang tua, para biarawan/biarawati dan juga dari para calon panggilan itu sendiri untuk berusaha agar benih-benih panggilan itu dapat hidup dan berbuah.
Dimana ada jalan pasti ada kesempatan. Kesempatan yang terbuka dapat menjadi hasil yang baik untuk benih benih panggilan ini.
Kesempatan
Menurut pandangan penulis, ada banyak kesempatan yang sangat terbuka, seandainya semua pihak peduli dan mau menjadikan benih panggilan ini berhasil.
- Sejak dini ( pendidikan SD – ke SMP) ditanamkan secara kuat benih panggilan kepada anak (laki laki/ perempuan) untuk menjadi biarawan/ biarawati dengan contoh yang konkrit akan hidup menggereja secara detail/overall.
- Orang tua mendorong sekaligus mendukung akan benih panggilan yang ada termasuk memberi contoh sehingga anak betul merasa panggilan yang ada pada dirinya dikuatkan.
- Para biarawan/biarawati selalu memberikan pendampingan, motivasi, contoh dan visitasi ke keluarga yang dirasakan mempunyai benih panggilan itu.
- Calon panggilan (si anak) mempunyai rasa iman yang kuat untuk menjadi biarawan/biarawati dengan melihat contoh contoh dari orang sekitarnya khususnya orang tua dan para imam/suster.
- Dan ada beberapa hal lainnya yang dapat menjadikan kesempatan bagi anak untuk diberikan dukungan menjawab panggilan yang ada.
Kesempatan-kesempatan ini kiranya perlu mendapat perhatian dari para orang tua dan pembimbing rohani lainnya sehingga sicalon akan merasa didukung dalam menjawab panggilannya.
Hal hal diatas ini kami tuliskan berdasarkan pengalaman pribadi kami serta perkembangan waktu demi waktu, bagaimana panggilan itu terjadi dan dapat terlaksana.
Pengalaman
Kami lulus SR (Sekolah Rakyat pada waktu itu) tahun 1965. Tahun-tahun sebelumnya antara 1963/1964 kami bercita-cita mau menjadi imam dengan pilihan atau kemauan sendiri. Hal ini melihat dari pengalaman/ kehidupan pastor pada saat itu yang masih banyak dari missionaris Belanda. Tahun 1965 akhir saya dan beberapa teman, mengikuti tes masuk Seminari dan lulus. Tahun 1966 ( umur saat itu 12 tahunn) kami sekolah ke Seminari, walaupun hanya beberapa tahun disana namun panggilan itu datang dari diri sendiri/kemauan sendiri.
Yang mau kami sampaikan bahwa panggilan ada dari diri si anak sendiri dipengaruhi oleh orang dekat di sekitar kita, orang tua, imam/ suster dan kekuatan akan cita-cita yang baik ini.
Semoga benih-benih panggilan yang ada walaupun banyak dengan rintangan, selalu harus didukung untuk keberhasilannya baik dari internal dan external.
Mari kita dukung Fokus Pastoral tahun 2022 ini yang menjadikan Keluarga Sumber Panggilan.
Oleh Herman Ratuliu