BACAAN INJIL, SABTU, 5 SEPTEMBER 2020
Lukas 6: 1-5
Pada suatu hari Sabat , ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. Tetapi beberapa orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat? ” Lalu Yesus menjawab mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?” Kata Yesus lagi kepada mereka: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”
MAKNA KUTIPAN:
Rasa lapar sering kali mempengaruhi semangat dalam bekerja atau melakukan sesuatu. Untuk memuaskan rasa lapar dan mendapatkan energy untuk beraktifitas kita perlu makan bahkan memakan makanan yang sehat/ bergiji. Dalam masa pandemi ini diajurkan agar setiap orang harus menjaga stamina tetap ok dengan makan makanan yang bergiji agar terhindar dari bahaya Covid 19. Maka ketika rasa lapar terjadi harus segera diatasi agar kita tetap sehat dan semangat.
Dalam bacaan yang kita dengar, para murid Yesus sedang merasa lapar. Maka ketika mereka melewati ladang gandum, para murid memetik bulir gandum dan memakannya. Tetapi tindakan para murid ini tidak menyenangkan bagi orang farisi karena hari itu adalah hari Sabat, maka orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat? ” Karena bagi orang Farisi, pada hari sabat tidak diperbolehkan untuk bekerja. Orang Farisi tidak lagi memaknai sabat sebagai upaya untuk merenungkan hubungannya dengan Tuhan dan manusia, tetapi lebih menekankan segi aturannya, yaitu pada hari sabat tidak boleh melakukan apapun. Maka Yesus menjawab dengan tegas bahwa “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari sabat”. Karena Yesus mempunyai kuasa atas hari sabat, Ia pun punya wewenang untuk mengesampingkan aturan sabat demi keselamatan manusia, termasuk mengizinkan murid-muridnya untuk memetik gandum dan memakannya supaya mereka tidak kelaparan dan tetap mempunyai daya untuk mengikuti-Nya. Jelas bahwa cara pandang Yesus terhadap hukum Taurat berbeda dengan cara pandang orang Farisi yang umumnya juga merupakan ahli Taurat. Bila orang Farisi hanya menaati arti harfiah dari hukum Taurat, Yesus mempertimbangkan makna dan tujuan hukum tersebut yakni kesempatan bagi umat Allah untuk menikmati dan bersyukur atas berkat yang telah Tuhan berikan. Bagi Yesus, Sabat tidak meniadakan kewajiban bagi umat Allah untuk berbuat baik. Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat.” Ini berarti dalam melihat setiap aturan lebih dikedepankan kemanusiaan yaitu mengutamakan manusia bukan hanya sekedar melakukan apa yang tertulis. Peraturan yang memanusiakan manusia itulah yang diutamakan bukan peraturan yang justru menciderai rasa kemanusiaan.
Belajar dari sikap Yesus tentang peraturan hari Sabat, mari kita merenungkan kembali bagaimana sikap kita dalam memberlakukan dan menaati aturan. Apakah aturan itu semakin menjadikan kita peka dan terbuka akan kebutuhan sesama ataukah justru peraturan itu semakin menjadikan kita memiliki jarak dengan sesama karena kita menjadi taat buta terhadap aturan yang ada. Pada dasarnya aturan itu baik. Dalam keluarga, jika tidak ada aturan yang jelas maka suasana dalam keluarga pastilah kurang baik karena semua anggota keluarga berbuat sesuka hatinya. Juga jika aturan yang ada dilakukan dengan kaku akan menimbulkan persoalan dalam hidup Bersama. Maka mari kita taat kepada peraturan tetapi jangan mengesampingkan kepekaan dan kepedulian kepada sesama. Amin