PROFIL

Albertus Gregory Tan: Diberkati Bukan Karena Materi, Tapi Memberi Dari Kekurangan Kami

Loading

Komsoskam.com – Jakarta, Setelah berhasil menggalang gerakan via Program Peduli Gereja Katolik (PPGK), Albertus Gregory Tan dan rekannya lalu mendirikan Yayasan Vinea Dei pada 2017. “Yayasan ini adalah legalisasi dari gerakan Program Peduli Gereja Katolik yang sudah dimulai sejak tahun 2011,” terang Greg, dalam satu kesempatan wawancara bersama Komsoskam.com, Jumat (8 November 2019).

Dia menerangkan, setelah enam tahun memulai gerakan PPGK, dukungan umat Katolik semakin meluas membuat aliran donasi menjadi semakin deras dan tak terbendung. “Tentu membentuk Yayasan ini bukan karena kebetulan, semuanya harus diawali dengan banyak pengalaman bagaimana berusaha membangun trust dari banyak orang yang sangat sulit didapatkan. Pengalaman ini yang akhirnya memberanikan diri saya dan teman-teman sepakat mendirikan Yayasan Vinea Dei.”

Putra dari pasutri Athanasius Andry & Katarina Jullany menjelaskan, gerakan ini lahir dari pengalaman spiritual – mistik yang sampai hari ini sangat sulit saya jelaskan. “Bagaimana suara Tuhan itu saya dengar amat jelas dan keinginan hati yang amat kuat untuk berbuat sesuatu meski saat itu kondisinya sangat tidak memungkinkan. Pengalaman ini saya maknai seperti kisah lima roti dan dua ikan. Bagaimana saya bisa membantu orang lain karena saya masih mahasiswa saat itu yang tidak berpenghasilan,” ujarnya.

“Saya juga berdevosi secara mendalam kepada St. Fransiskus Assisi, bukan hanya karena kisah hidupnya yang memperbaiki Gereja secara fisik, namun perjumpaannya dengan Kristus itu sungguh membaharui dirinya dan menginspirasi para pengikutnya untuk hidup sederhana dan bersaudara. Pengalaman itu menjadi amat transformatif untuk pribadi saya,” imbuh saudara kandung Michael Noviando.

Baca juga  Resensi Buku| Start WIth WHY
perjalanan Yayasan Vinea Dei

Momen Hidup Sungguh Merasa Diberkati

Menurut Greg, apa yang membuat karya Yayasan ini amat penting ialah target utamanya untuk tetap konsisten melayani Gereja dan umat Katolik yang sungguh-sungguh sulit dan membutuhkan, tinggal di pelosok, tidak terakses informasi dan fasilitas, bahkan cenderung terabaikan. Di tempat-tempat yang paling sulit itulah Yayasan Vinea Dei hadir memberikan jawaban atas doa mereka.

“Tidak banyak orang yang mau mengurus hal-hal seperti ini, terlebih orang muda. Namun, yang membuat Yayasan ini menjadi semakin berkembang karena berhasil secara konsisten mempertahankan misinya untuk tetap melayani mereka yang paling sulit dan terabaikan,” katanya.

“Lalu ciri khasnya adalah Yayasan ini dilayani oleh banyak orang muda Katolik (OMK) yang berdedikasi dan memberi diri alias Yayasan yang isinya kaum millenial. Millenial yang kreatif bukan hanya untuk mencari uang / profit untuk dirinya sendiri, melainkan untuk membantu sesamanya yang kesulitan.”

Greg mengakui upaya mulia ini juga kerap menghadapi tantangan. “Tantangan yang selalu kami hadapi sepanjang masa adalah bagaimana berusaha menemukan partner / rekan kerjasama yang dapat mengikuti ritme dan sistem kerja Yayasan karena Yayasan ini sejak awal sangat mengedepankan transparansi dan akuntabilitas,” ucapnya.

Tetapi, dia melihat pengalaman kerjasama selama ini tidak semuanya indah, tapi itu juga jadi pengalaman berharga sekaligus kesempatan untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, mengajarkan cara kerja yang jujur, efektif, dan transparan kepada rekan-rekan imam dan umat.

“Tantangan yang juga menarik juga pengalaman bekerjasama dengan orang-orang muda sangatlah dinamis penuh suka duka. Adakalanya kami penuh canda tawa, tapi debat dan konflik juga kami alami bersama. Saya melihat itu juga sebagai proses untuk mematangkan diri saya dan tim untuk semakin solid dan kompak.”

Baca juga  Resensi Buku | Lady In Waiting

Dia menambahkan, “Pengalaman yang sangat menarik tentu ketika kami bertemu dengan umat yang kami bantu dan mereka sungguh bahagia dan bersyukur. Itulah momen-momen dimana kami sungguh merasa hidup kami amat diberkati. Diberkati bukan karena materi tapi karena mampu memberi diri dari kekurangan kami.”

“Kami seakan lupa dengan semua proses yang melelahkan, bukan hanya lelah fisik, namun juga lelah secara emosional. Bersentuhan dengan adat dan budaya lokal, keramahan, dan persaudaraan yang sungguh tulus. Pengalaman ini yang semakin memantapkan kami untuk bangga sebagai Orang Muda Katolik. Sangat Indonesia juga sangat Katolik.”

Greg selalu terinspirasi kata mutiara dalam karya seperti di Yayasan Vinea Dei, yakni: “Seringkali kita hanya mampu melakukan bagian kita yang amat kecil dan tidak berarti, namun Tuhan selalu membantu kita menyelesaikannya dengan caraNya sendiri menjadi amat sempurna.”

Dalam kesempatan tersebut, Greg juga mengajak orang-orang muda di Keuskupan Agung Medan untuk terlibat dalam karya ini. “Banyak pengalaman menarik yang akan memperkaya pengalaman dan pengalaman itu takkan mungkin terbayar dengan uang. Kegiatan berorganisasi yang positif dan bermanfaat akan sangat menjadi nilai (value) yang sangat berdayaguna untuk diri teman-teman orang muda.”

“Masih sangat banyak project Yayasan Vinea Dei yang akan dikerjakan di wilayah Keuskupan Agung Medan dan kami sangat berterima kasih untuk segala dukungan yang kami terima selama melayani di Keuskupan Agung Medan,” pungkas Greg.

 

Eva Susanti Barus | Editor: Ananta Bangun

pencapaian Yayasan Vinea Dei
Facebook Comments

Ananta Bangun

Pegawai Komisi Komsos KAM | Sering menulis di blog pribadi anantabangun.wordpress.com

Leave a Reply