Uskup Mandagi Minta Polisi Tangkap Pelaku Rasisme Terhadap Warga Papua
Komsoskam.com- Merauke- Menanggapi peristiwa kerusuhan yang mengakibatkan ketegangan dalam masyarakat serta terhambatnya aktifitas warga beberapa hari lalu, Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC, Administrator Apostolik Keuskupan Agung Merauke, meminta agar pihak kepolisian mengusut tuntas pelaku rasis yang menyinggung masyarakat Papua.
“Tindakan rasisme adalah tindakan biadab, tindakan tak berperikemanusiaan, tindakan amoral” katanya. Semua orang, bukan hanya orang Papua, harus melawan tindakan rasisme,” sambung Uskup Mandagi dalam Konferensi Pers, Kamis, 22 Agustus 2019 sebagaimana dimuat katoliknews.
Administrator Keuskupan Merauke ini menyebut, tindakan tersebut juga melawan hukum di Indonesia yang dikenal dengan tatakrama, sopan santun dalam keragaman yang saling menghargai satu sama lain. “Karena itu, aparat Kepolisian Republik Indonesia harus segera menangkap orang-orang yang melaksanakan tindakan rasisme. Alasan apa pun tidak dapat membenarkan tindakan rasisme” tegas Uskup Mandagi.
“Dengan tindakan rasisme, martabat manusia direndahkan dan tidak dihargai. Padahal manusia, siapa saja, tanpa membedakan kulit, ras, agama, gender, status, dan sebagainya adalah ‘Gambaran Allah,’” jelasnya lagi.
“Semua manusia mempunyai martabat sama, ‘martabat mulia’ yang harus dihargai, dihormati, dan dilindungi,” lanjut Uskup Mandagi. Ia menyebut apa yang dilakukan oleh para pelaku rasis “melawan kemanusiaan dan melawan ajaran agama apa pun, yang mengajarkan cinta kepada siapa saja.”
Hoax dan Opini Diskriminasi
Menurut keterangan polisi, ada sejumlah konten negatif yang beredar di media sosial yang diduga memprovokasi massa sehingga melakukan demonstrasi. “Kurang lebih sampai dengan hari ini sekitar 5 akun,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (20/8/2019).
Ia menerangkan bahwa bahwa akun tersebut berada di platform Youtube, Facebook, dan Instagram. “Sementara dari Direktorat Siber Bareskrim bilang masih profiling satu akun Youtube dan Facebook. Beberapa nyoba untuk viralkan narasi-narasi maupun video provokatif. Kemudian ada akun Instagram yang didalami,” jelasnya.
Mereka menilai, konten-konten tersebut berisi berita bohong atau hoaks terkait penangkapan 43 mahasiswa Papua di Surabaya. Disebutkan dalam konten tersebut, bahwa ada mahasiswa yang meninggal.
Dedi menambahkan, konten yang dibangun di media sosial dan tersebar di antara warga Papua, dapat membangun opini bahwa peristiwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi.
Dengan penuh harap, Uskup Mandagi meminta Pemerintah untuk menyikapi kasus ini dengan serius. Menemukan pelaku atau provokator yang mendorong diskriminasi dan perpecahan. Ia menegaskan bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia. “Baiklah pemerintah pusat memberikan perhatian, seperti memberi perhatian pada daerah-daerah lain di Indonesia. Hadapilah orang Papua dengan cinta, bukan dengan tindakan rasisme atau tindakan kekerasan apapun,” tutup Uskup Ambonia ini. ZP/KN