Leo Semba: Pengalaman Sangat Berharga Semasa Berkarya di Komisi Komsos KAM
Dominicus Suherman Semba, sehari-hari kerap disapa Leo. Dalam tulisan ini, Suami Albinaria Damanik mengisahkan pengalaman saat berkarya di Komisi Komsos KAM. Berikut petikan kisahnya sebagaimana disampaikan kepada Ananta Bangun.
***
Saya mulai bergabung di Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Agung Medan (KAM), Pastor H.M. Doomen, OFM.Cap. (Alm.), pada September 1991. Saat itu Komisi Komsos KAM masih hanya melayani Program Radio Sanggar Sutera (Sumatera Utara Televisi & Radio). Renungan Harian, Kotbah Mingguan, Drama Rohani Keluarga, Drama Rohani Untuk Anak Sakit, Drama Natal, Drama Paskah, dan lainnya.
Pastor aktif dan berbakat yang membantu Program Radio ini adalah Pastor Leo Sipahutar, OFM Cap.
Awal saya bertugas adalah di bagian teknisi alat-alat elektronik yang digunakan di studio rekaman (sesuai dengan jurusan di sekolah). Rekan kerja saat itu adalah: kak Eva Pasaribu, kak Lina (Rosalina) Sipayung dan Maringan Manik. Saat itu Komisi Komsos KAM belum menangani majalah Menjemaat.
Kira-kira pada tahun 1992, karena Pastor Doomen sakit, Ketua Komsos KAM diserahkan kepada Pastor Johannes Simamora, OFM. Cap. Bersamaan dengan hadirnya kepemimpinan Pastor Johannes, majalah Menjemaat yang sebelumnya ditangani Komisi Komsos KAM yang juga ada di Medan, dipindahkan ke Pematangsiantar.
Karena majalah Menjemaat disatukan pengelolaannya dengan karya Komsos KAM di Pematangsiantar, maka untuk tenaga penulis/redaksi juga bertambah, antara lain; Titus Sihotang (Alm.) sebagai ketua Redaksi dan Agus Batu Tarigan di bagian Illustrasi. Sebagai Penulis Kotbah ditangani oleh P. Uli Raja Simarmata, Pr.
Pada tahun 1996, kepemimpinan Komisi Komsos KAM beralih ke Pastor Paulinus Simbolon. Pada saat itu, ada wacana perpindahan Komisi Komsos KAM ke PPU Karang Sari Pematangsiantar, menjadi satu lokasi dengan Komisi Liturgi, Komisi Kitab Suci dan Kateketik yang ada disana. Tetapi mungkin atas banyak pertimbangan, Komisi Komsos KAM akhirnya diputuskan pindah kembali ke Medan.
Alasannya mungkin karena pusat informasi ada di kota Medan, khususnya untuk Menjemaat. Sementara untuk pengisi suara Program Radio, kotbah, drama keluarga, dan lainnya, mengalami tantangan tersendiri. Kerena memang di Pematangsiantar, gudangnya pengisi suara, sumber-sumber kotbah maupun drama Rohani ada di seminari-seminari yang ada di Siantar, belum lagi para awam yang sudah terlatih sebagai pengisi suara.
Pada kepeminpinan Pastor Paulinus Simbolon, OFM.Cap. (Jika saya tidak keliru, beliau saat itu juga menjabat Vikjen Kam), Komisi Komsos KAM akhirnya berkantor di kompleks SMA St.Thomas 2 dan Unika St. Thomas di Jl. S. Parman 107 Lt.III. Studio rekaman kembali memakai studio Sanggar Sutera yang ada di Medan, yang waktu itu dikelola oleh Fr. Johan, CMM. Lokasi studio juga ada di kompleks sekolah itu.
Untuk membantu redaksi Menjemaat saat awal perpindahan itu, pak Wilopo Hutapea (Alm.). Bantuan juga diminta kepada Kongregasi KSSY, agar salah satu susternya menjadi bendahara. Yang pertama bertugas saat itu Sr. Kristin Pasaribu, KSSY. Seingat saya, saat kepemimpinan Pastor Paulinus itu, pembangunan Catholic Centre KAM juga sudah mulai diwacanakan.
***
Pada tahun 1997, Ketua KOMSOS yang sebelumnya tetap dipimpin oleh Imam Kapusin, kemudian beralih ke Ordo Salib Suci atau OSC (Ordo Sanctae Crucis). Pastor Heribertus Kartono, OSC. (Alm.), yang baru juga menerima Stasi St. Maria Tanjung Selamat, dari wilayah pelayanan Pastoral Ordo Konventual, menjadi wilayah pelayanan perdana Pastoral OSC di KAM.
Penunjukan Pimpinan Komisi KOMSOS KAM ke Pastor Heribertus Kartono, seingat saya, karena Romo Heri (panggilan akrabnya) memang suka menulis dan dianggap sukses memimpin majalah Komunikasi di Keuskupan Bandung.
Dan memang benar, sejak dipimpin oleh Romo Heri, tampilan dan isi Majalah Menjemaat menjadi lebih segar dan ringan, namun tetap “berisi”. Disini juga, font MENJEMAAT pada sampul depan berubah menjadi lebih artistik. Ada semacam logo rumah adat Batak pada huruf A-nya.
Untuk penanggung jawab Program Radio, Pak Gatot Sinulingga yang seorang Vorhanger di Stasi Sei Beras Kata, “dirayu mati-matian” oleh Pastor Heri agar mau membantu KOMSOS. Hahaha…. Benar lho… Menurut saya oleh Roh Kudus-lah yang datang kepada Pak Gatot, hingga beliau bersedia juga membantu, meskipun harus mengorbankan pekerjaannya selama ini yang berprofesi sebagai konsultan jalan dan jembatan. Saya pikir, sekarang kita bisa melihat hasilnya. Salam salut saya buat pak Gatot. Puji Tuhan.
Di bawah pimpinan Pastor Heri, Rapat Kerja ke luar kota sekaligus penyegaran bersama keluarga karyawan juga dirasa sangat bermanfaat.
Setelah beberapa tahun, Ketua KOMSOS diserahkan ke Pastor Nono Juarno, OSC. Menurut saya, meski Pastor Nono bukan seorang yang hobi menulis, dia banyak belajar dari seniornya, Romo Heri, agar misi Komsos KAM tetap dapat berjalan baik.
Juli 2007, saya pamit untuk mencoba menerima tantangan pekerjaan baru di CU Mandiri Tebing Tinggi. Tugas saya waktu itu, membuat Bulletin Koperasi Kredit “CU Mandiri”, bernama IDAMAN (Informasi dari Mandiri). Lewat pengalaman sangat berharga dari teman-teman di Komisi Komsos KAM, saya coba berkarya di tempat baru tersebut.
(bersambung ke artikel berikutnya)