KATEKESEREFLEKSI

YA ATAU TIDAK

Loading

RP. Frans Sihol Situmorang OFMCap

Hari Minggu Biasa XXVI, 27 September 2020

Yeh 18:25-28; Flp 2:1-11; Mat 21:28-32

Pemungut cukai dan para pelacur

akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah

Dekat kuil Vestal Virgin di Roma ada seraut wajah yang dipahat di dinding sebuah rumah. Wajah itu berbentuk seperti bulan dengan mulut yang terbuka yang dinamai bocca della verità. Bila seorang anak berbohong atau diduga berbohong, ibunya akan mengancam membawanya ke ‘mulut kebenaran’ itu. Anak itu diminta memasukkan tangannya ke dalam mulut yang terbuka itu. Jika berbohong, mulut itu akan menggigit tangan si anak. Banyak anak-anak tidak mau dibawa ke sana.

Perumpamaan tentang dua anak menegaskan keberpihakan Yesus bagi kaum yang dihinakan, diwakili pemungut cukai dan pelacur. Perumpamaan ini ditujukan kepada para pemuka bangsa Yahudi yang merasa diri sebagai pihak yang benar, sebab merasa telah melaksanakan semua tuntutan hukum. Lebih buruk lagi mereka menghina orang-orang lain. Yesus menyimpulkan, mereka yang dicap sebagai orang malang lebih dekat pada keselamatan.

Yesus tidak berhenti pada kata-kata. Ia masuk ke rumah Simon, orang Farisi, membiarkan kaki-Nya dibasuh oleh perempuan sundal. Orang yang disebut malang ini dekat pada keselamatan karena memberi ruang bagi Allah memperlihatkan belas kasih-Nya. Pemuka agama Yahudi merasa puas dengan dirinya dan menganggap Allah dapat dipuaskan dengan perayaan yang indah dan dengan ucapan yang manis di bibir.

Baca juga  BACAAN INJIL, KAMIS, 20 AGUSTUS 2020

Kesetiaan pada Allah dan kebenaran-Nya tak dibenarkan hanya dengan berkata ya. Ya yang terucap perlu diterjemahkan dalam kesediaan mencari kebenaran dan cinta kasih. Dari situ ditampakkan keseriusan ambil bagian dalam kehidupan Allah. Yesus menegaskan, bukan tiap orang yang berkata Tuhan..Tuhan..Tuhan akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Kata-kata dan ideologi bisa menipu dan menjadi ilusi atau topeng. Kebenaran seseorang tampak dari perbuatannya.

Yesus menyimpulkan, “Aku berkata kepadamu, pemungut cukai dan perempuan sundal akan mendahului kamu masuk dalam Kerajaan Surga.” Hidup pemungut cukai dan perempuan sundal bertentangan dengan Taurat. Tapi, setelah mendengar Injil, mereka menjawab ya. Ya itu diperlihatkan dengan perubahan hidup. Kehidupan para pemuka agama Yahudi adalah ya di mulut atas tuntutan Taurat. Dan setelah mendengar Injil mereka bersikap tidak. Bukan Allah yang menolak bangsa Israel lalu menerima bangsa kafir. Sikap di hadapan sang Mesias itulah yang menentukan apakah seseorang kehilangan haknya. Cara pemuka bangsa Yahudi menghidupi ya terhadap hukum Taurat mengakibatkan mereka berkata tidak kepada Injil.

Paham keagamaan kerap dinilai dari sudut sosiologis dan yuridis, tanpa implikasi konkrit dalam kehidupan. Kita diajak mengintegrasikan iman dan hidup. Hidup beriman bukanalah persoalan ideologis, tapi sebuah perilaku.  Kerajaan Allah tak dapat dilayani dengan omongan, tetapi dibangun dengan kerja keras dan melibatkan diri. Kesaksian iman itu penting. Tuhan menilai manusia bukan atas fakta memeluk agama formal, tapi pada kualitas hidup. Pengakuan ya atas iman mesti menjadi ya dalam hidup. Perbedaan antara ya dan tidak tidak ada di mulut, tetapi dalam kehidupan. Pengakuan di bibir mesti menjadi tindakan dan tanda cara berpikir dan bertindak. Dengan itu mau ditegaskan kesatuan erat antara tataperibadatan dan tatahidup. Amin.

Facebook Comments

Rina Barus

Menikmati Hidup!!!

Leave a Reply