TERBUKA PADA RENCANA TUHAN
KOTBAH MINGGU | RP FRANS SITUMORANG OFMCap
Yes 35:1-6a; Yak 5:7-10; Mat 11:2-11/Hari Minggu Adven III
Engkaukah yang harus datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?
Seorang yang putus asa bertemu seorang gembala. Tanya gembala itu,“Apa yang mengganggu hatimu?” “Aku merasa sendiri,”jawabnya.“Aku juga, tapi saya tidak sedih,” kata gembala. “Mungkin karena Tuhan menemanimu,” jawab orang itu. “Kau telah mengatakan jawabannya,” jawab gembala. “Aku tidak merasa disertai Tuhan. Aku tidak percaya akan kasih-Nya. Bagaimana aku bisa mengasihi orang dan diriku?” Kata si gembala, “Lihatlah ke bawah. Perhatikanlah kota kita. Engkau melihat rumah-rumah itu? Kau melihat jendelanya?”“Ya,” jawab orang itu. “Matahari juga hanya satu, namun setiap jendela yang ada di kota, bahkan yang paling kecil dan tersembunyi pun, disentuh oleh matahari. Mungkin engkau putus asa karena engkau menutup jendela hatimu,” kata gembala itu.
Keselamatan yang datang dari Allah akan dirasakan bila ada kesediaan dan keterbukaan hati dari pihak manusia, ibarat jendela rumah yang tetap terbuka. Matahari tidak dapat masuk dan memberi kehangatan bila jendela dibiarkan tertutup. Keselamatan dari Allah tidak mungkin masuk dalam diri kita bila kita tetap menutup diri sendiri baik terhadap dunia, orang lain dan terhadap Allah sendiri. Orang yang mengurung diri dalam rencananya akan sulit untuk memahami jalan-jalan dan rencana Tuhan.
Yohanes Pembaptis merasa ragu-ragu. Harapannya jauh dari kenyataan. Ia menantikan Yesus sebagai sosok yang keras dan yang membalas seperti yang dia kotbahkan. Kala meringkuk di penjara, Yohanes berharap Mesias datang membebaskannya. Tapi, Mesias tampaknya diam seakan tak tertarik dengan kepahitan yang dia hadapi. Yesus malah menerima dan memanggil orang berdosa. Yohanes tampaknya tidak dapat menerima cara kerja seperti itu. Ia mengutus muridnya untuk minta penjelasan.
Sering sulit memahami Allah yang lain dari yang kita bayangkan, yang datang dari jalan yang tak kita harapkan. Tidak cukup hanya bersedia untuk menyambut Allah, tapi perlu menerima Allah yang lain, memiliki kesabaran dan menerima jalan yang Ia pilih. Inilah Allah yang kita imani. Bukan Allah yang terperangkap dalam pikiran kita, tapi yang memilih jalan-Nya sendiri.
Dengan caranya yang amat khas, Yohanes tampil sebagai perintis jalan Tuhan. Lewat kata-kata yang keras, ia menyiapkan hati orang banyak untuk menyambut Mesias. Ia sadar bahwa yang datang setelah dirinya jauh lebih besar. Yesus menegaskan bahwa Yohanes tidak sekedar nabi. Belum ada orang yang dipilih Allah secara khusus menerima karunia sebagai perintis jalan paling dekat untuk Tuhan. Bahkan dari semua orang yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada yang menyamai apalagi melebihi Yohanes.
Yesus menampilkan kemesiasan-Nya melalui cara yang kurang populer dan jauh dari harapan orang banyak, termasuk Yohanes. Dia memilih jalan sendiri, jauh dari sebuah revolusi. Kerajaan Allah yang Dia wartakan adalah sukacita, kesembuhan, kehidupan dan damai di hati. Dan itu terutama dapat dinikmati oleh orang miskin. Yesus menyimpulkan, “Berbahagialah orang yang tidak kecewa dan menolak Aku.”
Di sepanjang jalan dari Galilea menuju Yerusalem, Yesus mewujudkan panggilan-Nya mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah. Tidak sedikit orang yang kecewa dan menolak Dia. Tapi mereka yang melihat kepenuhan hidup dalam diri-Nya, tetap setia mengikuti Dia. Ini jugalah kesaksian hidup yang memperlihatkan kredibilitas iman kita, ketika kita mengalami bahwa dalam Yesus, kita yang dulu buta kini melihat, yang dulu menderita kini sembuh, yang dulu sesat kini menemukan arah hidup dan kegembiraan. Amin.