Temu Senior Fransiskan: Masa Lansia Adalah Rahmat Dari Tuhan
Komsoskam.com Pematangsiantar. Setelah merayakan 800 tahun Anggaran Dasar dengan Bulla dan Peristiwa Natal di Greccio, pada tahun 2023, keluarga Fransiskan merayakan 800 tahun peristiwa Stigmata yang dialami St. Fransiskus. Kegiatan ini dilaksanakan di Monteluco, 4-7 Maret 2024. Para Fransiskan di Keuskupan Agung Medan (KAM) membentuk beberapa tim untuk mengisi tahun 2024 untuk memperingati tahun Stigmata tersebut. Salah satu tim yang dibentuk adalah tim Temu Senior Fransiskan (TSF). Tim ini terdiri dari beberapa anggota tarekat hidup bakti yaitu; RP Guido Situmorang OFMCap (Ketua), Sr. Editha Bangun FSE (Sekretaris), Sr. Agnes Saragih, SFD (Bendahara), Sr. Albertine Sihotang FSE (anggota), Sr. Myriam Nainggolan KSFL (anggota), Sr. M. Ferdinanda Lumbantoruan FCJM (anggota).
Temu Senior Fransiskan (TSF) pernah terlaksana pada tahun 2014 yang dilaksanakan di Rumah Pertemuan Monteluco (RPM) Jl. Viyata Yudha 74 Pematangsiantar. Tim yang dibentuk membangkitkan kembali program tersebut karena dirasa sungguh berguna bagi para senior sebagai sarana untuk saling berbagi dengan sesama senior. Temu Senior Fransiskan dibagi dengan dua gelombang sesuai wilayah; TSF Medan dan TSF Pematangsiantar. Temu Senior Fransiskan wilayah Pematangsiantar merupakan gelombang kedua setelah Medan.
RP Guido Situmorang OFMCap bersama tim, dalam pembukaan pertemuan menyapa dengan hangat para peserta senior Fransiskan. Sungguh menjadi suatu kebanggaan dan semangat bagi tim dengan melihat para Pastor, Bruder dan Suster yang hadir. Peserta TSF yang hadir sejumlah 34 orang terdiri dari Pastor, Bruder dan Suster dari beberapa Tarekat Hidup Bakti (THB) yaitu; FCJM 10 orang, KSFL 14 orang, FSE 3 orang, OFMCap Medan 6 orang, OFMCap Sibolga 1 orang.
Lanjut Usia dalam Sudut Pandang Kitab Suci
Pada 5 Maret 2024, RP Yoseph Sinaga OFMCap yang merupakan lulusan dari Fakultas Teologi, Jurusan Teologi Biblis, Universitas Gregoriana, Roma (2005-2008), memberikan materi refleksi biblis dengan judul “Lanjut Usia dalam Sudut Pandang Kitab Suci”. Ungkapan Paus Benediktus XVI “Menjadi tua itu indah” digali dalam terang Kitab Suci. Ungkapan tersebut bukan otomatis, sebab ada anggapan, menjadi tua, justru berada dalam persoalan atau kesulitan, sedih, meratap dalam keterbatasan. Namun akan berbeda hal bila dijalani dengan rasa syukur. Dikatakan indah, karena merupakan rahmat Tuhan dalam menjalankan tugas dan panggilan yang harus diisi dan dipertanggungjawabka.
Dalam Kitab Suci, simbol rahmat; umur panjang merupakan ganjaran bagi orang benar di hadapan Tuhan (Kel 20:12; Ams 10:27a; 16:31; dll); Saat menikmati lamanya hidup di dunia, makanan, pemandangan, kebersamaan dengan yang lain, diberi kepada orang yang menaati hukum-hukum Tuhan (bdk. Yes 46:4); yang hormat pada orang tua, dan sesama, serta takut pada Tuhan. Sementara ganjaran bagi orang fasik akan dihukum, umur mereka tidak panjang (Ams 10:27b); hidupnya binasa (10:29); dll.
Namun, ia juga menjelaskan agar tidak menukarkan secara simplistis. Misalnya, umur pendek sama dengan orang fasik. Gugatan Ayub kepada sahabat-sahabatnya, Ayub tidak setuju dengan paham kebijaksanaan simplistis. Namun, Ayub tidak menolak usia lanjut sebagai tanda rahmat Tuhan, tetapi harus disyukuri juga.
Dibimbing Roh Kudus Menuju Kepenuhan Hidup
Kemudian pada 6 Maret 2024, RP Anselmus Mahulae OFMCap, lulusan Studi Psikologi Konseling, Philippina, 1982-1983), memberikan materi dari sudut pandang Psikologi dengan tema “Dibimbing Roh Kudus Menuju Kepenuhan Hidup”.
“Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? (1 Kor 3:16)”
Perubahan-perubahan yang dialami setiap manusia sepanjang hidup adalah proses yang harus diterima, dihidupi dan disyukuri. Ada saat di mana seseorang dapat dengan aktif memberikan pelayanannya yang jelas dilihat dan dirasakan banyak orang tetapi ada saat di mana manusia itu terlibat dengan cara yang lebih unik lagi yaitu memberi spirit baru berupa dukungan dan doa bagi sesama yang lain.
Dalam refleksi, semua peserta diajak untuk melihat perubahan-perubahan serta hal-hal yang terasa hilang, hal-hal yang bertambah seperti suatu nilai dari umur muda hingga lanjut usia serta shadow (energi yang tersimpan di alam tak sadar). Termasuk juga bagaimana pemikiran serta sikap secara pribadi tentang kematian. Sebagai keluarga Fransiskan peserta di bawa pada permenungan akan iman dan pengalaman Fransiskus kepada Tuhan dalam menjalani perubahan-perubahan dalam hidupnya.
Fransiskan Menghadapi Masa Tua
Selanjutnya RP Donatus Marbun OFMCap dalam materinya berbagi dan mendalami hasil tulisan RP Thomas Saragi OFMCap yang berjudul “Fransiskan Menghadapi Masa Tua”. Sebagai senior/lansia Fransiskan diharapkan berpedoman pada teladan dan amanat Saudara Fransiskus. Fransiskus dari Asisi tidak sempat mengalami masa lansia dalam dirinya sendiri dan dalam diri saudara-saudaranya. Dia memulai hidup pertobatannya dengan beberapa saudara pada umur 24 tahun, dan menjalani hidup sebagai Saudara Dina selama 22 tahun, dan meninggal dunia pada umur 46 tahun. Tapi jelas dia adalah senior dalam persaudaraan yang didirikannya, dan sebagai senior dia berhadapan dengan kelemahan jasmani, penyakit fisik dan phisikis dari saudara-saudaranya. Fransiskus sendiri cepat mendapat gangguan kesehatan, terutama tahun-tahun terakhir hidupnya. Ia juga menghadapi masalah-masalah dalam persaudaraan yang membuatnya menderita. Bagi keluarga besar Fransiskan, Ordo pertama, Ordo kedua dan Ordo ketiga, setiap saudara adalah rahmat, anugerah dari Allah bagi persaudaraan. Secara khusus saudara-saudara yang sakit/lemah secara jasmani atau secara rohani harus mendapat perhatian khusus dari persaudaraan dan setiap saudara.
Temu Senior Fransiskan ini membuahkan suka cita bersama. Terungkap dari sharing kelompok yang dibentuk bahwa secara umum peserta mengharapkan TSF tetap dilaksanakan dengan tema yang berbeda. “Kami sebagai peserta merasa diperhatikan dan didukung oleh persaudaraan” ungkap salah seorang peserta. Saat ini para senior lebih pada mensyukuri “hal-hal kecil yang mereka lakukan dalam komunitas” serta keterlibatan mereka dalam mendukung persaudaraan.
Berkesan kalimat “holan ido na binotona”, yang terungkap dari Sr. Elisabeth Banjarnahor KSFL yang genap 88 tahun pada 6 Maret 2024. Ungkapan ini untuk menumbuhkan kesabaran diri dalam berhadapan dengan sesama di komunitas yang terdiri usia yang bervariasi. Persaudaraan menjadi lebih indah jika masing-masing mengusahakan cara untuk saling mendukung. Ada banyak kesaksian hidup dari masing-masing peserta yang menginspirasi. Mereka dengan terbuka menerima keberadaan diri (keterbatasan fisik) serta ketergantungan bagi yang lain. Ketaatan kepada pendamping disadari menjadi kewajiban demi kebaikan mereka. Masa lansia/ senior adalah rahmat dari Tuhan. Rahmat terutama karena mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berdoa. Seperti orangtua yang bangga melihat anak-anaknya yang bergembira dan memperhatikan mereka. Hal yang sama dialami oleh peserta TSF ketika tunas muda tarekat (para Postulan Kapusin, Postulan KSFL, Postulan FCJM dan Novis FCJM) memberi hiburan dengan tarian, lagu, drama dan yel-yel.
Seluruh kegiatan Temu Senio Fransiskan dipersatukan dalam Misa Syukur di Kapel Hati Kudus yang dihadiri para pimpinan/ utusan tarekat. Setelah perutusan Misa, seorang peserta membacakan tekat yang telah dirangkum dalam beberapa point yang hendak diwujudnyatakan dalam menjalani masa lansia.
“Mendekatkan diri dengan Tuhan dalam doa, pasrah pada kehendak Tuhan. Memberi diri dalam perutusan, hidup dalam kegembiraan yang mendidik dan memberi teladan. Membina relasi dengan pendamping sebagai saudara. Berpikir dan bersikap positif dengan cara bersyukur, bersukacita, rendah hati, sabar, damai dan mengampuni.”
Setelah makan siang meriah, Panitia masih menyediakan bingkisan sebagai kenangan Temu Senior Fransiska gelombang dua. Semoga seluruh panitia dan peserta menjadi lebih berbahagia dalam doa, persaudaraan, kaul dan karya masing-masing. Semoga para Lansia menikmati indahnya rahmat Tuhan dalam hidup yang penuh sukacita. Pace e bene.
Sr.M.Ivoline Maharaja FCJM