RP. Fransiskus de Sales Borta Parlindungan Rumapea O.Carm: “Masih Dalam Suasana Bulan Madu”
Kanselir Keuskupan Agung Medan, RP. Fransiskus de Sales Borta Parlindungan Rumapea, O.Carm menyambut dengan senyum ramah, kala tim Menjemaat menyambangi kantornya. “Saat ini saya masih dalam suasana berbulan madu,” ujarnya berseloroh, kala menjawab pertanyaan bagaimana rasanya menjadi Sekjen KAM yang baru.
Putra dari pasutri Artianus Harber Rumapea dan Rowana br. Sinaga mengaku tak pernah terpikir dipercaya memangku peran tersebut. “Saya tak pernah membayangkan menjadi Sekjen KAM. Sebab selama ini tak pernah menjabat tugas sekretaris. Sepengetahuan saya hanya menjalani peran notulis dan sekretaris di Dewan Imam KAM,” ujar alumnus Master of Theological Studies dalam bidang Moral and Practical Theology di The Melbourne College of Divinity, Australia.
Imam Karmelit ini mengaku dapat kabar awal kabar perihal pengangkatan menjadi Kanselir dari Uskup Emeritus, Mgr. Anicetus B. Sinaga, OFMCap. “Pemberitahuan resmi kemudian datang dari Propinsial Ordo Karmel di Malang,” aku pastor yang menerima tahbisan Imamat di Paroki Kristus Raja, Perdagangan pada 21 November 1997. “Mulanya saya menolak, karena faktor usia. Namun atas kaul ketaatan, saya kemudian menerima tugas perutusan tersebut.”
Eks Parochus di Paroki St. Paulus Pasar Merah Medan mengaku beruntung sebab administrasi dan korespondensi di KAM telah tertata dengan baik. “Dalam pelaksanaan tugas baru ini, saya merasakan bahwa seluruh pihak di Kuria ini sungguh kooperatif. Dan para personil juga sudah berpengalaman,” terangnya. “Namun, saya kira perlu ada pembenahan database yang bisa dengan cepat untuk merujuk data paroki maupun keuskupan. Tantangannya, saya kira adalah membangun database secara online agar bisa diakses dengan cepat. Saya mengakui terbatas dalam penguasaan teknologi informasi ini.”
Di sela kesibukan sehari-hari, Pastor Borta tetap berolah raga untuk menjaga kebugaran tubuh. “Semasa muda dahulu, saya gemar bermain sepakbola. Sekarang karena faktor usia dan hal lain, saya lebih kerap jogging dan lari,” aku penyuka masakan opor ayam berbumbu kacang. “Syukurlah saya belum ada pantangan dalam hal makanan. Opor ayam tersebut adalah masakan khas orangtua kami. Kalau pulang ke kampung saya sering minta Ibu masak itu (opor ayam berbumbu kacang).”
Dalam bincang bersama Menjemaat, Pastor Borta sempat mengisahkan kisah pemberian namanya. “Saya dengar kisah ini dari orangtua. Kata mereka, ketika kecil saya hampir meninggal. Kemudian opung menganjurkan agar saya diberi nama Borta, karena saya telah membuat banyak orang menangis. Dan semoga kelak berguna sebagaimana pohon borta atau enau,” tutur anak ketiga dari sembilan bersaudara.
(Ananta Bangun)