PERJUMPAAN DUA KASIH || Hari Minggu Biasa XXX

Loading

RP. Frans Sihol Situmorang, OFMCap

Kel 22:20-26; 1Tes 1:5c-10; Mat 22:34-40/Hari Minggu Biasa XXX

Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi

Seorang kafir menjumpai Shammai, seorang Rabi Yahudi. “Tobatkanlah aku ke dalam agama Yahudi dengan syarat bahwa kamu bisa mengajarkan seluruh Taurat kepada saya, sementara saya berdiri dengan satu kaki,” katanya. Dengan marah Rabi Shammai mengusirnya, katanya, “Mustahil mengajarkan seluruh isi Taurat hanya dalam waktu yang sangat singkat.” Lalu orang itu pergi kepada Rabi Hillel dan mengulangi permintaan yang sama. Rabi Hillel mentobatkan orang itu dan mengajarkan, “Kasihilah Tuhan Allahmu dan kasihilah sesamamu. Inilah seluruh Taurat. Sisanya adalah tafsiran.”

Pencarian hakikat Hukum termasuk hal yang sangat penting bagi orang beragama pada masa Yesus. Ketika ditanya mengenai hukum utama, Yesus berkata, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Yesus tidak hanya mengulangi hukum yang sudah dikenal dan dihapal oleh orang banyak pada waktu itu, tapi membarui kedua hukum tersebut. Ia memperluas cakupan kata sesama, yang selama ini dibatasi pada sekat nasionalisme dan agama. Bagi Yesus, sesama mencakup siapa saja, tanpa sekat pembatas. Melalui perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati, Yesus menegaskan bahwa sesama adalah seseorang yang pada level etnis dan politis tergolong musuh dan dari sudut agama terhitung orang-orang kegelapan.

Baca juga  TALENTA: KARUNIA DAN TANGGUNG JAWAB

Kebaruan yang lebih besar terletak pada pernyataan Yesus bahwa kasih kepada sesama sama dengan kasih pada Allah. Mengasihi Allah dan sesama adalah hukum yang sama. Hukum yang kedua tidak ditempatkan di samping hukum yang pertama, tapi di dalamnya. Kasih pada Allah dan sesama ibarat satu mata uang dengan dua sisi yang saling melengkapi. Kasih pada sesama adalah jalan, dan kasih pada Allah adalah tujuan. Kasih kepada Allah adalah dasar kasih dan hormat pada sesama. Manusia tak boleh dijadikan korban, entah karena alasan apa pun, apalagi untuk membela keyakinan atau agama. Allah adalah Pencipta, Pemelihara, Penjaga dan Bapa kita semua.

Mengasihi berarti keluar dari dari diri sendiri menuju yang lain. Yang Lain yang sesungguhnya adalah Allah, sebab Dia adalah Allah dan bukan manusia, Roh dan bukan daging. Hanya Allah yang menjadi tujuan akhir kasih manusia. Di dunia ini sesama adalah cermin diri Allah. Dia memberi orang lain, yang sama dengan kita, untuk kita kasihi. Sesama adalah saya yang lain. Kasih kepada sesama adalah kasih kepada diri sendiri.

Ungkapan kasih kita kepada Allah tak berhenti di gereja, dalam liturgi semeriah apa pun. Doa dan ibadat adalah kepura-puraan bahkan kesia-siaan bila relasi dengan sesama berantakan. Menurut Rasul Yohanes, orang yang mengaku mengasihi Allah, tetapi membenci saudaranya adalah pendusta. Mengapa tak cukup mengasihi Allah? Sebab Allah tidak hanya menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, tapi telah sama dan solider dengan kita. Kasih itu terutama ditujukan bagi kaum hina dina, miskin, malang dan orang asing, sebab Allah sendiri telah menjadikan diri seorang dari antara mereka. Yesus bersabda, “Apa saja yang kamu lakukan bagi salah seorang dari saudara-Ku yang paling hini ini, itu kamu lakukan bagi-Ku.”

Baca juga  BACAAN INJIL, KAMIS 17 SEPTEMBER 2020

Sesama adalah sakramen perjumpaan dengan Tuhan. Sesama adalah allah yang dekat yang kita jumpai dalam setiap langkah hidup kita. Ekaristi menguduskan dan memampukan kita mewujudkan kasih kepada Allah dan sesama. Di mana ada cinta dan kasih bagi sesama, di situ ada Tuhan. Amin.

Facebook Comments

Rina Barus

Menikmati Hidup!!!

Leave a Reply