Br. Licinius Tarigan OFMCap “Bersahabat dengan Alam”
Senja dan pagi selalu dinanti oleh lelaki gagah dan pekerja keras ini. Ia adalah Bruder Licinius Tarigan OFMCap, yang akrab dipanggil Br. Lici. Pada saat senja, ia biasa mengambil waktu untuk duduk sejenak menikmati keindahan alam. Bagi bruder yang berasal dari suku karo ini, pesona keindahan alam di saat senja sangat luar biasa karena langit dihiasi oleh warna-warni yang indah dan mengagumkan. Ia tidak pernah bosan memandang langit di sore hari karena selalu memancarkan keindahan yang memanjakan matanya. Tak hanya di sore hari, pada pagi hari setelah missa dan sarapan, Bruder yang selalu ceria ini juga terbiasa mengambil waktu untuk sejenak bersanding dengan alam agar bisa menikmati sapaan alam ketika mentari mulai memancarkan sinarnya. Cara biasa yang dilakukannya adalah berjalan mengitari lembah bukit Nagahuta yang dihiasi dengan pepohonan yang indah dan rindang. Baginya, keindahan alam sungguh memberikan kedamaian dan kesejukan hati. Maka ia selalu berkata, “engkau tidak akan bisa menikmati keindahan alam jika tidak ada kedekatan dan kecintaan hatimu pada alam”.
Akrab dengan Alam
Kehidupan masa kecil yang akrab dengan alam terekam jelas dalam benak Bruder yang lahir pada 09 November 1967 ini. Sejak kecil ia sudah terbiasa bermain di alam karena selalu dibawa oleh orangtuanya ke ladang. Ia juga selalu diajari oleh orangtuanya cara menanam jeruk dan sayur-sayuran agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Bruder yang lahir dari keluarga petani ini banyak menghabiskan masa kecilnya di ladang. Ia juga masih ingat betul bagaimana ia dan teman-teman sepermainannya biasa menghabiskan waktu dengan memanjat pepohonan dan berenang di sungai sambil mencari udang dan ikan-ikan kecil. Semua pengalaman ini membuat masa kecil Br. Lici begitu dekat dengan alam. Bruder yang dibesarkan di desa Juhar ini, mengaku bahwa pengalaman masa kecilnya yang dekat dengan alam mempengaruhi kecintaannya pada alam ciptaan Tuhan.
Merawat dan Melestarikan Alam
Bagi Br. Lici, bersahabat dengan alam harus didasari oleh rasa persaudaraan karena alam adalah bagian dari kehidupan manusia dan jiwa dari setiap jiwa yang hidup. “Karena alam adalah bagian dari kehidupan manusia, maka harus dijaga dan dipelihara dengan baik agar tetap lestari dan harmonis”, ungkap Br. Lici. Bruder ini juga selalu mengharapkan agar manusia tidak mengeksploitasi alam demi mengejar keinginan dan kepentingan sesaat. Tetapi, kita harus ramah dan beradab dalam mengelola alam agar tetap lestari. Menurut bruder kapusin ini, “bersahabat dengan alam adalah perilaku terpuji karena didalamnya ada keterlibatan dan panggilan untuk memelihara ciptaan Tuhan”. Penghayatan ini didasarinya pada apa yang dikatakan oleh St. Fransiskus dari Assisi, alam dan semua ciptaan adalah saudara dan saudari. Oleh karena itu, “segala yang diciptakan Tuhan, bernyawa atau tidak bernyawa pantas memperoleh sentuhan kasih persaudaraan dari manusia”, ujarnya.
Dengan tegas, Br. Lici juga mengatakan, “bersahabat dengan alam adalah salah satu unsur filsafat alam yang menekankan tindakan yang arif terhadap pelestarian alam karena manusia adalah bagian dari alam (ekosistem)”. Tetapi, dalam tindakannya, manusia seolah-oleh berada di luar ekosistem alam. Kondisi ini membuat manusia hidup tidak selaras dengan alam. Manusia sering menganggap bahwa alam adalah objek yang patut dieksploitasi untuk memuaskan kebutuhan hidupnya yang tanpa disadari telah terperangkan dalam jebakan bencana ekologis. Manusia punya keinginan untuk menguasai sumber daya alam sehingga berusaha untuk memperkaya diri sendiri. Maka, agar alam tetap terjaga, bruder yang pernah menempuh pendidikan D3 jurusan Management Perkantoran di Universitas St. Thomas Medan ini menunjukkan usaha dan panggilan religiusitasnya dalam memelihara alam ciptaan Tuhan.
Menanam Pohon
Karena kecintaannya pada alam dan adanya kesadaran bahwa bencana alam akan mengancam dan membawa kesengsaraan bagi manusia, maka Br. Lici mengambil langkah sederhana untuk ikut memberi andil dalam memelihara dan merawat bumi ciptaan Tuhan. Salah satu langkah yang dilakukannya adalah menanam pohon. Baginya, menanam satu pohon adalah salah satu cara untuk melanjutkan kehidupan. Oleh karena itu, semangat dan usahanya untuk menanam pohon tidak pernah pudar. Jenis pohon yang ditanannya sangat beragam, mulai dari pohon hutan hingga pohon buah-buahan. Apa yang sudah ditanamnya tetap dipelihara dan dirawat dengan baik.
Usaha Br. Lici tidak menghianati hasil. Berkat usaha dan kerja kerasnya, alam Nagahuta, tempat Br. Lici berkomunitas menjadi sangat indah dan asri. Pohon-pohon yang tumbuh subur dan menjulang tinggi mampu memberikan udara yang segar dan bersih bagi orang-orang yang datang ke Nagahuta dan bagi penduduk sekitar. Setiap orang yang datang ke Nagahuta merasa nyaman dan sekaligus kagum karena dapat menikmati keindahan alam yang indah dan asri. Semua ini tidak dikerjakannya dalam sekejab, tetapi membutuhkan waktu bertahun-tahun. Oleh karena itu, bagi Br. Lici, merawat dan memelihara alam harus dilakukan secara terus menerus.
Mengolah Sampah
Selain menanam pohon, Bruder yang memiliki motto: bekerja keras adalah cara pengaktualisasian diri, juga memberi hati untuk mengolah sampah. Bagi bruder ini, sampah adalah salah satu sumber pencemaran alam. Melalaui kesadaran ini, maka ia selalu setia dan tekun mengolah sampah yang ada di komunitasnya. Setiap sampah akan dipisahkan menurut jenisnya. Sampah organik akan diolahnya menjadi kompos yang bisa digunakan untuk tanaman dan sampah anorganik akan dikumpulkan untuk dijual atau didaur ulang (jika memungkinkan). Berkat usaha sederhana ini, ia bisa menjadikan lingkungan komunitasnya menjadi tempat yang bersih dan bebas dari sampah.
Beternak Ayam secara Organik
Kecintaan Br. Lici terhadap alam juga ditunjukkannya melalui usahanya memelihara ayam dengan pakan organik. Jika kebanyakan orang memberi pakan pellet (yang kadang dicampur dengan bahan kimia) pada ayam, bruder yang berbadan besar ini justru membuat inovasi dan terobosan baru. Ia mengolah makanan ayamnya dari sisa-sisa makanan, kulit buah (pisang, semangka, papaya) dan pelepah sayuran. Semua bahan- bahan ini dihaluskan dan dimasak dengan campuran air bekas cucian beras. Setelah mendidih, bahan-bahan yang sudah dimasak akan didinginkan dan dikeringkan agar layak dikonsumsi oleh ayam.
Pada awalnya, anggota komunitasnya merasa heran dan pesimis akan apa yang dibuatnya, karena tidak akan mungkin ayam peliharaan hanya memakan kulit buah dan sayur-sayuran. Tetapi apa yang telah dibuat oleh Br. Lici menghasilkan hasil yang luar biasa. Semua ayam yang dipeliharanya sehat dan berkembang pesat. Bahkan yang paling luar biasa adalah, ketika ayam peliharaan tetangga sekitar terkena penyakit dan mati, ayam peliharaan bruder ini tetap sehat dan beranak pinak. Satu keyakinan dari bruder ini adalah bahwa ayam yang diberi pakan organik (yang terbebas dari kimia) akan memiliki ketahanan tubuh yang kuat. Cara yang tidak biasa ini telah dibuktikannya memiliki keampuhan yang luar biasa.
Memberi Mata Air dan Bukan Air Mata
Dengan nada optimis, Br. Lici menyampaikan harapannya bahwa sudah saatnya kita kembali merenungkan bahwa kita adalah bagian dari alam dan harus hidup serasi dengan alam. Oleh sebab itu, Br. Lici mengatakan, “kita sebagai subyek pengelola alam haruslah memperlakukan alam berdasarkan etika dan prinsip ekologi: Pertama, manusia harus hidup serasi dengan alam dan tidak menguras dan merusak alam. Kedua, memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Ketiga, memulihkan kerusakan alam yang sudah terjadi dan menjadikan alam sebagai bagian dari diri kita”.
Manusia diberi kebebasan untuk mengelola sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi hendaklah kita tidak mengeksploitasi alam secara membabi buta, yang hanya memikirkan kepentingan ekonomi jangka pendek yang meninggalkan kesusahan bagi generasi yang akan datang, ungkap Br. Lici. Maka ia memberikan wejangan sederhana, “kita harus memberikan mata air untuk generasi penerus dan bukan air mata”. Maka, mari menyadari bahwa bumi yang kita tempati sekarang adalah pinjaman dari anak cucu kita yang harus kita kembalikan dalam kondisi utuh kepada mereka, ujarnya.
Br. Lici juga mengatakan, “manusia dan alam mempunyai hubungan yang bukan sekadar erat tetapi sangat vital. Kehidupan kita sangat bergantung dari alam. Seluruh kebutuhan primer hidup kita mulai dari oksigen, air, makanan dan papan serta kebutuhan sekunder disediakan oleh alam. Disamping kebutuhan jasmani tersebut, kita juga dapat merasakan dan menikmati kebutuhan tersier yang memanjakan jiwa rohani kita. Kebutuhan-kebutuhan tersebut kita peroleh dari atmosfer, tumbuhan dan hewan baik di darat maupun air dan aneka kekayaan yang berada di bawah bumi. Oleh karena itu, mari mensyukurinya dan berusaha menjaga dan melestarikan alam yang kita tempati. Jangan merusak alam demi kepentingan diri sendiri”.
Oleh karena itu Br. Lici menyampaikan ajakannya agar manusia bersahabat dengan alam. “Bersahabat dengan alam adalah tindakan paling bijaksana dan sekaligus panggilan religius yang harus dimulai dari sekarang. Kita harus meningkatkan kepedulian dan tanggungjawab moral yang tinggi untuk menjaga alam agar selalu lestari, indah dan memberikan kehidupan”, ungkapnya. Bruder pengikut St. Fransiskus dari Assisi ini juga menambahkan, “kita sebagai umat beriman hendaknya meneladani St. Fransiskus Asisi yang menunjukkan sikap hormat dalam memperlakukan alam karena melihat Tuhan di dalamnya. Semua hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam sekitar merupakan ciptaan Allah yang darinya terpancar keagungan dan keindahan”. Br. Lici sangat mengapresiasi dan sekaligus mengimplemantasikan apa yang dikatakan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si yang mengatakan: “Bumi adalah rumah kita bersama dan segala ciptaan lainnya. Manusia diharapkan bisa menjaga bumi, alam dan segala isinya”. Ajakan ini juga menjadi dasar bagi Br. Lici untuk mengajak semua orang agar menjaga dan memelihara bumi sebagai “rumah kita bersama”.
P. Masro Situmorang OFMCap.