KATEKESENEWSPESONA GEREJAREFLEKSIREVIEWS

PELAYAN LUAR BIASA KOMUNI (2)

KPRP Pasal 129

Selama ini umat di Indonesia pada umumnya mengenal istilah Prodiakon di paroki-paroki di kota dalam perayaan ekaristi. Prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral merupakan pelayan pelayan luar biasa (terjemahan KHK) atau pelayan tak lazim (terjemahan Komisi Liturgi KWI) dalam pelayanan liturgi Gereja, memiliki dasar doktrin pada Pedoman Umum Misale Romawi no. 109 dan Redemptionis Sacramentum (selanjutnya RS) no. 43. Dalam teks tersebut dinyatakan bahwa “Demi manfaat bagi umat setempat maupun seluruh Gereja Allah, maka dalam rangka perayaan Liturgi suci ada di antara kaum awam yang sesuai dengan tradisi, dipercayai pelayanan-pelayanan yang dilaksanakannya dengan tepat dan dengan cara yang patut dipuji.”. Ada pelbagai sebutan pelayanan awam tersebut seperti prodiakon (pro=untuk, ganti dan diakon= klerus), asisten imam (pembantu imam), asisten pastoral (pembantu petugas pastoral). Asisten imam dipakai sebagai hasil kesepakatan pertemuan Dewan Nasional Komisi Liturgi KWI, Mataloko Flores, 2002, sedangkan asisten pastoral dipakai untuk pelayanan tak lazim (luar biasa) diambil dari RS Bab VII. Dengan demikian sebenarnya istilah asisten imam lebih mendekati dari pada istilah prodiakon.

Perlu mendapat perhatian bagi imam bahwa jabatan prodiakon, asisten imam atau asisten pastoral hanya pelengkap, bukan pokok. Tugas pokok ada dalam diri imam (bdk Kan. 900 §1), sehingga tugas prodiakon atau asisten imam jangan dipergunakan untuk menurunkan pelayanan asli dari para imam sedemikian rupa, sehingga para imam lalai dalam melalaikan karitas pastoral dalam Gereja saat umat membutuhkan kehadiran imam, saat umat sakit atau pembaptisan anak-anak, atau perkawinan, atau pemakaman. Itu semuanya tugas inti para imam dan didampingi para diakon. Karena itu, tidak boleh terjadi bahwa di Paroki para imam menukar pelayanan pastoral dengan para prodiakon atau asisten imam, karena dengan itu mengaburkan tugas khas masing-masing (bdk. RS, 152).

Dalam instruksi RS no. 151-152, peran para prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral adalah membantu imam hanya kalau sungguh diperlukan dalam perayaan liturgi. Hanya kalau sungguh perlu, boleh diminta bantuan pelayan-pelayan tak lazim dalam perayaan liturgi. Permohonan akan bantuan yang demikian itu bukannya dimaksudkan demi menunjang partisipasi umat melainkan karena kodratnya bersifat pelengkap dan darurat. Apalagi jika permohonan akan bantuan pelayan-pelayan tak lazim (luar biasa) itu berdasarkan kebutuhan umat, maka hendaknya dilipatgandakan dengan doa-doa permohonan umat agar mendesak Tuhan segera mengutus seorang imam untuk melayani jemaat serta menumbuhkan kesuburan panggilan untuk tahbisan suci (bdk. RS no. 151).

Dengan uraian di atas, kiranya pembaca gampang membaca KPRP:

Pasal 129

Pelayan Luar Biasa Komuni

  1. Untuk membantu para klerikus membagikan komuni suci hendaknya pastor paroki memilih sejumlah orang beriman yang memiliki integritas iman, moral, dan pribadi, serta mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memadai. Nama-nama tersebut diajukan kepada Uskup Agung Medan untuk diangkat menjadi Pelayan Luar Biasa Komuni. Untuk pelaksanaan tugas tersebut, hendaknya mereka dipersiapkan dan dibina dengan teknis dan secara rohani.

  2. Setiap kali mengantar komuni kudus ke orang sakit atau orang tua harus seizin pastor paroki.

  3. Pelayan Luar Biasa Komuni tidak boleh memberi berkat pada dahi seperti yang dilakukan oleh imam. Imam hendaknya memberikan berkat kepada anak-anak sesudah perayaan ekaristi telah selesai.

  4. Pemimpin komunitas dari Tarekat tidak dengan sendirinya menjadi pelayan luar biasa komuni, kecuali ada surat pengangkatan resmi dari Uskup Agung Medan yang diajukan oleh pastor paroki setempat.

Sebenarnya Pelayan Luar Biasa Komuni tidak mempunyai tugas lain selain pembagian komuni kepada umat di dalam perayaan ekaristi dan kepada orang sakit di luar Gereja. Akhir-akhir ini, ada kecenderungan bahwa para Pelayan Luar Biasa Komuni ini ditugaskan untuk melakukan ibadat pemakaman. Selama ini, Ketua Dewan Stasi atau Ketua Lingkungan memimpin ibadat pemakaman. Dengan bergesernya tugas itu kepada Pelayan Luar Biasa, maka tugas KDS itu tidak bernuansa rohani lagi, tetapi bernuansa ‘manajemen’.

( Tulisan yang sama juga dimuat dalam Majalah Menjemaat Edisi Agustus 2018, Rubrik Ruang KPRP, oleh RP. Benyamin A.C. Purba, OFMCap)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *