KATEKESEREFLEKSIREVIEWS

PANGGILAN MULIA SEBUAH KELUARGA

RP. Frans Sihol Situmorang, OFMCap || Dosen STFT Pematangsiantar

Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya (Pesta Keluarga Kudus)

Karya agung Allah tampak dalam keluarga. Tetapi nuansa sengsara dan penderitaan tak dikecualikan. Menghadapi tantangan hidup, Abraham tetap berpegang pada janji Allah. Kemandulan merupakan tragedi keluarga walau berlimpah harta. Setelah dikaruniai anak, Abraham masih dicobai. Kerelaan berkurban termasuk arah iman yang perlu dikembangkan dalam keluarga.

Catatan penginjil atas keluarga Nazaret merupakan isyarat perjuangan keluarga. Salib adalah bagian yang tidak tepisahkan dari keluarga. Tindakan Maria dan Yusuf yang mempersembahkan Yesus adalah lambang kesadaran bahwaa setiap anak mesti dikembangkan sesuai dengan rencana Allah. Dulu Tuhan hadir di tengah awan, kini di dalam keluarga, dalam wujud manusia. Keluarga mengembangkan anugerah Allah dengan menyumbangkan mutu kehidupan.

Dengan menempatkan pesta keluarga kudus pada masa Natal, Gereja hendak mengagungkan dan menegaskan keluhuran martabat keluarga, yang darinya Gereja sendiri telah menerima Penyelamat. Pesta ini dirayakan pada saat yang paling intim dan menggembirakan. Maria dan Yusuf hidup dalam iman. Mereka secara perlahan dituntun pada penyingkapan rencana Allah. Gereja mau mengajak kita merefleksikan realitas ini dalam keluarga kristen.

Tiap keluarga mesti dijiwai hukum kasih. Paulus menyebut kualifikasi kasih yang mesti hidup dalam keluarga: sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak pemarah (1Kor 13:4). Hal senada diingatkan dalam surat kepada orang Ibrani: kenakanlah belas kasih, kebaikan, kesabaran, saling menopang dan mengampuni. Kasih seperti ini tidak ditandai oleh ketertarikan fisik, bukan oleh sentimentalisme, tetapi oleh pemberian diri. Kasih yang demikian bisa mengatasi kepahitan dan disharmoni yang merusak banyak keluarga.

Seorang isteri mengeluhkan suaminya “Saya membenci suamiku. Ia membuat hidupku menjadi neraka. Saya ingin cerai.” Pembimbing menasihati, “Mulailah menghujani suamimu dengan puji-pujian dan coba turuti keinginannya. Apabila ia menyadari betapa besar ia membutuhkan dan memerlukan kehadiranmu, barulah engkau melanjutkan urusan perceraianmu.” Setelah enam bulan, pembimbing tadi bertemu dengan wanita itu. Ia bertanya, “Kapan engkau mengajukan permohonan perceraianmu?” “Apakah Anda gila?” jawab wanita itu dengan marah, “Kami hidup dengan sangat bahagia, mengapa cerai?”

Perihal relasi dalam keluarga, Rasul Paulus menandaskan, “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami, kasihilah isterimu dan jangan berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak taatilah orangtuamu dalam segala hal; hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya” (Kol 3:18-21). Padanan ketaatan bukanlah otoritas, tapi cinta kasih. Artinya, tidak seorang pun berhak untuk memerintah, tetapi semua pihak mesti berusaha memberi diri, melayani dan saling mengampuni.

Sikap ini adalah buah kemurahan hati dan kemenangan atas egoisme; buah dari rahmat dan pertolongan Tuhan. Tuhan diam dalam keluarga yang tekun merenungkan Sabda-Nya dan berdoa. Dalam keluarga beriman, kasih tidak akan pernah kurang, tapi dapat tumbuh kembali setelah melalui masa krisis. Inilah motif optimisme kita untuk setia membangun keluarga. Yesus, Maria dan Yosef, doakanlah keluarga kami. Amin.

Rina Barus

Menikmati Hidup!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *