Orang Muda Harus Pintar Kelola Finansial
Sebagai pelajar maupun pekerja, kita mungkin pernah atau kerap mengalami kondisi bokek. Pada akhir bulan, biasanya orang tua kita mengirimkan uang bulanan, atau para pekerja mendapatkan gaji, tapi tak berselang lama, minggu kedua di bulan berikutnya isi dompet menipis. Dan ketika uang habis, mungkin ada dari kita yang ikut kegiatan gereja yang ada makan-makannya, ikut doa puasa (yang mungkin landasannya bukanlah pertobatan), kita pun minta uang ke orang tua, dan yang paling buruk ialah berutang kepada teman atau lewat pinjaman online.
Bukankah pengaturan keuangan yang buruk dapat mengindikasikan bahwa kita belum bertanggung jawab atas berkat materil yang Tuhan titipkan bagi kita?
Mari petik pelajaran kitab suci tentang talenta, dalam Matius 25:14-30. Atau kita bisa memaknai tentang uang Mina dalam Lukas 19:12-27. Dari sana dapat diambil kesimpulan bahwa Tuhan menuntut kita untuk bertanggung jawab atas hal-hal yang Dia titipkan pada kita. Talenta dan Mina, dalam beberapa perspektif teologi dapat diartikan sebagai karunia Roh, smooth ability di mana Tuhan ingin menghasilkan jiwa-jiwa baru yang percaya pada-Nya. Namun, berkat materiil lagi merupakan berkat yang tak dapat diabaikan, karena perihal keuangan lagi berdampak langsung dalam kehidupan di masa kini. Maka, seharusnyalah seorang pelajar mampu mengelola kiriman bulanan yang dikirim oleh orang tua; begitu pun seorang pekerja harus mampu mengelola pendapatan yang dia terima.
Tantangan yang kita hadapi dalam mempertanggungjawabkan berkat materiil adalah gaya hidup masa kini yang cenderung hedonisme dan konsumtif. Kita dapat membeli banyak hal lewat ragam aplikasi di gawai, mulai dari makanan, pakaian, barang elektronik, dan banyak lainnya. Hal-hal yang awalnya tidak terlalu diinginkan lambat laun jadi kebutuhan. Semisal harus beli boba atau kopi tiap hari. Fasilitas kredit pun makin sederhana kita dapatkan, baik pinjaman kredit on-line maupun fitur pay later.
Lantas, bagaimana caranya agar kita dapat merancang kehidupan finansial dengan baik?
Kuncinya adalah mencatat, agar kita dapat mengukur dan menghitung pengeluaran serta pendapatan dengan tepat. Kita dapat mendapatkan banyak aplikasi maupun program perihal merancang finansial di gawai kita. Kita dapat melakukannya dengan secarik kertas, yang dibagi menjadi dua kolom.
Bagian kiri untuk pemasukan, Bagian kanan untuk menulis pengeluaran. Dalam proses penulisan tersebut, kita dapat mulai dengan mengurutkan informasi nominal yang pasti dan stabil dari yang paling atas. Misalnya pada bagian kiri kita mencatat pemasukan berupa kiriman dari orang tua, gaji bulanan, atau pendapatan lainnya yang bersifat stabil; dan di bawahnya kita dapat melanjutkan dengan pemasukan yang fluktuatif, seperti hasil dari kerja sambilan.
Hal yang sama lagi dapat diterapkan pada bagian kanan, untuk menuliskan pengeluaran. Mulailah melatih mendahulukan pengeluaran yang sifatnya wajib dan pasti, misal bayar uang kuliah, bayar uang kos, persepuluhan, bayar cicilan. Kemudian selanjutnya kita dapat mencatat pengeluaran yang sifatnya alokasi seperti kebutuhan pengembangan diri, kebutuhan leisure. Kita pun dapat melanjutkan dengan menulis pengeluaran untuk biaya saving yang dialokasikan untuk investasi dan tabungan.
Tentu secara teoritis tampaknya sederhana, tapi perlu usaha keras untuk mempraktikkan pencatatan keuangan ini. Sebagai umat Kristen, kita perlu melandasi perancangan finansial dengan pemahaman bahwa melalui harta tersebut, kita dapat memuliakan nama Tuhan, seperti tertulis dalam Amsal 3:9, “Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu.”