OPINI

Merdeka Menulis, Menaiktarafkan Mutu Jurnalisme Warga

Bangsa Indonesia tidak akan merdeka, jikalau Soekarno dan para pendiri negeri tidak jenius menyampaikan gagasan kemerdekaan bangsa dalam wujud tulisan. Soekarno dikenal dengan beragam tulisannya di surat kabar di era penjajahan. Demikian pula Tan Malaka, Sutan Sjahrir dan Mohammad Hatta. Tulisan mereka mampu menggelorakan semangat rakyat untuk merdeka. Kini di tengah arus jurnalisme warga, rakyat dengan bebas mengutarakan isi hatinya dengan rasa merdeka. Sudahkah kita memanfaatkan ruang itu secara optimal dan kita berkehendak meningkatkan mutunya demi kepentingan bangsa ini?

Definisi jurnalisme warga alias citizen journalism ternyata masih menghinggapi pola pikir media arus utama kita. Buktinya beberapa waktu lalu tatkala berkunjung ke kantor redaksi koran lokal Medan, seorang awak media mengkritik definisi saya tentang jurnalisme warga. Kata saya definisi citizen journalism bukanlah berpola klien-penjaja, di mana masyarakat pembaca mengirimkan naskah berita, artikel opini, ataupun gambar, dan video ke media massa arus utama tentang isu-isu terkini. Saya tegaskan kepadanya bahwa konsep pikir citizen journalism diletakkan lebih luas bahwa warga biasa dapat berjurnalistik dengan membuat media sendiri, di mana wujud medianya bukan perusahaan profesional, tetapi berbasis komunitas. Di sana boleh tidak ada struktur pemimpin umum, pemimpin redaksi, apalagi pemimpin perusahaan. Komunitas hanya berkonsentrasi pada mutu, jumlah, dan pengayaan terhadap isi medianya. Perihal pengawasan terhadap 3 hal itu diserahkan kembali kepada komunitas yang masing-masing saling mengawasi dan memperbaiki.

Kalau kita masih tetap bersandar kepada definisi citizen journalism bahwa warga mengirimkan berita ke media massa mainstream, warga masih perlu mempertimbangkan beragam peraturan pengelola media massa itu. Kita tahu bahwa peraturan itu sendiri bersumber dari ideologi dan kepentingan pemilik medianya. Itu terjadi baru-baru ini di mana terdapat artikel di Kompasiana yang mengungkapkan praktik curang dan pemerasan narasumber di Kompas dan Tempo. Artikel itu ditulis dengan nama samaran yang mengaku pernah bekerja di media massa itu. Artikel itu membuat berang Pepih Nugraha selaku pemimpin redaksi. Tidak perlu menunggu lama artikel itu langsung dihapus. Pepih Nugraha berkilah bahwa artikel itu menyesatkan dan tidak berdasar serta cenderung kepada pemfitnahan kepada seseorang atau lembaga. Jujur, saya geleng-geleng kepala mengamati peristiwa itu. Padahal ada ratusan artikel di Kompasiana yang tendensius seperti itu. Silahkan masukkan kata kunci SBY di Kompasiana, Anda akan menemukan artikel yang lebih menghinakan pribadi. Luar biasa aneh!

Kasus lebih serius terjadi pada 2010. Kala itu Pepih Nugraha tanpa meminta izin kepada novelis Indonesia Agnesdavonar, memuat artikelnya di Kompasiana di Kompas versi cetak pada 19 Mei 2010. Padahal tulisan itu bukanlah karya aslinya, tetapi hanya mengutip dari berbagai sumber dan lebih banyak dari majalah Intisari. Agnesdavonar tidak sendiri. Di tahun yang sama liputan feature sahabat saya mengenai Kampung Madras dimuat di Kompas cetak. Sahabat itu mengaku Pepih Nugraha sebelumnya sama sekali tidak meminta izin kepadanya. Sahabat saya itu justru tahu artikelnya dimuat dari seorang temannya. Ia jelas bangga karena artikelnya dicetak di media sekelas Kompas. Tetapi kecewa karena media raksasa ini tidak meminta izin sebelumnya.

Orang awam barangkali beranggapan Kompas diuntungkan dengan kehadiran artikel tersebut di dalam halaman Zona Medan yang bernilai ekonomi, sebab di bawah artikel tersebut terdapat iklan yang berukuran besar. Dalam logika produksi media, agar iklan menarik mata pembaca harus ada elemen yang berperan sebagai “umpan”. Lazim kita melihat di halaman Klasika Kompas, misalnya terdapat artikel-artikel ringan tentang perawatan tubuh atau tip dan trik lainnya. Ini sesungguhnya strategi untuk menarik lebih banyak pembaca ke halaman tertentu yang dirasakan barangkali (atau pasti) tidak menarik bagi pembaca.

 

PELATIHAN LEBIH KERAP

Kisah nyata itu adalah cerminan betapa dinamisnya dunia jurnalisme warga ini. Beragam kasus dan fenomena selayaknya menjadi bahan pelajaran bagi para citizen journalist, terlebih orangorang muda yang ingin terjun ke dunia itu. Medium yang sangat tepat adalah dengan lebuh kerap menyelenggarakan pelatihan jurnalisme warga kepada masyarakat awam. Nyatanya saat ini praktik jurnalisme warga kurang mengesankan sebagai akibat kebiasaan masyarakat kita yang kurang suka menulis dan tidak peka terhadap kondisi di sekitarnya. Padahal itu adalah modal dasar meningkatkan mutu hasil karya jurnalistiknya. Dalam hal ini perlu keterlibatan pemerintah lokal yang lebih “melekat” dalam menyelenggarakan berbagai pelatihan dan pendidikan menulis, khususnya bagi anak-anak dan remaja. Harus diakui di Medan sendiri acara-acara seperti itu belum terlalu serius digeluti.

Sesungguhnya pun pelatihan jurnalisme warga tidak selalu mempelajari perihal menulis berita, tetapi lebih luas tentang bagaimana menggali lebih dalam kemampuan fotografi, menulis puisi dan cerpen, videografi, menggambar dan lain sebagainya. Kesemuanya itu dibalut bahwa pesan yang disampaikan memiliki nilai-nilai kepentingan publik. Salah satu acara pelatihan jurnalisme warga yang patut diacungi jempol adalah pada Juli 2014 lalu. Acara yang diselenggarakan atas kerjasama Komisi KOMSOS-KAM dan Dinas Pendidikan kota Medan ini memberikan pelatihan kepada siswa-siswa SMU Katolik se-Kota Medan. Kelak acara yang sama akan diselenggarakan setiap tahun, sebagai upaya keseriusan komponen masyarakat memajukan jurnalisme warga dan medium mengasah kemampuan menulis remaja kita.

Prinsip dasar jurnalisme warga adalah melibatkan orang-orang biasa, bukan wartawan profesional agar berpartisipasi ke media arus utama dan lebih banyak orang biasa membentuk media sendiri sebagai medium berekspresi tanpa batas jumlah konten. Kalau kita menginginkan karya jurnalistik warga biasa tidak biasa-biasa, maka perlu cara-cara luar biasa dari kita semua meningkatkan itu. Mau?

Vinsensius Sitepu

Ananta Bangun

Pegawai Komisi Komsos KAM | Sering menulis di blog pribadi anantabangun.wordpress.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *