FOKUSOPINI

Menghayati Hidup Beragama Yang Inklusif Tanpa Kehilangan Identitas

Loading

Oleh Mgr. Kornelius Sipayung OFM Cap | Uskup Agung Medan

Studi Bersama KWI 2019

Umat Allah yang terkasih, Dalam Studi bersama, Para Uskup di Sidang Konfrensi Wali Gereja Indonesia, pada bulan November tahun 2019, salah satu pembicara yang diundang adalah Dr. Wachid Ridwan. Beliau adalah Dosen FISIP Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta dan Sekretaris Lembaga Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah.

Dalam Makalahnya beliau menuliskan demikian seperti saya tuliskan kembali di bawah ini. Rasionalitas para pelaku Bom Bali I, terutama Imam Samudra selalu mendasarkan pada implementasi jihad. Dia percaya bahwa ayat pertama jihad yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW menginstruksikan umat Islam untuk melawan orang-orang kafir yang berperang melawan mereka, juga mereka yang tidak terlibat langsung didalamnya tidak boleh diserang.

Dia yakin Surah Al Baqarah ayat 190: “Dan bertempurlah dengan Tuhan melawan orang-orang yang berperang melawan Anda, tapi jangan melakukan agresi karena sesungguhnya Allah tidak menyukai penyerang.”

Perang sebagaimana dia yakini ialah perang layaknya peperangan personil militer dimedan juang. Perang konvensional yang dia amati secara umum lalu mengikuti prinsip yang sama. Padahal ada banyak rambu-rambu dalam Islam yang melarang tindakan melanggar batas.

Ini berarti bahwa dilarang membunuh wanita dan anak-anak, menghancurkan tanaman, juga dilarang membunuh orang-orang yang sudah tua dan mereka yang mencurahkan seluruh hidupnya untuk beribadah.

Bagi Imam Samudra aturan tersebut hanya berlaku bila orang kafir tidak melanggar batas. Selama Amerika dan sekutusekutunya tidak menyerang dan membunuh warga sipil Muslim dan mengamati batas ini, Mujahidin tidak akan berperang dalam kepatuhan dengan peraturan dasar ini (Hassan, 2006: 18). Jihad bersenjata harus dilakukan sampai setiap inci tanah Muslim dibebaskan dari orang-orang non-Muslim dan ketika mereka semua tunduk pada peraturan Islam.

Dia berpendapat bahwa ayat-ayat tentang jihad di dalam Al-Qur’an diturunkan secara bertahap dan ayat-ayat Allah diwahyukan di Surah ke-9 dari Al Quran khususnya ayat kelima, untuk menyelesaikan tahap terakhir.

Baca juga  Paus Fransiskus Jatuh Sakit di Tengah Wabah Virus Corona

Dia mengklaim bahwa ayat-ayat terakhir ini membatalkan ayat-ayat sebelumnya yang diwahyukan tentang jihad yang menyatakan bahwa jihad hanya diperbolehkan saat orang-orang Muslim diserang. Dikatakan bahwa pemahaman semacam itu telah berkontribusi pada pengembangan perspektif dual dalam benak Imam Samudra yakni sudut pandang “baik Anda bersama dia atau melawan dia”.

Selain ayat-ayat jihad, ayat tentang hijrah juga diyakini sebagai pemicu tindak kejahatan terorisme. Efek dari pemahaman ini adalah mengkristalnya kebencian, kedengkian, perlawanan dan permusuhan terhadap semua non-Muslim.

Untuk mendukung pemahaman ini, Imam Samudra menghidupkan kembali wacana historis seperti Perang Salib, kolonialisme, penganiayaan terhadap Muslim Palestina oleh Israel dan serangan terhadap Afghanistan juga Irak oleh pasukan koalisi Amerika Serikat. Pemahaman ini telah mempengaruhi gagasan untuk tidak hidup berdampingan secara damai dengan non-Muslim, sehingga memperjelas seruan sikap non-integrasi dan non-akomodatif serta eksklusivisme sosial.

Radikalisme

Peristiwa bom Bali menjadi penanda klimak kekerasan yang terjadi akibat penafsiran radikal atas ideologi Islam melawan musuh-musuhnya. Penafsiran radikal atas ideologi Islam sempat dan masih marak di tanah air kita. Dalam dua dekade terakhir menjadi waktu tumbuh kembang yang subur bagi kelompok radikal ini.

Banyak anak-anak diindoktrinir dengan penafsiran radikal ini. Hal ini tercium oleh Pimpinan Gereja kita, bapa suci. Inilah alasan mengapa Paus Fransiskus telah mengadakan kunjungan bersejarah ke Uni Emirat Arab (UEA) pada 3 Februari 2019.

Kunjungan ini menjadi tonggak sejarah dalam dialog antaragama dan membuka pintupintu untuk pembicaraan tentang toleransi yang perlu didengar oleh seluruh dunia. Paus menegaskan bahwa “iman kepada Allah mempersatukan dan tidak memecah belah. Iman itu mendekatkan kita, kendatipun ada berbagai macam perbedaan, dan menjauhkan kita dari permusuhan dan kebencian.”

Selanjutnya, pada 4 Februari 2019 di Abu Dhabi Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together.”

Baca juga  Mgr. Kornelius Resmikan Peluncuran BIDUK KAM

Dokumen Abu Dhabi ini menjadi peta jalan yang sungguh berharga untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat beragama, dan berisi beberapa pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh dunia.

Paus Fransiskus mendesak agar dokumen ini disebarluaskan sampai ke akar rumput, kepada semua umat yang beriman kepada Allah. Salah satu butir yang tertuang dalam dokumen ini adalah: “Dialog, pemahaman dan promosi luas terhadap budaya toleransi, penerimaan sesama dan hidup bersama secara damai”.

Dokumen Persaudaraan

Paus Fransiskus dan Imam Besar Ahmed el-Tayeb secara sangat tegas menyatakan hal yang fundamental terkait dengan persaudaraan insani, yaitu kesadaran bahwa setiap manusia merupakan saudara bagi yang lain. Hendaknya kita hidup berdamai dengan setiap orang yang berbeda agama, budaya dan bahasa.

Karenanya tidak ada istilah mayoritas dan minoritas dalam persaudaraan. Dengan demikian, akan lahirlah ruang-ruang perjumpaan yang baru di tengah masyarakat untuk memikirkan ulang, merancang ulang, membangun kerangka baru, dalam hidup beragama.

Menghayati hidup beragama yang inklusif tanpa kehilangan identitasnya menjadi penting untuk terus diwartakan. Sehingga semakin banyak orang yang peduli dengan sesamanya. Dan bersemangat dalam membangun persaudaraan insani berlandaskan pada penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.

Menyadari pentingnya dialog, pemahaman dan promosi luas terhadap budaya toleransi, penerimaan sesama dan hidup bersama secara damai. 

Oleh sebab itu TPP KAM atas usulan Gembala di Keuskupan Agung Medan memasukkan keprihatinan di atas untuk disebarluaskan di kalangan umat Allah.

Dewan pastoral paroki dan Komisi-komisi diharapkan mencari jalan-jalan yang kreatif untuk memasarkan harta karun dalam dokumen tadi.

Sapaan Uskup Agung Medan, dimuat juga dalam Majalah Menjemaat edisi Maret 2020

Facebook Comments

Leave a Reply