Mengenal Sabda Allah Dengan Belajar Sastra Kitab Suci
Setelah beberapa waktu lalu mengikuti Kursus Dasar Kelompok Kitab Suci (KDKKS), pada 21-25 Maret 2022, keduabelas saudara novist Kapusin, Provinsi Medan mengikuti Kursus Lanjutan. Kursus ini dilaksanakan di Biara Novisiat Kapusin, Parapat dan didampingi oleh tim dari Komisi Kerasulan Kitab Suci KAM, yakni Sr. Petronella Br. Karo KSSY dan Fernando HS Tamba.
Dalam kursus kali ini topik yang dipelajari adalah “Memetik pesan kutipan dengan memperhatikan sastra penulisan”. Sastra adalah gaya bahasa atau gaya pengungkapan. Kitab Suci ditulis oleh manusia dengan inspirasi Roh Kudus. Manusia—maksudnya para penulis Kitab Suci—menggunakan gaya bahasa ketika menuliskan Kitab Suci. Gaya bahasa dalam Kitab Suci tidak hanya satu saja. Ada banyak gaya bahasa yang dipakai dalam menuliskan Kitab Suci. Beda penulis beda gaya bahasanya, beda zaman beda pula gaya bahasanya.
Gereja, melalui Dokumen Dei Verbum yang dihasilkan pada tahun 1965 melalui Konsili Vatikan II (1962-1965) menekankan agar “demi semakin menemukan maksud Allah yang disampaikan-Nya lewat para penulis Kitab Suci, pentinglah untuk memperhatikan jenis-jenis satra penulisan Kitab Suci (Dei Verbum bab III no. 12 tentang Ilham Ilahi Kitab Suci dan Penafsirannya). Inilah yang mendasari Kursus Lanjutan ini. Dalam Kursus Lanjutan ini tidak semua jenis sastra itu bisa dipelajari, hanya beberapa saja. Adapun jenis sastra yang dipelajari yakni: perumpamaan, kisah panggilan, mukjizat, mitos, dan apokaliptika.
Kursus ini berjalan dengan baik dan keduabelas saudara yang mengikuti kursus juga tampak semangat dan antusias mengikuti kursus ini mulai dari awal hingga akhir kegiatan sehingga tidak terasa lima hari telah berlalu. Proses yang dibuat yakni, pertama-tama kepada peserta dijelaskan tentang sastra tertentu, selanjutnya dijelaskan pula bagaimana cara memetik pesan dari kutipan dengan memperhatikan sastranya, selanjutnya diadakan latihan bersama pun pribadi, dan diadakan pula pendalaman. Khusus untuk sastra apokaliptika, ada acara menonton film Kitab Wahyu dan untuk sastra mukjizat ada kegiatan pantomime kisah sepuluh orang kusta.
Pada penghujung kegiatan, pendamping menganalogikan bahwa mempelajari sastra Kitab Suci dalam memetik pesan itu bak membuka sebuah kado. “Agar kita persis tahu apa isi kadonya maka haruslah terlebih dahulu bungkusnya dibuka. Ada kalanya bungkusnya dibuat beberapa lapis. Beda pesta, beda jenis kado. Dari bungkusnya juga ada kalanya kita tahu jenis pestanya. Sastra itu bagaikan bungkus kado dan pesan Kitab Suci itu-lah isi kado. Yang terpenting tentu isi kadonya, namun bungkus kado juga perlu. Ketika membuka bungkus kado, kita harus hati-hati agar jangan sampai merusak isi kado”. Demikian ditegaskan oleh beliau.
Kursus diakhiri dengan harapan bahwa kursus ini semakin menumbuhkan kecintaan para Saudara Novis akan Kitab Suci. Semoga sabda Allah menguatkan panggilan mereka.
(Fernando HS Tamba)