Persaudaraan dan Persahabatan Sosial (Frateli Tutti)
Salah satu agenda tahunan Vikariat Episcopal St. Paulus Rasul Pematangsiantar adalah studi bersama tentang dokumen resmi Gereja. Ini sesuai dengan anjuran Uskup Agung Medan, Mgr Kornelius Sipayung, OFM.Cap.
Kegiatan ini bertempat di aula SD RK Cinta Rakyat 7 Jl. Medan 4 April 2022. Bertepatan menjadi tuan rumah, Paroki St. Fransiskus Jl. Medan. Setelah mengucapan selamat datang dari Parochus, RP Christian Lumbangaol, OFM.Cap, acara selanjutnya adalah membahas Ensiklik Paus Fransiskus ‘Fratelli Tutti’ yakni tentang Persaudaraan dan Persahabatan Sosial.
Ensiklik berasal dari kata enkyklios (Yunani) dalam bahasa Latin disebut encyclios. Artinya, komunikasi atau pemberitahuan kepada semua orang di sekitar. Atau surat edaran yang digunakan oleh Gereja Roma kuno untuk mengkomunikasikan pesan-pesan penting kepada Gereja-gereja di sekitar. Tujuannya adalah memupuk ‘kesatuan’ arah dalam iman dan moral. Demikian dijelaskan RP Richard Sinaga, OFM.Cap mengawali pembicaraan.
‘Fratelli Tutti’ artinya ‘Saudara sekalian’. Ini adalah kata-kata yang dipergunakan St. Fransiskus dari Asisi untuk menyapa semua saudara dan saudari. Dengan itu ia menawarkan kepada mereka cara hidup yang memiliki cita rasa Injili. Ensiklik ini terdiri dari delapan bab dan dua ratus delapan puluh tujuh nomor. Paus Fransiskus menggunakan metode pembedaan roh (disermen) yang dipelajari dari latihan rohani Ignasian. Membedakan apa kehendak Allah dalam situasi konkrit sebagai petunjuk ke arah yang mau dituju.
Ensiklik ‘Fratelli Tutti’ merupakan akumulasi dan puncak refleksi antropologi-teologis Paus Fransiskus. “Selama beberapa tahun terakhir, saya telah membicarakannya berulang kali dan di berbagai tempat. Dalam Ensiklik ini, saya ingin mengumpulkan banyak dari pernyataan itu dengan menempatkannya dalam konteks refleksi yang lebih luas” (FT, 5). St. Fransiskus Asisi menginspirasi Paus Fransiskus walaupun ia seorang Jesuit. St. Fransiskus merasa diri sebagai saudara matahari, laut, angin, bahkan maut sendiri pun. Dimana-mana ia menabur kedamaian dan berjalan bersama mereka yang miskin, yang diabaikan, yang sakit, yang tersingkir, dan yang paling hina.” (FT, 2).
Hakikat persaudaraan yang terbuka dinyatakan dengan ungkapan ini, “Berbahagialah orang yang mengasihi saudaranya. Ketika ia berada jauh darinya, sama seperti kalau saudara itu berada di sampingnya” (Petuah 25,1). Juga kunjungan St. Fransiskus kepada Sultan Malik-el-Kamil di Mesir. Karena prinsip, mau pergi ke tengah kaum muslim dan tak beriman, dengan tidak menimbulkan perselisihan dan pertengkaran, ‘tetapi hendaklah mereka tunduk kepada setiap makhluk insani karena Allah’ (RnB, 16 – FT, 3).
Santo Fransiskus tidak menyebarkan perang kata-kata, tetapi menyebarkan kasih Allah. Menerima kedamaian sejati dalam dirinya. Membebaskan dirinya dari setiap keinginan untuk menguasai orang lain. Menjadikan dirinya salah seorang dari yang terkecil dan berusaha untuk hidup harmonis. Pengalaman intens akan Allah dan iman yang mendalam telah membuat transformasi hingga merasa diri sebagai saudara bagi semua (FT, 286). Dalam persaudaraan yang terbuka kita dimungkinkan untuk mengakui, menghargai, dan mengasihi setiap orang, terlepas dari kedekatan fisiknya, terlepas dari tempat mereka dilahirkan atau tinggal (FT, 1).
Tekanan dimensi kesamaan dan kesatuan dari persaudaraan universal. Tidak ada lagi ‘yang lain’ melainkan hanya ‘kita’ (FT, 35). Persaudaraan universal hanya mungkin kalau didasari oleh kasih. Kasih itu terbuka, keluar dari diri sendiri, melampaui dunia rekan-rekan, memajukan pribadi-pribadi dan haknya, serta solider. Persaudaraan universal yang terbuka menjadi dasar yang kuat untuk menghidupi persahabatan sosial.
Pada tahun 2015 Paus Fransiskus ketika berkunjung ke Havana (Kuba) mengisahkan pengalamannya berkunjung ke tempat kumuh di Buenos Aires. Pastor Paroki memperkenalkan kepada Paus anak-anak muda yang sedang membangun sebuah ruangan kelas. “Arsitek ini adalah seorang Yahudi, yang ini seorang Islam, yang ini seorang atheis, yang ini seorang katolik yang baik, …”. Paus berkomentar, “Mereka semua berbeda, namun sedang bekerja bersama-sama untuk kebaikan bersama”.
Menurut Paus Fransiskus, ‘persahabatan sosial’, di mana ada keterkaitan antara hak-hak dan kewajiban demi kebaikan bersama, antara keragaman dan pengakuan akan persaudaraan radikal. Persahabatan sosial menuntut dialog, ‘saling mendekati dan mengungkapkan diri, saling memandang dan mendengarkan, mencoba mengenal dan memahami satu sama lain, mencari titik-titik temu’ (FT, 198). Persahabatan sosial akan menghasilkan budaya baru, yakni ‘budaya perjumpaan’, bertemu untuk mencari titik temu, membangun jembatan, merencanakan sesuatu yang melibatkan semua orang (FT, 216).
Sejarah mengajarkan pahitnya perpecahan. Konflik lama muncul kembali. Terjadi konflik kepentingan. Dunia membuang sesama ‘yang tak berguna’ (miskin, tua, dll), pelanggaran hak-hak asasi semakin marak (FT, 15-28).
Ketidakadilan global muncul, rasa memiliki sebagai satu keluarga semakin memudar, semakin terasing dan tersingkirkan dalam perlombaan kemajuan (FT, 29-31). Pandemi dan bencana lain: menyadarkan kita bahwa kita adalah bagian dari satu sama lain, tidak bisa selamat sendirian; namun pandemi ini juga menunjukkan kerapuhan kita: kecenderungan untuk menyelamatkan diri sendiri atau kelompok. Perlakuan tak manusiawi terhadap imigran dan yang terlantar masih berlangsung sampai saat ini (FT, 39-41).
Penting mengesampingkan segala perbedaan dan bila berhadapan dengan penderitaan. Menjadi saudara bagi semua. Memikirkan dan menciptakan dunia yang terbuka dengan keluar dari diri sendiri melampaui batas-batas kesukuan, kelompok dan kepentingan (FT, 88-105). Didasari kasih universal yang memajukan setiap pribadi (FT, 106-111). Kasih yang berdaya guna dimulai dari kasih sosial. Membarui pelbagai struktur, organisasi sosial, dan sistem perundang-undangan. Paus Fransiskus mengatakan, “Jika seseorang tidak memiliki apa yang diperlukan untuk hidup bermartabat, itu karena orang lain telah merampasnya” (FT, 119).
Selanjutnya tanya-jawab dipandu Vicaris Episcopal, RP Fridolinus Simanjorang, OFM.Cap. Salah satu pertanyaan yang muncul dari peserta bahwa ensiklik ini bagus dan cocok dalam konteks Indonesia. Bagaimana usaha untuk membumikan dan mengkonteks-tualisasikan dengan saudara-saudara non kristen persaudaraan universal dan persahabatan sosial ini. “Beranikah Gereja membuka pintu, berdialog, mendengar, dan melakukan aksi bersama dengan mereka?”. Seluruh rangkaian kegiatan ditutup dengan makan bersama. Doa ini menjadi rangkuman seluruh ensiklik ‘Fratelli Tutti’. *** (Dobes Tamba)
DOA KEPADA SANG PENCIPTA
Tuhan dan Bapa segenap umat manusia,
Engkau yang telah menciptakan semua manusia
dengan martabat yang sama,
curahkanlah ke dalam hati kami semangat persaudaraan.
Ilhamilah kami dengan impian perjumpaan baru,
dialog, keadilan serta perdamaian
Doronglah kami
untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat
dan dunia yang lebih layak,
tanpa kelaparan, tanpa kemiskinan,
tanpa kekerasan, tanpa perang.
Semoga hati kami
terbuka bagi semua bangsa dan negara di bumi,
agar kami mengenali kebaikan dan keindahan
yang telah Kautaburkan
pada mereka masing-masing,
untuk mempererat ikatan kesatuan,
kerja sama, dan harapan bersama.
Amin