REFLEKSI

RINDU PASKAH ATAU BOSAN CORONA?

sumber: The Student Post

Minggu, 12 April 2020, Hari Raya Paskah bagi umat Katolik (bagi umat Kristiani lainnya). Hari Paskah yang tidak biasa, seperti dilaksanakan pada tahun sebelumnya. Pintu-pintu Gereja Katolik kebanyakan ditutup dan orang-orang Katolik kebanyakan tidak pergi ke Gereja.

Ucapan selamat hari Paskah kebanyakan disampaikan lewat media sosial, bukan saling bertatapan muka dan bersalaman langsung seperti biasanya. Sedih melihat kondisi ini, terkejut hati merasakan situasi ini, situasi yang memaksa diri untuk tidak pergi merayakan perayaan Paskah di Gereja. “Corona” engkau benar-benar membuat kami lengah menghadapi situasi ini.

Terharu, mungkin itu kata yang tepat untuk diungkapkan melihat curhatan orang-orang Katolik, baik yang disampaikan melalui mulutnya sendiri, melalui status di media sosial (Facebook, WhatsApp, Twitter, Instagram, dll) yang mengatakan hari Paskah tahun ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Hari Paskah tahun sebelumnya dapat dilaksanakan di Gereja, akan tetapi tahun ini hanya dapat dilaksanakan melalui Live Streaming di rumah-rumah. Mulai anak-anak, Orang Muda Katolik, para Orangtua, merasakan suatu kerinduan yang mendalam yakni kerinduan ingin merayakan hari raya Paskah di Gereja bersama dengan umat-umat lainnya.

Betapa disenangi tempat kediamanMu, ya Tuhan semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran Tuhan; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup (Mazmur 84:2-3). Kata-kata pemazmur ini mungkin menjadi ungkapan hati yang kita rasakan pada saat ini. Saat dimana kita sangat merindukan tempat kediaman Tuhan dan ingin bersorak-sorai kepada Allah di dalam Gereja. Raga yang merindukan untuk menyampaikan segala keluh kesah di rumah Tuhan. Benar-benar seluruh nafas ini, jiwa dan raga merindukan untuk bersemayam di rumah Tuhan. Jujur, aku juga rindu merayakan hari Paskah seperti tahun sebelumnya.

Virus Corona menggelisahkan dan membuat kita menjaga jarak untuk pergi ke Gereja. Virus Corona memaksa kita menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain demi keselamatan. Seperti ungkapan Long Distance Relationship (LDR) bagi anak muda zaman sekarang, dimana jarak yang menguatkan cinta dan bertahan dalam setiap tantangan. Seperti itulah situasi saat dimana Corona masih bertahan di bumi yang memaksa kita untuk menjaga jarak dengan orang lain. Jarak yang membuat kita menjadi saling merindukan untuk datang menyembah Tuhan. Sehingga, situasi ini mengajarkan kita untuk berani menjaga jarak, karena terlalu dekat dapat menyebabkan tidak selamat.

Menghadapi situasi ini, akankah kita hanya mengeluh dan menyalahkan virus Corona? Pernahkan terlintas di dalam pikiran kita, apakah aku akan merindukan Gereja kalau tidak ada virus Corona? Atau selama ini aku merindukan pergi ke Gereja atau bosan di rumah karena virus Corona? Benar, virus Corona membahayakan hidup manusia. Sudah seberapa banyak orang meninggal karena virus Corona. Sudah berapa orang yag tersiksa lahir dan batin karena virus yang mematikan ini. Jarang sekali saya mendengar orang mengatakan terimakasih virus Corona, karena aku mempunyai waktu berlama-lama dengan keluarga di dalam rumah, misalnya. Walaupun saya secara pribadi juga sangat takut dan waswas menghadapi situasi karena virus Corona. “Hidup hanya sekali”, kata-kata yang selalu terngiang dalam benak saya untuk menjaga diri.

Akan tetapi, di balik peristiwa ini kita diajak untuk tetap senantiasa mengambil nilai positifnya, bukan positif corona tetapi sisi positif dari virus Corona. Salah satu nilai positifnya, kita pernah merasakan kerinduan untuk pergi ke Gereja. Kita juga pernah merasakan mengikuti perayaan hari Minggu di rumah masing-masing tanpa ajakan oleh siapa pun. Satu keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri, untuk berdoa bersama-sama dengan keluarga di dalam rumah. Biasanya melakukan doa dengan perintah menonaktifkan Handphone, tapi saat ini kita harus berdoa dengan mengaktifkan Handphone melalui siaran Live Streaming. Sungguh sesuatu hal baru di luar dugaan setiap orang.

Maka, menjadi suatu refleksi bersama, apakah setelah berakhir virus Corona kita tetap merindukan hari raya Paskah atau merindukan pergi ke Gereja? Atau justru kita hanya merindukan pergi ke Gereja saat situasi tidak memungkinkan saja? Kalau setelah berakhirnya virus Corona, kita tidak lagi merindukan Gereja, berarti kerinduan kita bukan kerinduan akan Tuhan melainkan kerinduan keterpaksaan. Kerinduan karena bosan dengan virus Corona yang memaksa mendekap di dalam rumah. Atau justru setelah kejadian ini, kita semakin rindu dan semakin berkeinginan untuk berlama-lama di Gereja.

Siapapun tidak akan bisa menjamin, bagaimana sikap kita setelah berakhirnya virus ini. Akan tetapi, belajar dari peristiwa ini, kita pernah merasakan rindu akan hari raya Paskah seperti tahun sebelumnya. Rindu untuk berkumpul bersama umat lainnya merayakan kebangkitan Yesus Kristus penyelamat dunia.   Semoga, kita senantiasa berdoa pada hari raya kebangkitan Yesus demi keselamatan umat manusia khususnya keselamatan dari virus Corona dan juga selalu merasakan kerinduan kepada Tuhan seperti kata Santo Agustinus “Hatiku Merindukan Allah”. Selamat Hari Raya Paskah 12 April 2020 di rumah saja.

 

Penulis: Aldi Sinulingga

Ananta Bangun

Pegawai Komisi Komsos KAM | Sering menulis di blog pribadi anantabangun.wordpress.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *