MENEMUKAN DAN MERAWAT WARISAN TOLERANSI BERAGAMA
Tanggapan Tokoh Lintas Keyakina Perihal Toleransi Beragama

Din Syamsuddin menyambut baik pembahasan tentang toleransi ini dan menganggapnya sebagai pilar kehidupan dunia yang majemuk. Menurut Din, pengembangan kemajemukan menuntut beberapa prasyarat, antara lain (a) pengakuan akan kemajemukan, (b) kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai, (c) toleransi, dan (d) kerja sama.
Toleransi, lanjut Din, adalah sikap dan pandangan mengakui bahwa di antara anasir masyarakat majemuk ada persamaan dan ada perbedaan. “Toleransi adalah menghargai perbedaan disertai tenggang rasa terhadap perbedaan itu,” kata seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (10/12).
“Jadi unsur jalan tengah yang pemahamannya, pengertiannya sama dengan agama lain. Toleransi lebih kepada menerima perbedaan, bahkan dianggap sebagai sunatullah hukum, kemajemukan,” kata Din Syamsuddin.
“Dalam Islam ada ungkapan ‘lakum dinukum waliyadin‘. Tapi itu sering dipahami secara pasif, bagimu agamamu, bagiku agamaku. Kalau pemahaman aktif, (maknanya) kalaupun kita beda, namun harus sama-sama kita hargai, kita sama-sama makhluk ciptaan Tuhan,”ujar Tokoh PP Muhammadiyah.
Konferensi tentang toleransi di Abu Dhabi, menurut Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini, membawa pesan kuat dan relevan dengan bangsa Indonesia yang memiliki kemajemukan. “Untuk menjaga keutuhan, kerukunan, dan persatuan maka toleransi merupakan prasyarat mutlak. Dengan demikian, toleransi bukan sekedar kemungkinan, tapi adalah keniscayaan,” ujarnya.
Namun, Din mengingatkan, agar tidak ada satu kelompok yang mudah mengklaim paling toleran dan kelompok lain intoleran.”Klaim sepihak yang bersifat subyektif seperti itu justeru akan merusak iklim toleransi yang ada,” tuturnya.

Pendeta di Gereja Batak Karo Protestan, Pdt. Miron Yedija Sitepu mengatakan, gereja GBKP memiliki tata gereja dan juga doktrin-doktrinnya. “Gereja GBKP itu bersikap netral kepada agama-agama lain maupun politik. Kemudian sangat diharuskan menjalin keterbukaan, baik di masyarakat, khususnya antar agama maupun antar gereja,” ungkap ayah dari satu anak ini kepada Menjemaat, Jumat (21 Februari 2020) melalui wawancara ponsel.
“Gereja GBKP terus diupayakan menjalin silaturahmi, dengan menghadiri setiap ada acara-acara dan perayaan-perayaan besar keagamaan. Apabila ada yang mau memeluk agama Kristen selalu diminta Surat Pernyataannya agar apabila dikemudian hari ada pihak-pihak yang keberatan gereja tidak diberatkan,” tutur Pendeta yang kini melayani di gereja GBKP Putaran Kabanjahe Kecamatan Tiga Panah.
“Bila terjadi situasi konflik antar umat beragama, secara pribadi menurut saya hal ini sangat memprihatinkan. Kalau terjadi masalah yang serius kearah persoalan antar umat beragama biasanya kami serahkan kepada pihak yang berwenang.”
Dia mengatakan, pihaknya kerap dilibatkan dalam musyawarah desa. Khususnya, dalam perayaan-perayaan besar keagamaan terjalin saling menghormati. “Semisal, waktu Natal bersama selalu mengundang agama lain termasuk agama muslim. Begitupun sebaliknya kalau muslim perayaan kurban mereka mengundang agama non muslim,” kata suami Helen br Ginting.