FOKUSNEWS

MENEMUKAN DAN MERAWAT WARISAN TOLERANSI BERAGAMA

Loading

Sementara Pastor James mengaku, saat berkarya di Paroki Hati Kudus Banda Aceh (sekira tahun 1990) juga tidak mengalami tantangan berat. “Pada masa itu, Aceh tengah menjalani masa DOM. Kondisi ini, saya kira, membuat peluang terjadinya perlakuan intoleransi menjadi amat kecil,” ujarnya kepada Menjemaat, pada Kamis (6 Februari 2020).

“Saya senang mendapati sudah ada Yayasan Pendidikan Katolik (YPK) Budi Dharma di Banda Aceh. Sehingga tugas berikutnya, saya tinggal mengembangkan cakupan pelayanan dari TK ke SD, SMP hingga SMA,” katanya.

Dalam pandangan Pastor James, pemerintah Aceh mendukung pelayanan pendidikan di sekolah ini, malah mengirim guru subsidi. “Salah satunya seorang bapak yang baik, bernama pak Yusuf. Tanggapan baik tersebut lahir karena mereka memahami lembaga pendidikan tidak membawa-bawa simbol agama. Akan tetapi, mereka tidak berkenan memasukkan anak-anaknya ke sekolah Katolik di Banda Aceh. Terkecuali, dari kalangan pendatang yang merantau atau dinas di Aceh. Meskipun beragama Muslim, mereka senang anak-anaknya memperoleh pendidikan berkualitas di sekolah kita.”

Rektor Graha Maria Annai Velangkanni RP James Bharataputra SJ

Memperhatikan ganjaran baik dari lembaga pendidikan ini, Pastor James kemudian berniat mengembangkannya di stasi-stasi. “Sebab saya perhatikan umat di stasi, tidak ada kegiatan nyata untuk menyatakan kesaksian iman mereka. Hanya sekedar ikut misa yang dipimpin seorang Imam, itu pun belum tentu sekali dalam sebulan, lalu kembali pulang ke rumah lakukan rutinitas rumah tangga.”

“Maka, saya pikirkan harus ada kegiatan yang melibatkan umatnya menunjukkan karya nyata gereja. Ini hanya bisa lewat pendidikan. Kalau buka klinik, tidak dikasih izin. Hal sama juga terjadi, ketika hendak buka layanan sosial lainnya. Lalu, saya mulai bersama-sama buka semacam tempat kursus atau les. Itu bermula ketika pesta perak stasi Takengon, pada tahun 1985. Saya utus guru subsidi dari Banda Aceh untuk membantu pengajaran. Kemudian, saya terus membujuk umat agar memasukkan anak-anak mereka. Akhirnya tempat kursus ini berkembang, dan menarik perhatian masyarakat Aceh di Takengon. Bahkan berkembang hingga diakui pemerintah ke tingkat SD, SMP dan SMA.”

Facebook Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *