REFLEKSI

MELIHAT DENGAN MATA IMAN |Kotbah 22 Maret 2020

RP. Frans Sihol Situmorang OFMCap

Dulu ada anggapan bahwa cacat fisik terkait dengan dosa. Kala melihat seorang buta, murid-murid ingin tahu dosa siapa yang mengakibatkannya. Penderitaan orang buta itu menjadi berlipat. Sudah tak bisa melihat, dituduh lagi sebagai pendosa. Yesus menolak anggapan itu dan justru menggunakan situasi yang dialami orang buta itu untuk memuliakan Allah.

Yesus meludah dan mengaduk ludah itu dengan tanah lalu mengoleskan ke mata orang buta itu dan menyuruhnya membasuh diri ke kolam Siloam. Tiba-tiba si buta bisa melihat. Bisa kita bayangkan betapa gembiranya orang itu. Pertemuan dengan Yesus menyingkirkan selubung dari mata si buta dan memulihkan martabatnya sepenuhnya. Tadinya hanya ada kegelapan, kini ia bisa mandiri dan tidak tergantung lagi kepada orang lain.

Tetangga orang yang tadi buta itu ada yang percaya bahwa dialah yang dulu mengemis, yang lain berkata bukan. Ia sendiri mengaku dan bercerita bagaimana seseorang yang bernama Yesus menyembuhkan dia. Di hadapan kaum Farisi, ia bersaksi bahwa yang menyembuhkannya adalah seorang nabi. Kaum Farisi menuduh Yesus pendosa sebab perisitwa itu terjadi pada hari sabat. Tapi, menurut orang itu mustahil orang berdosa dapat melakukan penyembuhan. Allah tidak mungkin mendengar orang berdosa. Merasa diri digurui, orang Farisi mengusir orang itu.

Saat bertemu dengan Yesus, si buta yang sudah sembuh itu sujud dan berkata, “Aku percaya, Tuhan.” Yesus menegaskan bahwa Dia datang untuk menghakimi agar barangsiapa yang tidak melihat dapat melihat dan siapa yang dapat melihat menjadi buta. Mendengar itu orang Farisi bertanya, “Apakah itu berarti bahwa kami buta?” “Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi kamu berkata ‘kami melihat’ maka tetaplah dosamu,” jawab Yesus. Yesus hendak mengatakan bahwa kebutaan hati jauh lebih parah.

Ada seorang gadis cantik, tapi matanya buta. Aneka perawatan telah dicoba, tapi sia-sia. Jalan terakhir ialah operasi. Gadis itu selalu mendapat dorongan dari seorang pemuda yang tampangnya jelek. Karena pengorbanan pemuda tadi, gadis itu jatuh cinta. Ketika gadis itu dioperasi, pemuda itu gembira bercampur takut. Pikirnya, setelah gadis itu melihat, ia akan ditinggalkannya. Setelah sembuh gadis itu langsung memeluk pemuda itu. Dengan terharu, pemuda itu berkata, “Pikirku waktu melihat tampangku yang jelek, kau akan meninggalkan aku.”Jawab si gadis, “Saya sudah melihat engkau dengan hati sebelum melihatmu dengan mata”.

Orang yang tadinya buta itu tidak hanya melihat dengan mata, tetapi dengan iman. Ia percaya yang menyembuhkannya bukan hanya nabi, tetapi Mesias. Orang Farisi merasa diri tidak berdosa sebab bisa melihat. Mereka tak bisa melihat dosa dalam dirinya, karena itu tidak merasa membutuhkan rahmat penyembuhan dari Allah. Mereka tetap tinggal dalam kebutaan yang hanya bisa melihat dosa dalam diri orang lain.

Kolam siloam melambangkan baptis, pintu masuk dalam persekutuan orang beriman. Tidak cukup hanya dibaptis. Kita mesti ambil bagian secara aktif supaya iman kita bertumbuh. Orang buta yang baru sembuh mendapat rintangan dari tetangga dan pemuka jemaat. Kala menghadapi halangan kita mesti berani maju agar iman kita berkembang. Masa Prapaskah adalah masa untuk mengakui kebutaan hati kita agar disembuhkan. Yesus adalah cahaya sejati yang menyingkirkan kegelapan. Ia membuat kita dapat melihat tujuan hidup kita yang sesungguhnya. Kita dipanggil untuk menyentuh dunia dan sesama kita dengan sentuhan kasih, damai dan persaudaraan supaya semua orang merasakan kebaikan Tuhan. Amin.

Rina Barus

Menikmati Hidup!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *