KHOTBAH

MARILAH DAN KAMU AKAN MELIHAT

Pengalaman-pengalaman hidup membuat iman kita akan kasih dan penyelenggaraan Tuhan makin kuat. Tidak harus pengalaman yang “wah” alias hebat, bisa juga pengalaman harian yang sederhana. Penting bahwa kita menemukan makna dari setiap pengalaman hidup itu. Biarlah pengalaman-pengalaman hidup itu menjadi sarana yang menggerakkan, menggerarkan dan mendorong kita untuk mengalami kehadiran Tuhan.

Samuel dan dua murid Yohanes pembabtis sebagaimana dikisahkan dalam bacaan-bacaan liturgi hari Minggu ini menemukan dan mengikuti Tuhan.  Bermula dari suatu pengalaman yang sederhana. Timbul gerakan/niat untuk bertanya dan mencari. Pada akhirnya mereka menjumpai Tuhan. Samuel mendengar bahwa ada yang memanggilnya, lalu ia bertanya kepada Eli bapanya. Eli mengatakan bahwa ia tidak memanggilnya, sembari berpesan bahwa kalau mendengar suara yang memanggil lagi, katakan saja: “Berbicaralan Tuhan hambaMu mendengarkan.” Tentu Eli berbicara dari pengalamanya. Begitu juga dengan dua murid Yohanes Pembabtis. Mereka mendengar hal yang dikatakan Yohanes: “Lihatlah Anak Domba Allah.” Ada gerakan/niat untuk mencari, mengikuti dan mereka menemukan-Nya.

Andreas salah seorang dari dua murid tersebut menceriterakan pengalamannya mendengar dan mendapatkan Tuhan kepada saudaranya Simon dan mengajak Simon agar menemui apa yang di lihatnya.  Simon mendengarkannya. Berkat perjumpaan ini, Simon tahu bahwa Tuhan mempunyai sebuah rencana besar terhadap dirinya. “Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas yaitu Petrus.” Bukan hanya perubahan sebuah nama. Di balik nama itu tersirat sebuah proses keberlanjutan sejarah keselamatan Allah dari perjanjian lama menuju perjanjian baru.

Aspek yang penting dari proses mendengar sebagaimana pengalaman Samuel dan dua murid Yohanes adalah hati yang terbuka dan peka sehingga kata-kata itu menggema dan mempunyai makna. Sungguh mendengar. Dengan kata lain tidak mendengar dengan telinga kanan lalu keluar lewat telinga kiri.

Rasul Paulus secara tersirat mengatakan bahwa proses mendengar itu bukan hanya terjadi semata-mata melalui telinga kita tetapi seluruh tubuh indrawi.  Ia menekankan bahwa betapa pentingnya menjaga dan merawat tubuh indrawi kita dalam beriman. Kepada umat di Korintus Paulus mengajak menjaga kesucian tubuh agar tidak tercemar dengan hal-hal yang merusak kepekaan dan niat suci. “Saudara-saudara, tubuh bukanlah untuk percabulan melainkan untuk Tuhan dan Tuhan untuk tubuh.”

Saudara dan saudariku! Sejak dari bangun pagi sampai pergi tidur larut malam, hidup kita selalu dilintasi dengan pengalaman-pengalaman. Tidak ada manusia yang mengatakan bahwa ia bebas dari pengalaman, selagi masih berada dalam lintasan ruang dan waktu. Dari aspek iman bahwa semua pengalaman itu berharga, saat merefleksikan dan bertanya apa yang Tuhan inginkan dariku. Inilah seyogianya yang disebut panggilan. Kita mencari, menemukan dan menyikapi rencananya. Pada saat yang sama kita akan menyadari bahwa Tuhan mengharapkan agar kitaterlibat dalam misi kebaikan-Nya. Didalam diri sendiri, keluarga, komunitas, gereja dan masyarakat yang lebih luas.

Mari dalam kesibukan setiap hari kita sediakan waktu untuk mendengaarkan Tuhan minimal 5 menit pagi hari. Apa yang ia inginkan agar aku lakukan hari ini. Dan malam hari sebelum tidur, mendengarkan-Nya lagi bagaimana kata-Nya tentang aku hari ini. “Kamu akan melihatnya,” (Hari Minggu Biasa yang ke 2 -2021) RP. Hubertus Agustus Lidy OSC. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *