KATEKESEKHOTBAHREFLEKSI

ALLAH PEDULI DENGAN YANG KECIL

RR. Frans Sihol Situmorang OFMCap, Dosen di STFT Pematangsiantar

5 Juli 2020
Hari Minggu Biasa XIV

Zak 9:9-10; Rom 8:9.11-13; Mat 11:25-30/Hari Minggu Biasa XIV
Datanglah kepada-Ku, kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat

Mesias yang kerajaannya membentang dari laut ke laut menyatakan diri dalam tindakan sederhana. Dia menunggang seekor keledai dan bukan kuda. Ia tampil bukan seperti pemenang perang yang di belakangnya ada barisan tawanan. Raja damai tanpa tanda kemenangan dan sarana perang ini adalah hamba Yahwe yang miskin dan sederhana. Zakaria bernubuat tentang Yesus yang masuk ke kota Yerusalem mengenderai seekor keledai.

Guru-guru agama Yahudi merasa diri pintar. Mereka tak bisa mengerti mengapa Yesus bersahabat dengan kaum pendosa. Alim ulama ini tak habis pikir mengapa Yesus melanggar sabat demi orang kecil. Dengan demikian, misteri Kerajaan Allah dan jati diri Yesus tetap tersembunyi bagi mereka.

Yesus memanggil yang letih lesu dan berbeban berat, korban peraturan pemuka agama. Dia meletakkan kuk yang ringan dan enak, yakni mencitai Allah dengan sepenuh hati dan mencintai sesama seperti diri sendiri. Beban itu dirasa ringan karena Yesus sendiri solider dengan mereka. Dia sendirilah yang pertama menjadi miskin, rendah hati dan memikul salib. Kuk itu terasa ringan bila para murid bersikap lemah lembut dan rendah hati.

Rahasia Kerajaan Allah dinyatakan pada orang yang kecil dan miskin, sebab mereka hanya bisa pasrah kepada Tuhan. Allah memilih orang yang rendah hati dan sederhana. Inilah pengalaman biji sinapis yang paling kecil. Hal yang sama ditegaskan oleh Paulus, “Allah memilih yang bodoh untuk mempermalukan yang bijak, agar tak seorang pun membanggakan dirinya.”

Sokrates, seorang filsuf Yunani, ketika sudah tua bercerita pernah melihat seseorang berusaha membuka pintu. Karena kunci tidak berfungsi dengan baik, orang itu menendang pintu, dan pintu terbuka. Sejak itu, Sokrates memutuskan dalam hati tak akan pernah bertindak dalam amarah. Keputusan itu berhasil ia hidupi. Suatu hari Xanthippe, isterinya yang sangat suka mengeluh dan mengomel, memaki-makinya karena perkara yang sepele. Ketika Sokrates lewat di depan isterinya, isterinya mengambil seember air dan menyiramkannya pada Sokrates. Sokrates tidak membalas. Bernada filosofis, ia berkata, “Yah, setelah guntur, kita tahu biasanya akan datang hujan, bukan?”

Orang kecil dan miskin terbuka untuk menghidupi Injil, sebab mereka menggantungkan harapan mereka kepada Tuhan. Mereka sadar, seseorang menjadi anak Allah bukan ketika mereka memiliki lebih, melainkan ketika solider dengan orang lain. Spritualitas miskin di hadapan Allah inilah yang kiranya kita kembangkan, agar kita tidak pernah memandang diri kita cukup dan puas dengan apa yang kita miliki. Jalan inilah yang dapat menghantar kita pada jalan kelemahlembutan dan kerendahan hati, jalan yang ditempuh oleh Yesus sendiri di dunia ini.

Lemah lembut dan rendah hati adalah sikap yang perlu dikembangkan pengikut Kristus. Kita belajar dari Yesus memikul beban hidup dengan jiwa tenang. Menerima Kristus yang merendahkan diri-Nya dalam rupa roti dan anggur merupakan wujud kesediaan kita mengikuti Dia. Bila Tuhan sendiri sudi menjadi rendah, kita juga diundang menempuh jalan yang sama: jalan kerendahan hati dan kelemahlembutan. Kita diajak menjalani tantangan hidup yang berat dengan sabar, tekun dan belajar melatih diri mencontoh Yesus yang lemah lembut dan rendah hati. Amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *