KATEKESEREFLEKSI

KOREKSI PERSAUDARAAN

Loading

RP. Frans Sihol Situmorang, OFMCap

Hari Minggu Biasa XXIII, 6 September 2020

Yeh 33:7-9; Rom 13:8-10; Mat 18:15-20

Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia

Tugas seorang nabi ibarat penjaga yang harus meniup sangkakala. Nabi menegur umat Israel yang kerap berdosa dan mengingatkan hukuman yang bakal menimpa mereka. Nabi tak boleh diam kendati seruannya diacuhkan dan ia balik diancam. Bila orang berdosa mati dalam kejahatannya karena tidak ada yang memperingatkan, Allah akan menuntut tanggung jawab atas nyawa orang itu. Didengar atau tidak, nabi harus tetap memberi peringatan. Melalui para nabi, Allah menegur manusia supaya menyadari kesalahannya dan kembali pada jalan yang benar.

Yesus merasa saat-saat kepergian-Nya sudah dekat. Ia tidak lagi secara langsung menjaga para pengikut-Nya. Mereka harus belajar mandiri. Yesus menasehati mereka agar saling menjaga. Orang yang bersalah diajak untuk kembali dengan jalan rekonsiliasi dan dialog persaudaraan. Pertama-tama ia dinasihati secara pribadi. Melibatkan orang lain bertujuan agar saudara yang bersalah itu sadar bahwa perbuatannya salah. Selanjutnya kasusnya dibawa kepada jemaat agar perkara itu ditangani orang tertentu. Bila semua usaha itu gagal, orang itu diserahkan kepada Tuhan. Dialah yang akan mendekati dan mengembalikan anak-Nya yang hilang.

Seorang serdadu menulis sepucuk surat ke rumah dari kamp tahanan untuk memberitahu keadaan dan harapannya segera kembali ke rumah. “Saya ingin membawa seorang teman tentaraku untuk hidup bersama di ladang pertanian kita. Sahabat yang malang itu kehilangan sebelah kakinya.” Ayahnya menjawab surat itu, “Bawalah saja tentara itu bersamamu. Ia boleh makan dan tinggal bersama kita.” Dalam surat berikut, tentara itu menambahkan, “Temanku itu juga telah kehilangan kedua lengannya.” Ayahnya menjawab, “Dalam hal ini kita tidak dapat melakukan sesuatu pun untuknya.” Tentara itu tidak pernah lagi kembali ke rumah setelah dibebaskan, sebab dalam surat-surat itu ia telah menulis tentang dirinya sendiri. Ayahnya tidak siap menerima kekurangan anaknya.

Kasih sejati dan pengampunan yang tulus tidak membiarkan seseorang tinggal dalam kekurangan dan keterbatasannya. Mengasihi seorang saudara berarti menolongnya untuk bertumbuh dalam kebaikan. Mengasihi berarti bersedia berjerih payah berbuat yang terbaik demi kebahagiaan orang yang dikasihi. Mengoreksi adalah tindakan kasih, bukan mematikan entusiame atau hanya mengkritik. Halangan dalam mengaplikasikan nilai-nilai bacaan ini adalah kurangnya relasi personal sehingga orang tak merasa bertanggung jawab atas saudaranya. Masyarakat dewasa ini amat individualis sehinga walau mengaku beriman yang sama, belum tentu memiliki kepedulian.

Baca juga  BACAAN INJIL, SENIN, 31 AGUSTUS 2020

Menegur itu tidak enak dan belum tentu berhasil. Bisa jadi kita malah dituduh. Motivasi terdalam mengapa kita mesti menegur saudara kita yang bersalah ialah cinta. Paulus berkata, “Saudara-saudara, janganlah berhutang sesuatu kepada siapa pun kecuali cinta kasih.” Cinta yang tulus tertuju demi kebahagiaan orang yang dicintai. Untuk itu kita mesti berani menegurnya. “Apa yang tidak berani kamu katakan di depan saudaramu, jangan katakan di belakangnya.” Amin.

Facebook Comments

Rina Barus

Menikmati Hidup!!!

Leave a Reply