BACAAN INJIL, SENIN 7 SEPTEMBER 2020
Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia. Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: “Bangunlah dan berdirilah di tengah!” Maka bangunlah orang itu dan berdiri. Lalu Yesus berkata kepada mereka: “Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: “Ulurkanlah tanganmu!” Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus.
MAKNA KUTIPAN:
Seorang ibu janda yang sangat miskin harus mencucurkan air mata ketika permohonannya untuk pengurangan uang sekolah anaknya tidak dikabulkan. Pasalnya permohonannya tidak dibuat secara tertulis. Ibu janda ini berpikir saya sudah minta tolong secara lisan, berarti sudah cukup tetapi kenyataan tidaklah demikian. Ia meminta agar ia diberi ijin untuk membuat surat permohonan, tetapi tidak diijinkan karena sudah terlambat. Aturan akhirnya mengabaikan kebaikan, kasih dan perhatian kepada ibu janda yang miskin ini.
Dalam bacaan Injil yang kita dengar ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi sedang mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang sakit pada hari sabat, sebab sejak awal mereka memang berupaya mencari-cari alasan untuk mempersalahkan Yesus. Bagi para ahli Taurat dan orang-orang Farisi peraturan tentang hari Sabat harus diberlakukan, apapun situasinya. Itulah sebabnya mereka tidak bisa menerima jika Yesus menyembuhkan orang di hari Sabat. Menolong dan menyembuhkan orang berarti bekerja. Dan bekerja di hari Sabat itu dianggap berdosa karena melanggar aturan Sabat. Bagi mereka, taat pada aturan hukum Taurat itu segalanya, meski dengan begitu mereka menjadi “buta” terhadap penderitaan sesama. Menanggapi apa yang dipikirkan oleh ahli Taurat dan orang Farisi, Yesus mengemukakan pertanyaanNya yang menyelidiki, “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya? Bagi Yesus, Sabat memang hari istirahat dan hari ibadah juga. Tetapi bukan berarti hari Sabat menjadi hari istirahat untuk berbuat kebaikan. Berbuat baik, menolong yang menderita dan tersisih tidak mengenal hari istirahat atau hari “sabat”. Istirahat dari rutinitas yang menjadikan kita tidak bisa membangun relasi dengan Tuhan, memang harus dilakukan. Tetapi tidak berarti kita istirahat dari berbuat kebaikan.